kisah cinta di dalam sebuah persahabatan yang terdiri atas empat orang yaitu Ayu , Rifa'i, Ardi dan Linda. di kisah ini Ayu mencintai Rifa'i dan Rifa'i menjalin hubungan dengan Linda sedangkan Ardi mencintai Ayu. gimana ending kisah mereka penasaran kaaan mari baca jangan lupa komen, like nya iya 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Husnul rismawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 23 terungkapnya kebenaran
Rifa'i memeluk Linda erat, merasakan kehangatan dan ketenangan yang selalu ia dapatkan dari calon istrinya itu. Setelah beberapa saat berpelukan, mereka melepaskan diri dan saling menatap dengan senyum tulus.
"yang, aku jadi kepikiran sesuatu," kata Rifa'i tiba-tiba, matanya berbinar.
"Kepikiran apa, Sayang?" tanya Linda penasaran.
"Gini, kan kamu bilang aku jangan terlalu fokus sama pelakunya, tapi fokus sama diri sendiri dan pekerjaan. Nah, aku kepikiran buat bikin gebrakan baru di sekolah," jawab Rifa'i semangat.
"Gebrakan apa?"
"Aku mau bikin program mentoring buat siswa-siswa yang kurang berprestasi atau punya masalah pribadi. Aku pengen jadi tempat mereka curhat, bantu mereka menemukan potensi diri, dan memberikan motivasi biar mereka semangat belajar," jelas Rifa'i.
Linda tersenyum lebar mendengar ide Rifa'i. "Wah, itu ide bagus banget, Sayang! Aku yakin program kamu pasti bermanfaat buat banyak siswa. Kamu emang guru yang hebat!" puji Linda.
"Iya, aku juga berharap begitu. Aku pengen membuktikan kalau aku bisa memberikan kontribusi positif buat sekolah dan masyarakat. Aku nggak mau cuma diam dan meratapi nasib," ujar Rifa'i dengan tekad membara.
"Nah, gitu dong! Aku dukung banget ide kamu. Kalau kamu butuh bantuan, jangan sungkan-sungkan bilang sama aku ya," kata Linda.
"Pasti, Sayang. Kamu kan partner terbaikku," jawab Rifa'i sambil mencubit pipi Linda gemas.
Malam itu, Rifa'i dan Linda menghabiskan waktu bersama dengan merencanakan program mentoring yang akan dijalankan Rifa'i di sekolah. Mereka berdiskusi tentang konsep, strategi, dan target yang ingin dicapai. Rifa'i merasa sangat bersemangat dan termotivasi dengan dukungan Linda.
Malam itu, setelah berjam-jam merencanakan program mentoring yang akan dijalankan Rifa'i di sekolah, Linda melirik jam dinding. Sudah hampir pukul 10 malam.
"Yang, udah malem nih. Aku harus pulang," ucap Linda sambil membereskan kertas-kertas yang berserakan di meja.
"Yah, kok cepet banget sih? Padahal aku masih pengen ngobrol sama kamu," jawab Rifa'i dengan nada kecewa.
Linda tersenyum dan mengelus pipi Rifa'i lembut. "Aku juga pengennya gitu, Sayang. Tapi besok aku harus kerja. Kamu juga kan harus istirahat buat ngajar besok," kata Linda mengingatkan.
"Iya sih, bener juga. Yaudah deh, aku anterin kamu ke depan ya," ujar Rifa'i sambil berdiri dari duduknya.
Mereka berdua berjalan menuju pintu depan. Di depan pintu, Rifa'i memeluk Linda erat.
"Makasih ya, Lin, udah nemenin aku dan bantuin aku nyusun program mentoring ini. Kamu emang selalu ada buat aku," bisik Rifa'i di telinga Linda.
"Sama-sama, Sayang. Aku seneng kok bisa bantuin kamu. Aku yakin program kamu pasti sukses," jawab Linda sambil membalas pelukan Rifa'i.
Setelah berpelukan beberapa saat, mereka melepaskan diri. Rifa'i menatap Linda dengan tatapan penuh cinta.
"Hati-hati ya di jalan. Kabarin aku kalau udah sampe rumah," pesan Rifa'i.
"Siap, Bos! Kamu juga jangan lupa istirahat ya. Jangan begadang mikirin program mentoring terus," balas Linda sambil tersenyum.
Rifa'i mengangguk dan mencium kening Linda lembut. "Iya, Sayang. Kamu juga ya," kata Rifa'i.
Linda melambaikan tangan dan berjalan menuju motornya yang terparkir di depan rumah Rifa'i. Rifa'i memperhatikan Linda hingga motornya menghilang dari pandangan.
Setelah Linda pergi, Rifa'i masuk kembali ke dalam rumah dengan perasaan yang lebih tenang dan bersemangat. Ia merasa beruntung memiliki calon istri seperti Linda yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepadanya.
Rifa'i membersihkan meja dan merapikan kertas-kertas yang tadi mereka gunakan untuk merencanakan program mentoring. Ia kemudian mengambil buku catatan dan mulai menuliskan ide-ide yang muncul di benaknya.
Meskipun Linda sudah pulang, Rifa'i tetap merasa ditemani oleh kehadirannya. Ia tahu bahwa Linda selalu ada untuknya, baik secara fisik maupun emosional. Hal itu membuatnya semakin termotivasi untuk memberikan yang terbaik dalam segala hal yang ia lakukan.
Sebelum tidur, Rifa'i mengirimkan pesan singkat kepada Linda.
"Udah sampe rumah ya, Sayang? Makasih ya buat hari ini. Aku sayang banget sama kamu. 😘"
Tidak lama kemudian, Linda membalas pesannya.
