💔 Dikhianati & Dibangkitkan: Balas Dendam Sang Ibu
Natalie Ainsworth selalu percaya pada cinta. Keyakinan itu membuatnya buta, sampai suaminya, Aaron Whitmore, menusuknya dari belakang.
Bukan hanya selingkuh. Aaron dan seluruh keluarganya bersekongkol menghancurkannya, merampas rumah, nama baik, dan harga dirinya. Dalam semalam, Natalie kehilangan segalanya.
Dan tak seorang pun tahu... ia sedang mengandung.
Hancur, sendirian, dan nyaris mati — Natalie membawa rahasia terbesar itu pergi. Luka yang mereka torehkan menjadi bara api yang menumbuhkan kekuatan.
Bertahun-tahun kemudian, ia kembali.
Bukan sebagai perempuan lemah yang mereka kenal, melainkan sebagai sosok yang kuat, berani, dan siap menuntut keadilan.
Mampukah ia melindungi buah hatinya dari bayangan masa lalu?
Apakah cinta yang baru bisa menyembuhkan hati yang remuk?
Atau... akankah Natalie memilih untuk menghancurkan mereka, satu per satu, seperti mereka menghancurkannya dulu?
Ini kisah tentang kebangkitan wanit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14: Pembersihan dan Tawa Dingin
Tepat pukul 11:00 siang, satu jam setelah penandatanganan memalukan itu, Natalie duduk di kursi Kepala Dewan Direksi, kursi yang diduduki mendiang ayah Aaron, dan yang terakhir diduduki Eliza. Hadiningrat berdiri di sampingnya. Ruangan itu kini terasa lebih luas, lebih dingin, dan secara paradoks, lebih bersih.
Aaron masih berada di ruangannya, dalam keadaan syok yang nyaris katatonik. Eliza, setelah diperintahkan keluar, pergi dengan janji balas dendam yang diucapkan dengan lirih. Tugas Natalie kini bukan lagi menghancurkan, tapi membangun kembali di atas puing-puing.
"Tuan Hadiningrat, segera umumkan kepada seluruh jajaran direksi dan manajemen tingkat atas, bahwa mulai saat ini, Elara Holding adalah pemegang saham pengendali. Saya akan memimpin rapat umum pertama sore ini," perintah Natalie, jarinya mengetuk meja.
"Sudah diumumkan secara internal, Nyonya. Tapi ada masalah. Banyak direktur kunci yang merupakan loyalis lama Whitmore," lapor Hadiningrat. "Mereka menyatakan akan hadir, tetapi ada potensi perlawanan internal. Mereka melihat Anda sebagai penyabot yang kini mengambil alih."
"Biarkan mereka berpikir begitu," balas Natalie dingin. "Mereka bisa memilih: tetap loyal pada nama yang sudah jatuh, atau bekerja keras di bawah manajemen baru yang efisien. Siapkan semua laporan keuangan, utang-piutang, dan proyek bermasalah. Saya ingin melihat seberapa busuk perusahaan ini dari dalam."
Sore itu, di ruang rapat yang sama, ketegangan terasa begitu pekat hingga bisa dipotong. Enam direktur utama duduk di sekeliling meja, wajah mereka tegang dan mencurigakan. Aaron duduk di kursi CEO-nya, wajahnya pucat, sesekali ia menatap Natalie dengan campuran kebencian dan kebingungan.
Natalie berdiri. Tidak ada sambutan ramah, tidak ada basa-basi. Ia langsung ke intinya.
"Selamat sore. Saya Natalie, dan mulai hari ini, saya adalah Pemegang Saham Mayoritas dan Ketua Dewan Direksi yang baru di Whitmore Group." Ia berhenti sejenak, membiarkan nama "Natalie" bergema, menekankan pengkhianatan yang mereka saksikan.
"Saya tahu Anda semua skeptis. Anda melihat saya sebagai penyerbu. Saya tidak menyalahkan Anda. Tapi saya ingin meluruskan satu hal: Saya tidak datang untuk menghancurkan Whitmore Group. Saya datang untuk menghidupkan kembali Whitmore Group."
Seorang direktur senior, Tuan Hendra—Kepala Divisi Properti, loyalis Eliza—berdeham.
"Dengan segala hormat, Nyonya Natalie," kata Tuan Hendra, nada suaranya penuh sindiran pasif-agresif. "Bagaimana kami bisa percaya? Anda telah menghabiskan satu tahun terakhir secara sistematis merusak harga obligasi kami, mengambil proyek utama kami, dan memicu krisis likuiditas Bank Sigma. Semua itu hanya untuk mengambil alih dengan harga $1. Bagaimana kami bisa yakin Anda tidak akan menjual aset inti kami untuk keuntungan Elara?"
Natalie memandangnya lurus. Matanya bersinar tajam.
"Tuan Hendra, Elara Holding tidak perlu menjual aset Whitmore. Kami punya cukup aset sendiri. Kami menghargai nilai Whitmore yang sebenarnya, bukan hanya nama-nya. Kenyataannya adalah, Anda semua telah gagal. Di bawah kepemimpinan Anda, perusahaan ini terlalu terekspos utang-piutang yang buruk, terlalu bergantung pada koneksi politik yang rapuh, dan yang terburuk, terlalu lambat untuk berinovasi."
