Sengketa Di Balik Digital

Sengketa Di Balik Digital

Bab 1 Peti Mati Dingin dan Sebuah Panggilan.

"Ini tidak bisa menunggu, Bu Sasha."

Napas Rama terengah-engah, butiran keringat membasahi pelipisnya meski udara pemakaman terasa dingin. Ia menyodorkan sebuah map tebal berwarna cokelat, segel resminya berkilau di bawah cahaya matahari sore yang pucat.

"Apa pun itu, Rama, bisa." Suara Sasha serak, nyaris tak terdengar. Matanya terpaku pada gundukan tanah merah yang masih basah, tempat separuh jiwanya baru saja terkubur. Debu dari tanah itu menempel di ujung sepatu kulitnya, sebuah noda nyata dalam dunia yang terasa kabur.

"Tidak, Bu. Ini… ini dari firma hukum Wibowo & Rekan. Atas nama Pak Hadi Wibowo."

Nama itu, seperti sengatan listrik, memaksa Sasha menoleh. Wajahnya yang pucat pasi menegang. "Hadi? Paman Bara? Untuk apa dia mengirimiku surat melalui pengacara?"

"Ini bukan surat biasa, Bu. Ini surat gugatan. Panggilan sidang." Rama menelan ludah, matanya menghindari tatapan Sasha. "Mereka menuntut pengalihan seluruh saham mayoritas milik almarhum Pak Bara kepada Pak Hadi."

Sasha terdiam sejenak. Angin sore meniup helai rambutnya yang terlepas dari sanggul duka. Ia tidak mengambil map itu. "Dengan alasan apa?"

"Mereka… mereka mendalihkan bahwa Ibu tidak kompeten secara emosional dan manajerial untuk memimpin Digital Raya yang biasa mereka sebut DigiRaya pascatragedi ini. Mereka menyebut Ibu 'pewaris yang sedang berduka dan tidak stabil'."

Tawa kering dan getir lolos dari bibir Sasha. Tawa yang tidak mencapai matanya. "Baru tiga jam jasad Bara di dalam tanah, dan serigala itu sudah melolong di depan pintu." Ia akhirnya mengambil map itu dari tangan Rama yang gemetar. Kertasnya terasa dingin, berat, seperti batu nisan. "Nyalakan mobil. Kita kembali ke kantor."

"Ke kantor, Bu? Bukan ke rumah?"

"Rumah sudah tidak ada lagi, Rama. Yang tersisa hanya benteng yang harus dipertahankan."

*****

Di dalam mobil, keheningan hanya dipecah oleh suara Sasha yang tajam. "Bacakan poin-poin utamanya. Aku tidak mau membaca basa-basi hukum mereka."

Rama membuka map dengan gugup, kacamatanya sedikit melorot. "Poin pertama, Tuan Hadi Wibowo, sebagai kerabat sedarah tertua dan anggota dewan senior, mengajukan permohonan darurat kepada pengadilan niaga untuk mengambil alih hak wali atas aset saham mayoritas yang ditinggalkan oleh almarhum Tuan Bara Adhitama."

"Hak wali," ulang Sasha, nadanya penuh racun. "Dia pikir aku anak kecil yang butuh pengawasan?"

"Poin kedua, gugatan melampirkan testimoni dari dua psikiater—yang tentu saja belum pernah bertemu Ibu—yang menyatakan bahwa kondisi mental seorang tunangan yang baru kehilangan pasangannya secara tragis tidak memungkinkan untuk pengambilan keputusan strategis berskala besar."

"Mereka menyerang mentalku."

"Secara eksplisit, Bu. Poin ketiga, mereka meminta pengadilan mengeluarkan perintah sementara untuk membekukan hak suara Ibu dalam RUPS luar biasa yang mereka minta diadakan dalam tujuh hari ke depan. Mereka mengklaim ini untuk 'melindungi perusahaan dari potensi kerugian akibat keputusan impulsif yang didasari duka'."

Sasha memejamkan mata, kepalanya bersandar pada kaca jendela yang dingin. Wajah Hadi terbayang jelas: senyumnya yang selalu terlalu lebar, matanya yang tidak pernah ikut tersenyum. Paman yang selalu memandang Bara sebagai saingan, bukan keponakan. "Dia sudah merencanakan ini. Jauh sebelum ambulans tiba di lokasi kecelakaan."

"Apa yang harus kita lakukan, Bu?" suara Rama bergetar.

"Telepon tim legal kita. Suruh mereka siap di ruang rapat utama dalam tiga puluh menit. Dan kau, siapkan semua data keuangan Bara. Proyeksi, riset, semua yang ada di server pribadinya. Aku butuh akses penuh."

"Tapi, Bu… akses server pribadi Pak Bara hanya bisa dibuka dengan otorisasi dua faktor dari… dari ponselnya."

Sasha membuka matanya. Tatapannya kini setajam belati. "Kalau begitu, kita ke ruangannya. Sekarang."

