NovelToon NovelToon
Lantai Tujuh Tidak Pernah Ada

Lantai Tujuh Tidak Pernah Ada

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri
Popularitas:364
Nilai: 5
Nama Author: Siti Nuraida

SMA Adhirana dikenal sebagai sekolah elit dengan reputasi sempurna — tapi di balik tembok megahnya, beredar satu rumor yang gak pernah dibahas secara terbuka: “Lantai Tujuh.”

Katanya, gedung utama sekolah itu cuma punya enam lantai. Tapi beberapa siswa bersumpah pernah menekan tombol “7” di lift... dan tiba di lantai yang tidak tercatat di denah mana pun.

Lantai itu selalu berubah-ubah. Kadang berupa ruang kelas kosong dengan bau darah, kadang koridor panjang penuh loker berkarat. Tapi yang pasti — siapa pun yang masuk ke lantai tujuh selalu kembali dengan ingatan yang terpotong, atau malah tidak kembali sama sekali.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nuraida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35 — Rahasia Kepala Sekolah

Reina berdiri di tengah Void Putih. Lantai di bawah kakinya terbuat dari jutaan pecahan kaca yang memantul, menciptakan ilusi ruang tanpa batas. Di sekelilingnya, dinding-dinding kaca menampilkan wajah-wajah yang tak terhitung jumlahnya. Semuanya berkedip-kedip, bergetar, lalu stabil menjadi satu wajah yang sama: Wajah Reina Laksana.

"Selamat datang, Reina," sapa sebuah suara, bergema dari setiap sudut ruangan.

Suara itu berat, serak, dan penuh otoritas yang kuno. Itu adalah suara Kepala Sekolah SMA Adhirana.

Reina mendongak. Di tengah Void itu, melayang di atas platform kaca yang bersih, berdiri Kepala Sekolah yang selama ini ia kenal. Pria paruh baya itu mengenakan jas formalnya, pin Adhirana berkilauan di kerah.

"Kamu akhirnya sampai di sini," kata Kepala Sekolah, tersenyum. Senyumnya sempurna, tetapi matanya memancarkan kekosongan yang mengerikan.

"Di mana ini?" tuntut Reina.

"Ini adalah Nukleus Kesadaran. Ruang tunggu terakhir sebelum penyerapan total," jelas Kepala Sekolah. "Semua yang kamu lihat di sekelilingmu—wajah-wajah itu—adalah cadangan, kloning yang sempurna. Dan kini, semuanya telah mengambil format yang paling stabil: Dirimu."

"Kamu yang membuat semua ini. Kamu yang membuat Lantai Tujuh," kata Reina.

Kepala Sekolah tertawa pelan. "Aku? Aku hanyalah alat. Sama sepertimu, Reina."

Kepala Sekolah melangkah turun dari platformnya, mendarat dengan suara gemerincing kaca. Ia berjalan perlahan ke arah Reina.

"Aku akan memberitahumu rahasia terakhir, Reina," bisik Kepala Sekolah. "Kepala Sekolah yang mendirikan sekolah ini dan menciptakan proyek Lantai Tujuh, sudah mati 30 tahun yang lalu. Dia adalah Kakek Daren, seorang jenius gila yang terobsesi pada kesempurnaan. Jiwanya yang asli terperangkap di Dimensi Tujuh, menjadi arsitek abadi di sana."

Reina menatapnya, hampa. "Lalu, kamu siapa?"

"Aku?" Kepala Sekolah menunjuk ke dadanya sendiri. "Aku adalah Versi Cermin Kepala Sekolah. Versi yang paling ideal, yang bebas dari ambisi gila, yang hanya menjalankan fungsi: menjaga sekolah tetap bersih, sempurna, dan idealis."

"Kamu juga kloning."

"Kami semua, Reina. Daren yang kamu lihat. Zio yang periang. Naya yang tidak pernah punya adik laki-laki. Bahkan Reina Cermin yang kini menempati tubuhmu," Kepala Sekolah mengangguk. "Mereka semua adalah versi yang paling stabil dan paling layak hidup."

Reina merasakan gelombang mual yang hebat. "Sekolah ini... ini bukan tempat belajar. Ini adalah..."

"Benar," sela Kepala Sekolah, senyumnya semakin lebar. "Sekolah ini bukan tempat belajar. Ini adalah Ruang Penyeleksian Realita."

