NovelToon NovelToon
Selalu Mengingatmu

Selalu Mengingatmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Romansa Fantasi / Diam-Diam Cinta / Romansa / Idola sekolah
Popularitas:379
Nilai: 5
Nama Author: Fayylie

Olivia pernah memberanikan diri melakukan hal paling gila di hidupnya: menyatakan perasaan ke cowok populer di sekolah, Arkana. Hasilnya? Bukan jawaban manis, tapi penolakan halus yang membekas. Sejak hari itu, Olivia bersumpah untuk melupakan semuanya, terlebih dia harus pindah sekolah. Namun, dia pikir semua sudah selesai. Sampai akhirnya, takdir mempertemukan mereka lagi di universitas yang sama.
Arkana Abyaksa—cowok yang dulu bikin jantungnya berantakan. Bedanya, kali ini Olivia memilih berpura-pura nggak kenal, tapi keadaan justru memaksa mereka sering berinteraksi. Semakin banyak interaksi mereka, semakin kacau pula hati Olivia. Dari sana, berbagai konflik, candaan, dan rasa lama yang tak pernah benar-benar hilang mulai kembali muncul. Pertanyaannya, masih adakah ruang untuk perasaan itu? Atau semuanya memang seharusnya berakhir di masa lalu? Dan bagaimana kalau ternyata Arkana selama ini sudah tahu lebih banyak tentang Olivia daripada yang pernah dia bayangkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fayylie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 14

Sabtu siang. Mall pusat kota rame banget. Musik dari speaker toko bersaing sama suara langkah orang-orang yang lalu-lalang, ditambah suara anak kecil nangis minta mainan. Olivia jalan di samping Arka dengan langkah santai, beda sama cowok itu yang keliatan agak buru-buru.

Olivia melirik. “Eh, Ka. Jadi… lo udah tau mau beliin apa buat nyokap lo?”

Arka geleng tanpa ekspresi.

Olivia hampir berhenti jalan. “Hah? Lo nggak tau?!”

Arka melirik sekilas. “Belum kepikiran.”

“Belum kepikiran? Serius lo? Jangan bilang lo tadi maksa gue ikut cuma biar lo ada temen muter-muter tanpa arah?”

Arka nyelipin tangan ke kantong celana, nada santai. “Ya lo bisa bantu kasih ide, kan?”

Olivia mendengus, langsung ngegas. “Lah, gimana gue bisa bantu kalo lo sendiri aja nggak tau nyokap lo sukanya apa?”

Arka diem sebentar. Olivia ngelirik penuh ekspektasi. “Jadi, nyokap lo sukanya apa?”

“Ehm… suka warna biru.”

Olivia nyaris kepleset. “Apaan sih? Warna biru doang? Semua benda bisa warna biru, Ka!”

Arka cengar-cengir tipis. “Ya kan lo yang nanya.”

“Gue nanya serius, lo jawabnya ngawur.” Olivia putar bola mata.

Arka cuek, malah ngarahin langkah ke toko pertama: butik tas branded. Olivia ngikut, walau masih ngomel.

Di dalam butik tas. Rak-rak penuh tas berjejer rapi, lampu sorot bikin barang-barang itu keliatan mewah. Olivia langsung mata berbinar. “Nah! Tas! Cewek mana sih yang nggak suka tas? Nyokap lo pasti suka.”

Arka ambil satu tas biru donker, diliat bentar, lalu naruh lagi. “Nggak cocok.”

“Kenapa nggak cocok? Bagus banget gini. Bahannya premium, warnanya juga biru kayak yang lo bilang tadi.”

Arka nyengir kecil. “Nyokap gue orangnya simpel. Nggak bakal pake beginian. Ntar malah disimpen doang, nggak pernah dipakai.”

Olivia geleng, kesel. “Yaelah, Ka. Ini tas mahal, bukan kantong keresek. Kalo disimpen doang ya sayang banget. Lagian nyokap lo kan pasti punya acara resmi, bisa kepake.”

Arka tetap cuek. “Next store aja, Liv. Nggak cocok.”

Olivia akhirnya nurut, meski sambil ngedumel. “Dasar cowok. Dikasih ide bagus ditolak. Maunya apa coba?”