*****

Aroma kopi dan kayu mahoni yang khas dari ruangan Bara menyambutnya seperti hantu. Segalanya masih sama. Papan tulis penuh rumus algoritma, foto mereka berdua di Portofino tertawa di atas meja, sebuah jaket kulit tersampir di kursi. Untuk sesaat, pertahanannya nyaris runtuh. Ia menyentuh jaket itu, dingin.

"Sasha? Apa yang kau lakukan di sini?"

Suara itu memecah keheningan. Hadi Wibowo berdiri di ambang pintu, wajahnya memancarkan keprihatinan palsu yang membuat perut Sasha mual. Di belakangnya, dua orang satpam berbadan tegap berdiri kaku.

"Ini kantor saya, Hadi. Seingat saya, jabatan CEO Operasional masih melekat pada nama saya," jawab Sasha, memaksakan suaranya agar tidak bergetar.

"Tentu, tentu, Nak Sasha. Aku hanya khawatir. Seharusnya kau beristirahat, menenangkan diri. Biarkan kami yang mengurus perusahaan untuk sementara." Hadi melangkah masuk, tatapannya menyapu ruangan seolah sudah menjadi miliknya.

"Terima kasih atas perhatiannya, Paman. Tapi duka saya bukan urusan Anda. Dan perusahaan ini, sekarang menjadi tanggung jawab saya." Sasha berjalan menuju kabinet fail di sudut ruangan. "Saya butuh laporan keuangan proyek 'Nusantara-Net'."

Hadi menggeser tubuhnya, dengan santai menghalangi laci kabinet. "Aku rasa itu tidak bijaksana sekarang. Dokumen-dokumen itu sangat sensitif. Mengingat kondisi emosionalmu…"

"Kondisi emosional saya tidak menghalangi kemampuan saya membaca neraca keuangan," potong Sasha dingin. "Minggir."

"Aku tidak bisa membiarkanmu melakukannya." Nada Hadi berubah, keramahannya menguap, menyisakan baja dingin di bawahnya. "Ini demi melindungi warisan Bara. Dia tidak akan mau kau mengambil risiko dengan gegabah."

"Risiko?" Sasha maju selangkah, menatap langsung ke mata pamannya. "Risiko terbesar bagi perusahaan ini adalah keserakahanmu. Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau lakukan? Mengirim surat gugatan bahkan sebelum tanah di makam keponakanmu sendiri mengering?"

Wajah Hadi mengeras. "Itu adalah langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan DigiRaya dari pemimpin yang sentimental. Kau terikat pada Bara secara emosional. Aku terikat pada perusahaan ini secara rasional. Pengadilan akan melihat perbedaannya."

"Kalau begitu, biarkan pengadilan yang memutuskan." Sasha tidak mundur. "Sekarang, untuk terakhir kalinya, beri saya akses ke fail itu, atau saya akan memanggil satpam untuk menyeret Anda keluar dari ruangan saya."

Hadi tertawa pelan, sebuah suara serak yang mengerikan. "Satpam ini?" Ia melirik ke belakang. "Mereka melapor padaku sekarang, Sasha. Sebagian besar dewan direksi sudah setuju denganku. Ini bukan lagi pertarunganmu. Ini sudah selesai."

Sasha merasakan darahnya mendidih. Dunia menyempit menjadi sosok pria di hadapannya. Ia tidak lagi melihat paman tunangannya. Ia melihat musuh. Ia menarik napas dalam-dalam, menekan semua kesedihan, semua kerinduan, semua rasa sakit ke sudut tergelap di hatinya. Yang tersisa hanyalah es.

"Belum. Ini belum selesai," desisnya. "Kau salah besar jika mengira aku akan menyerahkan visi Bara kepadamu. Aku akan melawanmu. Di ruang rapat, di pengadilan, di setiap sudut perusahaan ini. Aku akan menghancurkanmu dengan warisannya sendiri."

Hadi menatapnya lama, seolah baru pertama kali melihat siapa Sasha sebenarnya. Senyum tipis yang penuh kemenangan tersungging di bibirnya. Ia melangkah mundur dari kabinet, memberinya jalan.

"Baiklah. Jika itu maumu."

Sasha berjalan melewatinya tanpa sepatah kata pun, punggungnya lurus dan kaku. Ia tidak menoleh ke belakang saat meninggalkan ruangan itu, meninggalkan aroma kopi Bara, meninggalkan hantu tawa mereka. Ia berjalan menyusuri koridor panjang menuju lobi utama, setiap langkahnya adalah sebuah deklarasi perang.

Saat ia mencapai pintu kaca lobi yang menjulang tinggi, suara Hadi kembali terdengar dari belakang, bergema di ruangan yang luas dan kosong.

"Keputusan Anda telah dibuat," Hadi menyeringai di lobi, "dan saya pastikan, Anda baru saja menandatangani surat kematian perusahaan ini."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!