kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 14 . kedekatan ayu dan rifai
"...Kamu itu sahabat terbaikku, Yu. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa," ucap Rifa'i tulus. Ia tidak ingin kehilangan Ayu.
Ayu tersenyum lemah, merasa terharu dengan perhatian Rifa'i. "Makasih, Bang. Aku jadi merasa lebih baik," bisiknya.
Rifa'i mengangguk, lalu mengambil buku dari tasnya. "Aku bacain cerita ya? Siapa tahu bisa bikin kamu ngantuk," tawarnya lembut.
Ayu mengangguk setuju. Rifa'i mulai membacakan cerita dengan suara pelan dan menenangkan. Ayu mendengarkan dengan saksama, perlahan-lahan matanya mulai terasa berat.
Tanpa sadar, Ayu terlelap. Rifa'i terus membacakan cerita, bahkan setelah ia menyadari Ayu sudah tidur. Ia tidak ingin berhenti, ia ingin memastikan Ayu tidur dengan nyenyak.
Malam semakin larut, Rifa'i merasa kantuk mulai menyerang. Ia mencoba menahan diri, ia ingin tetap menemani Ayu sampai pagi. Ia menyandarkan kepalanya di kursi, matanya sesekali terpejam.
Akhirnya, Rifa'i pun tertidur. Ia tidur dengan posisi duduk, tangannya masih memegang buku cerita.
Pagi datang, mentari pagi menyinari kamar rawat Ayu. watu terbangun, merasa heran melihat Rifa'i tertidur di samping ranjang Ayu. Ia membangunkan ibunya ayu yang tidur di sofa.
"tante, lihat deh," bisik wati sambil menunjuk Rifa'i.
Ibu Ayu terkejut melihat Rifa'i. "Lho, kok Rifa'i bisa ada di sini?" tanyanya heran.
Mereka berdua mendekati Rifa'i dan Ayu. Mereka melihat Rifa'i tertidur dengan posisi duduk, tangannya masih memegang buku cerita. Sementara Ayu, tidur dengan nyenyak.
Wati tersenyum haru. Ia tahu, Rifa'i pasti sangat menyayangi Ayu. Ia tidak menyangka, Rifa'i rela begadang semalaman hanya untuk menemani sahabatnya.
"Sejak kapan Rifa'i di sini ya?" bisik Wati.
Ibu Ayu menggelengkan kepala. " tante juga tidak tahu. Mungkin dia datang setelah kita semua tidur," jawabnya.
Tiba-tiba, Rifa'i menggeliat dan membuka matanya. Ia terkejut melihat wati dan Ibu Ayu menatapnya.
"Eh, maaf, Bu, mbak. Aku ketiduran," ucap Rifa'i dengan wajah malu.
wati tersenyum. "Tidak apa-apa, bang. Makasih ya, sudah menemani Ayu," ucapnya tulus.
Rifa'i tersenyum .
"Ayu pasti senang banget ditemani sama kamu," kata wati lagi.
Rifa'i menoleh ke arah Ayu. Ia tersenyum melihat Ayu masih tertidur dengan pulas.
"Aku cuma ingin memastikan dia baik-baik saja," jawab Rifa'i.
Ayu mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya pagi yang masuk melalui jendela kamar rumah sakit. Kepalanya masih terasa sedikit pusing, dan tubuhnya pegal-pegal.
"Eugh..." Ayu melenguh pelan.
Rifa'i, yang sejak semalam menunggui Ayu, langsung terbangun dari tidurnya. Ia menghampiri Ayu dengan wajah khawatir.
"Yu, kamu udah bangun? Ada yang sakit?" tanya Rifa'i lembut.
Ayu tersenyum tipis. "Nggak kok, Bang. Cuma pusing dikit aja," jawabnya dengan suara serak.
"Mau minum?" tawar Rifa'i sambil mengambilkan segelas air putih.
Ayu mengangguk. Rifa'i membantu Ayu minum dengan hati-hati.
"Makasih ya, Bang," ucap Ayu setelah selesai minum.
"Santai aja, Yu. Udah kewajiban sahabat kok," jawab Rifa'i sambil tersenyum.
Ayu terkekeh pelan. "Abang emang sahabat terbaik deh," ujarnya.
"Iyalah, siapa lagi coba yang mau begadang di rumah sakit demi nemenin kamu?" balas Rifa'i sambil bercanda.
Ayu tertawa kecil. "Iya sih, nggak ada yang se-gila Abang," katanya.
"Enak aja! Ini namanya setia kawan, tahu!" sanggah Rifa'i pura-pura kesal.