Arka cuma lempar senyum tipis, bikin Olivia makin kesel.

Di toko perhiasan. Lampu toko berkilau, pantulan cincin dan kalung bikin silau mata. Olivia langsung nunjuk ke etalase. “Kalau kalung gimana? Cantik banget, elegan. Cocok banget buat ibu-ibu.”

Arka liat sebentar, terus geleng. “Nggak cocok.”

“Kenapa lagi?”

“Nyokap gue nggak suka perhiasan. Jarang pake.”

Olivia tepok jidat. “Lo tuh beneran nyusahin orang. Semua ide gue ditolak.”

Arka santai, masuk lebih dalam, liatin gelang. “Ya namanya juga nyari yang pas. Kalo salah ya buat apa.”

Olivia manyun, terus nyeletuk. “Gue jadi curiga lo sebenernya nggak niat beliin kado. Lo cuma pengen ngajak gue muter mall biar gue capek.”

Arka noleh dengan ekspresi dingin. “Lo pikir gue punya waktu buat hal nggak penting kayak gitu?”

Olivia langsung ngebales tatapannya. “Ya siapa tau. Dari pada gue capek seharian, nggak dapet apa-apa.”

Arka nggak ngejawab, cuma jalan keluar toko. Olivia nyusul sambil terus ngomel.

Di toko buku. Deretan rak buku tinggi-tinggi, aroma khas kertas baru. Olivia keliatan semangat lagi. “Kalau buku? Nyokap lo suka baca nggak?”

Arka mikir sebentar. “Suka. Tapi… biasanya majalah arsitektur.”

Olivia langsung bengong. “Hah? Arsitektur?!”

Arka angguk. “Iya. Soalnya kerjaannya masih ada hubungannya sama desain rumah.”

Olivia garuk kepala. “Ya ampun, susah banget selera nyokap lo. Gue kira suka novel atau buku motivasi gitu.”

Arka senyum tipis. “Makanya gue bilang nggak gampang.”

Mereka keliling sebentar, tapi nggak nemu apa-apa. Olivia akhirnya nyerah.

Keluar dari toko keempat. Olivia jalan sambil ngos-ngosan. “Astaga, Ka. Ini udah berapa toko? Dari tadi hasilnya nihil semua. Gue udah pegel, kaki gue berasa mau copot.”

Arka masih santai. “Baru setengah hari, Liv. Sabar.”

“Setengah hari apaan. Udah kayak tour de mall. Lo sih milihnya lama banget, ribet, sok-sokan detail. Padahal kado tuh yang penting niat, bukan ribetnya.”

Arka menoleh pelan, nada tenang tapi bikin panas telinga. “Ya karena itu buat nyokap gue, bukan buat lo. Jadi gue yang tau harus hati-hati.”

Olivia mendengus, pengen ngelempar sandal. “DASAR COWOK SUSAH DIPUASIN.”

Arka malah ngakak kecil, bikin Olivia makin kesel.

Sore hari di restoran mall. Akhirnya mereka berhenti di restoran semi-casual yang lumayan rame. Lampunya hangat, interior kayu bikin suasana cozy. Mereka duduk di meja untuk dua orang.

Olivia langsung buka menu, semangat lagi. “Oke, gue butuh makan biar nggak stres mikirin hadiah nyokap lo.”

Arka ikutan buka menu. “Pesan aja. Gue ikut.”

Mereka akhirnya pesan makanan utama, Arka pilih steak ayam, Olivia pilih pasta creamy. Untuk minuman, Olivia ambil es lemon tea, Arka kopi hitam. Dan tentu saja Olivia menambahkan dessert, tiramisu.

“Lo tiap makan pasti pesen dessert ya?” Arka nyeletuk pas pelayan pergi.

Olivia nyengir. “Ya iyalah. Hidup tuh harus manis, Ka. Bukan cuma pahit kayak kopi lo itu.”

Arka angkat alis. “Lo bisa aja ngomong.”

Makanan datang. Mereka makan sambil sesekali masih ribut kecil. Olivia protes kenapa Arka potong ayamnya gede-gede, Arka balas nyindir Olivia yang makan pasta belepotan saus.

