《Terdapat ****** ******》
Harap bijak dalam membaca.....
William dan Nozela merupakan sahabat sejak mereka masih kecil. Karena suatu kejadian tak disengaja membuat keduanya menjalani kisah yang tak semsestinya. Seiring berjalannya waktu, mulai tumbuh benih-benih cinta antara keduanya.
William yang memang sudah memiliki kekasih terpaksa dihadapkan oleh pilihan yang sulit. Akankah dia mempertahakan kekasihnya atau memilih Nozela??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Addryuli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 19
William mengecup basah bibir Nozela singkat. Dia tersenyum miring melihat wajah tegang Nozela yang berada di bawah tubuhnya. Tangannya perlahan terangkat untuk merapikan anak rambut Nozela yang sedikit menutupi wajah cantiknya.
Mata William tak sengaja melihat bekas merah di leher Nozela. Karena takut salah lihat, William menyingkap rambut Nozela lalu memiringkan kepalanya. Matanya terbelak melihat kissmark di leher sahabatnya.
Nozela yang paham kemana arah tatapan William, dia kembali berontak menyingkirkan tubuh William dari atas tubuhnya.
"Liam, awas."
William mengetatkan rahangnya, sorot matanya berubah menajam. Dia menatap Nozela nyalang, tangannya dengan segera mencengkeram kedua lengan Nozela.
"William sakit, lo gila hah?" Pekik Nozela.
"Apa ini Jel?" Tanya William datar.
Nozela sedikit gelagapan, tak pernah sekalipun dia melihat William semarah ini padanya. Ada rasa takut terbesit di hatinya.
"Kalian...?"
Nozela menggelengkan kepalanya. "Enggak, ini nggak seperti ya lo pikirin."
"Lalu apa ini Jel? Jelasin ke gue!" Desisi William.
William merasa tak terima sahabatnya di perlakukan seperti ini. Meski sudah sama-sama dewasa, namun William tak membenarkan perbuatan Nozela. Meski dia sendiri pernah melakukannya, namun antara cewek dan cowok jelas memiliki perbedaan.
Keringat dingin mulai membanjiri kening Nozela, dia terlalu malu untuk menjelaskan pada sahabatnya. Bukankah ini urusan pribadinya? Lalu apa masalah William, kenapa dia semarah ini? Pikir Nozela.
"Kalo lo nggak mau jelasin, gue bakal gebukin pacar lo." Ancam William.
William menegakkan duduknya, dia membenarkan pakaiannya lalu berdiri. Nozela tau ancaman William tidak main-main, segera dia mengenggam tangan William.
"Liam, lo mau kemana?"
"Gue mau kasih pelajaran sama tu cowok."
"Nggak. Lo nggak boleh apa-apain cowok gue."
William tersenyum smrik. "Terus, dia bebas apa-apain lo gitu?"
Nozela kembali menggelengkan kepalanya. "Lagian ini urusan gue Liam. Lo nggak perlu ikut campur."
Deg!
William mengepalkan tangannya, dia melepas cekalan tangan Nozela lalu mendekat ke arah sahabatnya. Nozela bersingut mundur hingga tubuhnya bersandar pada sandaran sofa.
Melihat tatapan William yang begitu tajam membuatnya terintimidasi. Nozela terkejut saat William mencengkeram rahangnya, membuatnya mendongak menatap William.
William menundukkan tubuhnya. "Bukan urusan gue?" Lirihnya.
Nozela tetap diam.
"Semua urusan lo, itu urusan gue juga Jel." Tekan William.
"T-tapi lo bukan siapa-siapa gue. Lo nggak berhak ngatur-ngatur gue. Gue juga punya privasi." Ucap Nozela.
William mendengus kasar. "Gue emang bukan siapa-siapa lo Jel. Gue cuma orang lain di hidup lo. Tapi..."
William menjeda ucapannya, dia menatap Nozela datar.
"Gue sayang sama lo."
Nozela membelakan matanya.