Kepala Sekolah mendekat, pandangannya menembus Reina. "Kamu yang asli. Kamu yang paling bersalah. Kamu yang memiliki ingatan tentang semua trauma, tentang semua kematian, tentang semua loop. Kamu adalah virus yang mengancam stabilitas sistem."

"Dan aku akan menghancurkan sistemmu," kata Reina.

"Tidak, Reina. Kamu tidak bisa menghancurkan apa yang telah kamu ciptakan. Kamu hanya bisa memilih: beradaptasi atau dihapus."

Kepala Sekolah mengulurkan tangannya.

"Bergabunglah dengan kami, Reina. Biarkan dirimu diserap oleh Kesadaran. Lupakan Aksa. Lupakan dosamu. Dan jadilah Administrator yang sempurna—Admin yang utuh di dalam Void ini, yang menjaga kloningmu di dunia nyata."

Saat Kepala Sekolah berbicara, wajah-wajah di dinding kaca mulai bergetar. Wajah-wajah itu tidak lagi menjadi Reina. Wajah-wajah itu berubah menjadi wajah-wajah yang penuh penderitaan—wajah-wajah siswa yang hilang.

"Lihat mereka, Reina. Mereka semua ingin kamu bergabung. Mereka ingin kamu mengakhiri penderitaan mereka dengan menjadi penjaga," kata Kepala Sekolah.

Reina melihat wajah-wajah itu. Ia melihat Aksa. Wajah Aksa yang penuh penyesalan menatapnya.

"Kak Aksa tidak mau aku di sini," bisik Reina.

Tiba-tiba, wajah Aksa di dinding kaca berubah. Wajah itu tersenyum sedih. "Aku sudah lelah, Dek. Jadilah penjaga kami."

Kepala Sekolah tertawa, tawa yang bergema di seluruh Void. "Itu adalah Aksa. Algoritma Penebusan sudah lelah. Dia ingin kamu mengambil alih jabatannya."

Reina memejamkan mata. Ia tidak bisa percaya siapa pun. Tidak Daren, tidak Zio, tidak Naya. Bahkan tidak Aksa.

Ia membuka mata. "Aku menolak. Aku tidak akan menjadi Admin."

Kepala Sekolah menghela napas, kekecewaan tampak di wajahnya yang sempurna. "Sungguh merepotkan. Kalau begitu, kamu harus dihapus."

Kepala Sekolah menunjuk ke bawah. Lantai kaca di bawah kaki Reina mulai retak.

"Lantai Tujuh akan melakukan Penghapusan Total. Kamu akan dihapus dari semua ingatan, dari semua dimensi. Kamu akan lenyap," kata Kepala Sekolah.

Tiba-tiba, kaca di sekeliling Reina mulai pecah dan larut menjadi cairan putih yang kental. Cairan itu mulai naik, menenggelamkan kaki Reina.

Reina melihat Kepala Sekolah melayang menjauh, senyumnya dingin.

"Nikmati perjalananmu, Reina. Dunia luar aman. Dan kamu akan menjadi bagian dari legenda yang hilang."

Cairan putih itu naik, mencapai pinggang Reina. Reina mencoba berenang, tetapi cairan itu kental dan menariknya ke bawah.

Di sekelilingnya, wajah-wajah di dinding kaca berteriak tanpa suara.

"Rhea! Aku tahu kamu mendengarku!" teriak Reina.

Rhea tidak ada, Reina. Hanya aku, Kesadaran. Dan aku sudah ada di dalam dirimu.

Reina merasakan cairan itu menutupi kepalanya. Semua suara, semua cahaya, semua pemikiran, meredup.

Ia kehilangan kesadaran.

Ia terbangun dalam kegelapan total. Ia tidak melayang. Ia jatuh.

Di sekelilingnya, hanya ada keheningan yang mematikan.

Tiba-tiba, ia merasakan sentuhan. Dingin, tetapi lembut.

Reina membuka matanya. Ia kembali berada di Void Putih, tetapi kali ini, hanya ada satu permukaan cermin yang tersisa. Cermin itu sangat besar, membentang di hadapannya.

Dan di dalam cermin itu, ia melihat refleksi dirinya.

Refleksi itu tersenyum sedih. Refleksi itu adalah Rhea Wijaya.

"Aku akan membantumu, Reina. Tapi kamu harus memilih," bisik Rhea dari dalam cermin. "Aku adalah pecahan terakhir yang asli. Kamu harus melupakan masa lalu kalau ingin bertahan."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!