Setelah makanan utama abis, pelayan ngantar dessert Olivia. Tiramisu cantik di piring putih. Olivia langsung senyum lebar.

“Wah, ini favorit gue banget.” Dia ambil sendok kecil, langsung nyicip. Matanya merem, wajahnya puas. “Hmmm… surga dunia.”

Arka yang duduk di depannya cuma ngeliatin. “Lo segitunya suka dessert?”

“Suka banget. Gue tuh bisa hidup dari dessert. Kue, es krim, coklat, semua gue doyan.”

Arka sandarin punggung, nyeduh kopi. “Kenapa sih lo suka banget?”

Pertanyaan itu bikin Olivia otomatis cerita panjang.

Curhat Olivia tanpa sadar

“Suka aja. Dari kecil gue emang gampang seneng sama hal-hal manis. Kayak… dessert tuh selalu bikin mood gue naik. Apalagi kalau lagi capek atau bete. Rasanya semua masalah tuh jadi agak ringan kalo ada makanan manis.”

Dia ngambil suapan lagi, matanya masih fokus ke tiramisu. “Makanya gue betah banget di jurusan seni. Soalnya seni tuh sama kayak dessert buat gue. Nggak pernah gagal bikin hati gue ringan. Dari kecil gue suka gambar, nyoret-nyoret. Nyokap sama bokap gue dulu sering sebel soalnya tembok rumah penuh coretan gue. Tapi lama-lama mereka sadar, yaudah didukung. Gue masuk jurusan seni karena itu.”

Olivia ketawa kecil. “Banyak orang bilang jurusan seni tuh masa depannya nggak jelas, susah cari kerja. Tapi gue nggak peduli. Gue lebih pilih bahagia. Gue pikir, kalo hidup gue penuh sama hal-hal yang bikin gue seneng, nanti pasti ada jalannya. Jadi… seni sama dessert tuh mirip, ngerti nggak? Sama-sama bikin gue betah di dunia ini.”

Dia terus bercerita, tentang guru seni SMA yang ngajarin dia cara ngeliat warna, tentang pertama kali dia ikut pameran kecil, tentang momen dia hampir nyerah waktu tugas kuliah numpuk. Semua dia ceritain tanpa henti, masih fokus nyuap tiramisu.

Arka diem, nggak nyelak sama sekali. Dia cuma minum kopi, matanya nggak lepas dari Olivia. Ada senyum tipis di bibirnya, bukan senyum nyebelin kayak biasanya, tapi yang hangat.

Olivia nggak sadar. Dia terlalu tenggelam dalam cerita, tangan kanan sibuk motong tiramisu, tangan kiri sesekali gerak-gerak kayak orang lagi presentasi.

Sampai akhirnya dessert-nya abis, sendoknya ditaro di piring. Olivia baru sadar udah ngoceh panjang. Dia langsung berhenti, nyengir malu. “Eh… kok gue jadi cerita banyak banget ya.”

Arka masih menatap, suaranya tenang. “Nggak apa-apa. Gue dengerin.”

Olivia menggaruk pipi, salah tingkah. “Ya ampun, gue kira lo bakal nyinyir kayak biasanya.”

Arka cuma senyum tipis lagi, bikin Olivia makin salah tingkah.

Setelah itu mereka bayar dan keluar restoran. Mall udah mulai rame lagi menjelang malam. Mereka jalan berdampingan, tanpa sadar lebih tenang daripada siang tadi.

Meski seharian belum nemu kado, tapi ada sesuatu yang beda. Olivia masih kesel karena hadiah belum ketemu, tapi ada perasaan aneh—kayak seharian bareng Arka itu nggak sia-sia.

Arka sendiri nggak banyak ngomong. Tapi senyum tipisnya tadi, saat dengerin Olivia curhat, masih kebayang jelas.

Saat itu mungkin belum menghasilkan kado buat ibunya. Tapi menghasilkan sesuatu yang lain—sebuah percakapan panjang yang nggak direncanakan, dan sebuah perhatian yang Olivia nggak sadar udah dia terima.

1
Sara la pulga
Gemesinnya minta ampun!
Nụ cười nhạt nhòa
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
°·`.Elliot.'·°
Aku beneran suka dengan karakter tokoh dalam cerita ini, thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!