"Kita udah berteman sejak kecil, dan lo sangat berarti buat gue seperti Luna. Gue nggak mau lo melakukan hal-hal yang bakal ngebuat rugi diri lo sendiri Jel. Gue nggak mau lo menyesal dikemudian hari, karena meski lo menyesal sampai lo gila pun hal yang hilang dalam diri lo nggak akan pernah kembali lagi."
William melepaskan cengkeramanya, dia mengusap wajahnya kasar lalu pergi naik ke kamarnya. Meninggalkan Nozela yang masih diam, mencoba mencerna setiap perkataan William tadi.
"Apa gue keterlaluan ya sama Liam?" Gumamnya.
Nozela beralih menatap Max, anjing William yang duduk diam sambil menatapnya. Anjing itu seolah tahu sang pemilik tengah bertengkar.
"Max, Liam kita marah sama gue."
"Arrgghhhh." Nozela mengacak rambutnya sendiri.
Dia mulai menggigit jarinya sambil menatap anak tangga, kali ini William benar-benar marah padanya.
"Lo bodoh banget Nozela, kenapa lo ngucapin kalimat yang buat William tersinggung sih?"
Nozela memegangi kepalanya, dia menjadikan tangannya sebagai tumpuan pada pahanya.
"Nggak, gue nggak bisa diem aja. Gue harus minta maaf sama William."
Nozela menarik nafas lalu menghembuskannya pelan. Setelah memantapkan hatinya, dia berdiri lalu pergi menaiki anak tangga di mana kamar William berada. Namun saat sampai atas, dia menemukan anjingnya yang berada di dalam kandang di depan kamar William.
Nozela mengambil sticky notes diatas kandang anjingnya. "Jangan lupa, tiga hari lagi bawa beagle ke salon. Nggak usah ganti uangnya, gue juga lupa habis berapa." Ucapnya membaca tulisan William.
Nozela mengerucutkan bibirnya, jika sudah begini William jelas tidak mau di ganggu. Dia menatap nanar pintu berwarna coklat di depannya. Nozela menunduk lalu mengambil kandang anjingnya.
"Maafin gue Li." Lirihnya.
Nozela segera pergi dari sana. Mungkin besok dia akan mencoba berbicara lagi dengan William, dia berharap semoga besok William akan memaafkannya.
Di dalam kamar, William memantau Nozela dari laptopnya. Dia merasa kasihan dengan sahabatnya, dia merasa sudah bertindak kasar pada sahabatnya itu.
"Sial, cuma gara-gara kissmark gue sampai lupa diri." Gumamnya.
William mengambil ponselnya, dia mencari nomor sahabatnya lalu menghubunginya.
"Halo Will."
"Lo sibuk nggak?"
"Enggak sih, kenapa?"
"Ke tempat biasa. Gue tunggu jam sepuluh. Ajak Lego juga."
"Siap."
Tut.
William melemparkan ponselnya ke ranjang, dia menjatuhkan tubuhnya lalu mencoba memejamkan matanya. Tangannya terangkat mengusap bibirnya yang tadi mencium bibir Nozela.
"Apa yang gue lakuin?"
Ingatannya kembali pada bibir pink Nozela yang sangat menggoda, entah apa yang merasukinya hingga dia berani mencium sahabatnya sendiri.
"Ingat Liam, dia sahabat lo. Lo udah ada Clarissa." Gumamnya.
Karena merasa lelah, akhirnya William memilih memejamkan matanya.
○
"Gue nggak tau harus gimana lagi Tha?"
Thalia mengusap kepala Nozela yang berada di pangkuannya.
"Kalian aneh banget deh. Kemarin lo marah sama dia karena kelengkeng, dan sekarang William marah sama lo."
"Jujur deh Jel, sebenarnya apa yang lo sembunyiin dari gue?"