"Iya, iya, Abang emang paling setia," ujar Ayu sambil mengacungkan jempol.
"Gitu dong!" Rifa'i tersenyum bangga. "Eh, kamu mau makan apa? Ibu udah bawain bubur ayam tuh," tawarnya.
"Boleh deh, tapi suapin ya? Tanganku masih lemes," pinta Ayu dengan nada manja.
"Siap, Bos! Apa sih yang nggak buat sahabat ku ini ?" jawab Rifa'i sambil mengambil mangkuk bubur ayam.
Rifa'i mulai menyuapi Ayu dengan sabar. Mereka berdua bercanda dan tertawa, seolah tidak terjadi apa-apa.
"Enak?" tanya Rifa'i setelah Ayu menghabiskan beberapa suap.
"Enak banget! Bubur ayam buatan Ibu emang nggak ada duanya," jawab Ayu sambil mengunyah.
"Iya, bener. Kamu beruntung banget punya Ibu yang jago masak," kata Rifa'i.
"Abang juga beruntung punya sahabat kayak aku," balas Ayu sambil mengedipkan sebelah mata.
"Hahaha, iya deh, iya. Kita sama-sama beruntung," ujar Rifa'i sambil tertawa.
Setelah selesai makan, Ayu merasa lebih baik. Ia bersandar di bantal dan menatap Rifa'i dengan tatapan penuh terima kasih.
"Bang, makasih banyak ya. Abang udah nemenin aku, udah jagain aku, udah nyuapin aku... ," ucap Ayu tulus.
Rifa'i tersenyum lembut. "Yu, kita kan sahabat. Udah seharusnya kita saling bantu, saling jaga. Kamu nggak perlu berterima kasih. Yang penting, kamu cepat sembuh ya," jawabnya.
Ayu mengangguk. "Iya, Bang. Aku janji, aku akan cepat sembuh," ujarnya dengan semangat.
Rifa'i tersenyum lega. Ia tahu, Ayu adalah gadis yang kuat dan tegar. Ia yakin, Ayu pasti bisa melewati masa sulit ini.
"Nah, gitu dong! Semangat!" Rifa'i menyemangati Ayu. "Sekarang, kamu istirahat lagi ya. Biar cepat pulih," ujarnya.
Ayu mengangguk. Ia memejamkan mata dan mencoba untuk tidur. Rifa'i duduk di sampingnya, menemaninya sampai ia tertidur pulas.
Suasana kamar rawat Ayu kembali tenang setelah Ayu terlelap. Rifa'i menghela napas lega. Ia merapikan selimut Ayu dan menyingkirkan sisa-sisa bubur ayam.
"Tidur nyenyak ya, Yu.
Ayu kembali terlelap dalam tidurnya yang pulas. Kelegaan dan ketenangan memenuhi hatinya. Sementara itu, Rifai, yang sedari tadi setia menemani, berpamitan karena harus segera berangkat bekerja.
"om, tante , saya pamit dulu ya. saya Harus berangkat kerja " ujarnya sopan sambil menyalami kedua orang tua Ayu.
"Iya, Nak Rifai. Hati-hati di jalan. Terima kasih sudah menemani Ayu," jawab Ibu Ayu dengan senyum tulus.
Rifai mengangguk, tersenyum, lalu melangkah keluar ruangan, meninggalkan ruangan Ayu.
Rifai melangkah keluar dari ruang rawat Ayu, hatinya terasa lebih ringan.
Ia menyusuri lorong rumah sakit yang ramai, menuju ke area parkir kendaraan. Langkahnya mantap, pikirannya sudah fokus pada pekerjaan yang menantinya. Sesampainya di parkiran, Rifai segera mencari motornya, bersiap untuk memulai hari dengan semangat baru.
Rifai menyalakan motornya, suara mesin memecah keheningan parkiran yang mulai ramai. Ia menarik napas dalam, mencoba menghirup udara segar sebanyak mungkin sebelum kembali bergelut dengan pekerjaan. Pikirannya masih tertinggal di ruang rawat, membayangkan wajah damai Ayu saat tertidur. Senyum tipis terukir di bibirnya. Ia berharap, setelah bangun nanti, Ayu akan merasa lebih baik dan semangatnya kembali membara.
Dengan perlahan, Rifai memacu motornya keluar dari area parkir rumah sakit. Jalanan Jakarta yang padat langsung menyambutnya. Ia menyelinap di antara mobil dan motor, berusaha secepat mungkin sampai ke kantor. Pikirannya sudah dipenuhi dengan daftar pekerjaan yang harus diselesaikan