Ia menoleh ke Aaron, senyum tipis menghiasi bibirnya. "Anda telah dibiarkan nyaman di bawah bayang-bayang dinasti, dan itu membuat Anda semua malas."
Natalie lalu menunjuk ke arah Hadiningrat. "Tuan Hadiningrat telah menyusun laporan keuangan lengkap. Ada puluhan proyek mangkrak dengan alokasi dana yang tidak jelas. Ada kontrak dengan pemasok yang harganya dinaikkan 20% tanpa alasan. Saya tidak tahu apakah ini karena korupsi, atau hanya ketidakmampuan manajemen. Tapi saya ingin laporan ini diselesaikan dalam 48 jam. Semua yang terlibat akan diselidiki."
Wajah para direktur langsung berubah serius. Mereka tidak takut pada Eliza yang emosional, tetapi mereka takut pada Hadiningrat yang dingin dan profesional, dan Natalie yang jelas-jelas memegang bukti.
"Siapa pun yang tidak sanggup atau tidak mau bekerja dengan standar efisiensi yang ketat, silakan serahkan surat pengunduran diri Anda besok pagi. Saya akan mengganti Anda dalam 24 jam. Saya tidak peduli dengan loyalitas lama. Saya hanya peduli dengan profitabilitas," tekan Natalie.
Aaron, yang selama ini diam, akhirnya angkat bicara, nadanya penuh kepahitan yang terpendam. "Kau tidak akan bisa melakukannya, Natalie. Kau bisa membeli saham, tapi kau tidak bisa membeli rasa hormat. Mereka tidak akan pernah menghormati seorang... ibu rumah tangga."
Natalie berbalik penuh, menatap mantan suaminya itu. Mata Aaron penuh kebencian yang putus asa.
"Ibu rumah tangga?" Natalie tertawa kecil, tawa yang menusuk tulang. "Aku adalah wanita yang sama yang kau remehkan di meja makan setiap malam. Aku adalah wanita yang diam-diam menyusun strategi perbankan dan real estat hanya dengan mendengarkan pembicaraanmu yang membosankan selama tiga tahun. Dan aku adalah wanita yang sekarang menjadi bosmu."
Ia mengambil napas, lalu memberikan pukulan pamungkas.
"Anda masih menjabat sebagai CEO, Tuan Whitmore," kata Natalie. "Tapi mulai besok, Anda akan bertanggung jawab langsung kepada saya untuk setiap keputusan. Dan tugas pertama Anda: datang ke kantor saya, dan minta maaf kepada Kenzo karena Anda nyaris menghancurkan warisannya. Jika Anda menolak, saya akan mencari alasan legal untuk memberhentikan Anda secara etis dalam seminggu."
Ancaman itu menghantam Aaron dengan keras. Ia tidak takut kehilangan jabatan; ia takut kehilangan martabatnya di depan anaknya.
Setelah rapat, banyak direktur yang bubar dengan cepat. Hanya tersisa dua orang:
Maya Wiranata, Direktur Keuangan yang terlihat muda dan cerdas, namun selalu dibungkam oleh Eliza.
Tuan Ridwan, Kepala Divisi Legal yang sangat berhati-hati.
Maya mendekati Natalie. "Nyonya Natalie, selamat datang. Saya tahu Anda tidak percaya pada siapa pun di ruangan ini, tapi saya harus katakan: kami sudah lama menunggu pembersihan ini. Kepemimpinan Nyonya Eliza dan Tuan Aaron membuat kami bekerja dengan mata tertutup."
"Saya hanya bekerja dengan data, Nona Wiranata. Apa yang Anda ketahui tentang 'proyek mangkrak' yang Hadiningrat sebutkan?" tanya Natalie.
"Sebagian besar adalah proyek properti fiktif, Nyonya. Bukan untuk pembangunan, tapi untuk mengalirkan dana keluar. Ini terkait dengan seorang Menteri yang dijanjikan saham dalam joint venture palsu," bisik Maya, melirik ke arah pintu. "Tuan Aaron menggunakan proyek-proyek ini untuk mendapatkan akses politik, tetapi dia kehilangan kendali."
Informasi itu penting. Natalie tahu bahwa pembersihan perusahaan akan melibatkan risiko politik. Inilah awal dari Babak II.
"Terima kasih atas informasinya, Nona Wiranata. Mulai besok, Anda melapor langsung kepada saya. Prioritas kita: memutus semua keterlibatan politik yang kotor tanpa memicu investigasi publik," ujar Natalie, memberikan kepercayaan pertamanya.
Keputusan Akhir:
Malam itu, Natalie duduk sendirian di kantor barunya. Kenzo menelepon, gembira karena Natalie memenangkan tender besar.
"Mama keren! Kenzo bangga!" kata suara Kenzo.
Natalie tersenyum, senyum tulus pertama yang ia tunjukkan hari itu. Ia menyadari, pembalasan hanyalah pintu masuk. Tujuan sebenarnya adalah masa depan Kenzo dan kekuatan mandiri.
Pembalasan telah selesai. Sekarang, ini adalah tentang kekuatan, pikir Natalie.
Ia mengirim pesan kepada Daniel, pengacaranya.
Natalie: Daniel, kita perlu mempercepat proses pengadilan. Aaron akan melawan. Tapi sekarang kita memiliki semua dokumen internal Whitmore. Kita harus menuntut hak asuh penuh Kenzo dan pengembalian asetnya secepatnya.