Nozela menatap Thalia dengan wajah sendu. Malam ini, dia berniat menginap di kost Thalia. Nozela merasa terbebani dengan masalahnya dengan William, jadi dia memutuskan menemui sahabatnya untuk berbagi cerita. Setidaknya rasa bersalah itu perlahan berkurang.
"Tapi janji ya jangan bilang-bilang." Ucap Nozela.
Thalia memincingkan matanya. "Gue jadi curiga deh."
"Tck, janji dulu."
Nozela mengacungkan jari kelingkingnya pada Thalia, dengan cepat Thalia menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Nozela.
Nozela bangkit dari tidurannya, dia mengambil boneka beruang milik Thalia lalu memeluknya. Dia hanya akan menceritakan intinya saja, tak mungkin dia bilang kalau sempat di cium oleh William.
"Sebenarnya, William marah karena ini."
Thalia memperhatikan sahabatnya yang menyibak rambut pendeknya dan baju tidurnya. Mata Thalia terbelak, mulutnya terbuka lebar saat melihat tanda merah di leher Nozela.
"Jel, jangan bilang lo..."
"Ihh, kenapa pikiran kalian langsung ke arah situ sih?" Tanya Nozela dengan kesal.
Thalia menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Y-ya emang apa lagi, kalo bukan ke arah situ?"
"Ini nggak seperti yang kalian pikirin."
"Ya udah jelasin." Ucap Thalia.
"Tadi dia nggak sengaja lihat ini, terus dia marah. Dan gue nggak terima dong dimarahin sama Liam."
Thalia mengangguk-anggukkan kepalanya, sambil menopang dagu, dia mendengarkan dengan seksama cerita Nozela.
"Terus?"
"Gue bilang kalo ini bukan urusan dia, gue juga butuh privasi. Dan..."
Thalia mencondongkan tubuhnya. "Dan?"
"Tatapannya kaya kecewa, terus dia bilang dia sayang sama gue sama kaya Luna. Dia juga bilang jangan sampai gue nyesel."
"Nah, itu masalahnya." Ucap Thalia.
Nozela mengerutkan keningnya. "Maksudnya?"
"William marah karena nggak mau lo kenapa-napa Jel. Kita nggak tau gimana pikiran cowok."
"Tapi gue sama Leon nggak ngapa-ngapain anjir."
"Itu maksud gue. Lo nggak bakal tau Leon mau berbuat apa setelah dia bikin itu. C'mon Jel, jaman sekarang nggak ada yang nggak mungkin. Jadi saran gue, mending lo minta maaf sama Liam. Niat dia baik kok, dia cuma nggak mau lo sampai rusak dan menyesal di kemudian hari."
Nozela melemahkan bahunya. "Jadi, gue udah kelewatan ya sama dia?"
Thalia mengangguk. "Sebagai sahabat lo, gue juga agak marah sih. Tapi ya itu tadi, gue cuma sahabat dan nggak berhak ikut campur. Asal lo seneng gue ikut seneng, tapi pikirkan lagi apapun yang bakal lo lakuin biar nggak ngerugiin diri lo."
Nozela mengangguk pelan, dia merentangkan kedua tangannya membuat Thalia tersenyum. Thalia segera masuk ke dalam pelukan Nozela.
"Makasih ya Tha, lo emang sahabat terbaik gue sepanjang masa." Ucap Nozela tulus.
"Sama-sama Jel."
Thalia memejamkan matanya. "Ternyata hubungan kalian udah sejauh itu." Batinnya.
Nozela melepaskan pelukannya. Dia menidurkan tubuhnya di ranjang kost milik Thalia yang kecil itu.
"Kira-kira gue harus minta maaf yang gimana ya supaya William maafin gue?" Tanya Nozela sambil menatap langit-langit kost.
Thalia ikut merebahkan tubuhnya. "Kasih sesuatu yang dia suka, maybe."
"Ide bagus. Besok temenin gue ya Tha."
Thalia mengangguk lalu tersenyum. "Oke. Gue bakal bantuin lo suapa William mau maafin lo."