"Udah sampe kok, Yang. Kamu juga jangan lupa istirahat ya. Aku juga sayang banget sama kamu. ❤️"
Rifa'i tersenyum membaca pesan dari Linda. Ia kemudian mematikan lampu dan berbaring di tempat tidur. Dalam hati, ia berjanji akan bekerja keras untuk mewujudkan program mentoringnya dan membuktikan kepada semua orang bahwa ia adalah guru yang berkualitas dan pantas untuk dihormati. Ia juga berjanji akan menjadi suami yang baik bagi Linda dan membahagiakannya seumur hidupnya. Dengan pikiran yang positif dan hati yang penuh cinta, Rifa'i pun terlelap dalam tidurnya.
Keesokan harinya, Rifa'i menemui kepala sekolah dan menyampaikan idenya tentang program mentoring. Kepala sekolah menyambut baik ide tersebut dan memberikan izin kepada Rifa'i untuk melaksanakannya.
"Saya sangat mendukung ide kamu, Rif. Saya percaya kamu bisa memberikan dampak positif bagi siswa-siswa kita. Silakan kamu siapkan proposalnya dan segera laksanakan program ini," ujar kepala sekolah.
Rifa'i merasa senang dan berterima kasih atas dukungan kepala sekolah. Ia segera menyusun proposal program mentoring dan mempersiapkannya dengan matang.
Beberapa hari kemudian, program mentoring Rifa'i resmi diluncurkan di sekolah. Program ini mendapat sambutan positif dari siswa dan guru. Banyak siswa yang tertarik untuk mengikuti program ini dan mendapatkan bimbingan dari Rifa'i.
Rifa'i menjalankan program mentoring dengan penuh dedikasi dan semangat. Ia memberikan perhatian khusus kepada setiap siswa yang mengikuti program ini. Ia mendengarkan keluh kesah mereka, memberikan motivasi, dan membantu mereka menemukan solusi atas masalah yang dihadapi.
Berkat program mentoring Rifa'i, banyak siswa yang mengalami peningkatan prestasi dan perubahan perilaku yang positif. Mereka menjadi lebih percaya diri, termotivasi, dan memiliki semangat belajar yang tinggi.
Namun, di tengah kesuksesan program mentoringnya, Rifa'i masih belum melupakan masalah laporan palsu yang telah mencoreng nama baiknya. Ia terus mencari tahu siapa dalang di balik laporan tersebut.
Suatu hari, Rifa'i tidak sengaja mendengar percakapan antara dua orang guru senior di ruang guru. Mereka sedang membicarakan tentang Rifa'i dan program mentoringnya.
"Lihat saja, lama-lama Rifa'i itu akan semakin besar kepala. Dia pikir dia paling hebat di sekolah ini," ujar salah seorang guru senior dengan nada sinis.
"Iya, saya juga nggak suka sama dia. Mentang-mentang masih muda, gayanya sok modern. Padahal ilmunya belum seberapa," timpal guru senior lainnya.
Rifa'i terkejut mendengar percakapan tersebut. Ia mulai curiga bahwa kedua guru senior itulah yang telah melaporkan dirinya ke dinas pendidikan.
Tanpa membuang waktu, Rifa'i menghampiri kedua guru senior tersebut dan menanyakan langsung kepada mereka.
"Maaf, Bapak-bapak, saya mau tanya. Apa benar Bapak-bapak yang melaporkan saya ke dinas pendidikan?" tanya Rifa'i dengan nada tegas.
Kedua guru senior tersebut tampak terkejut dan gugup. Mereka berusaha mengelak dan membantah tuduhan Rifa'i.
"Kamu bicara apa sih, Rif? Kami nggak tahu apa-apa tentang laporan itu," ujar salah seorang guru senior.
"Jangan mengelak, Pak. Saya sudah mendengar percakapan Bapak-bapak tadi. Saya tahu Bapak-bapak tidak suka dengan saya dan program mentoring saya," kata Rifa'i.
Setelah didesak oleh Rifa'i, akhirnya kedua guru senior tersebut mengakui perbuatan mereka. Mereka mengaku merasa iri dengan kesuksesan Rifa'i dan tidak suka dengan metode mengajarnya yang dianggap terlalu modern.
Rifa'i merasa kecewa dan marah mendengar pengakuan tersebut. Ia tidak menyangka bahwa orang yang selama ini ia hormati dan anggap sebagai senior justru tega berbuat jahat kepadanya.
Namun, Rifa'i berusaha untuk tetap tenang dan tidak terpancing emosi. Ia mengatakan kepada kedua guru senior tersebut bahwa ia memaafkan mereka, tetapi ia tidak akan melupakan perbuatan mereka.
"Saya maafkan Bapak-bapak, tapi saya harap Bapak-bapak tidak mengulangi perbuatan ini lagi. Mari kita bekerja sama untuk memajukan sekolah ini," ujar Rifa'i dengan bijak.
Kedua guru senior tersebut merasa malu dan menyesal atas perbuatan mereka. Mereka meminta maaf kepada Rifa'i dan berjanji tidak akan mengganggunya lagi.
Setelah masalah laporan palsu tersebut selesai, Rifa'i merasa lega dan tenang. Ia dapat kembali fokus pada pekerjaannya dan program mentoringnya.
Berkat kerja keras dan dedikasinya, Rifa'i berhasil menjadi guru yang sukses dan dihormati. Ia juga berhasil membuktikan bahwa ia tidak bersalah dan layak untuk menjadi guru yang dicintai.