Perjanjian Dengan Tuan Muda 2 (Perginya Nona Ariel)

  Dua pria itu menggiring Ariel menuju bandara, didalam mobil Ariel termenung, kilas balik 3 tahun yang lalu kembali berputar. Setelah merasakan kenyamanan bersama keluarga palsunya kini Ariel harus kembali pada kehidupan aslinya, kehidupan yang sudah dia tinggalkan selama 3 tahun.

       Wajah Alfred tiba-tiba terlintas, kenapa harus mengingatnya....

    Pernikahan singkat yang dibangun dalam beberapa lembar kertas meninggalkan kesan yang seumur hidup tidak akan pernah bisa dilupakan, ditambah laki-laki itu yang pertama kali menyentuhnya.

         Dia sudah bisa berjalan, tahta yang diinginkan pun sudah dia dapat kembali dan tinggal selangkah lagi, cinta pertamanya pun akan kembali.... apa lagi? semuanya sudah Alfred dapat. Dia pasti bahagia.

        Ariel menghela nafasnya panjang, meloloskan pikiran yang menumpuk. Wanita ini mengeluarkan ponselnya, membuka kaca mobil, lepaskan! Tinggalkan, tanpa ada jejak....

       Tangan Ariel yang menggenggam ponsel keluar dari kaca.....

TAK!

    Ariel menjatuhkan ponsel itu, membiarkannya membentur aspal ditambah, dari arah belakang, mobil yang berkecepatan tinggi.

     BLES.... Dalam hitungan detik, mobil lain melindas benda pipih itu membuat barang yang berguna itu hancur berkeping-keping....

       Ariel meraih paper bag yang sebelumnya dia dapatkan dari dua pria yang memaksanya pulang.

            Ada satu set pakai yang sering dia gunakan 3 tahun yang lalu. Lagi-lagi wanita ini menghela nafas berat, wajahnya menggambarkan kepasrahan juga kekecewaan.

     .....

            Di Bandara, Kota Mandalika.

   . Justin yang baru saja mendarat dari luar kota, secara tidak sengaja melihat sosok Ariel. Laki-laki ini memperhatikan serius apa benar yang dia lihat kakak iparnya.

      Tidak mungkin! Seharusnya dia ada dikediaman utama, kan! Pikir Justin.

      Ariel mengenakan topi hitam dan pakaiannya pun sangat berbeda dari yang sering Justin lihat. Meyakinkan laki-laki itu jika yang dia lihat bukan Ariel.

            .....

          Kediaman utama Smith.

"Al, siapa yang akan menjemput Ariel?" tanya Ayunda.

    "Arthur!"

         Ayunda yang sudah tidak sabar kembali bertanya, "Kapan?"

   "Sebentar lagi."

            Secara bersamaan, Justin tiba.

Laki-laki ini sebenarnya enggan untuk pulang apalagi menghadiri pelantikan Alfred, hari dimana kekuasaannya di renggut. Tapi, bagi anak yang terlahir dari selir, tidak bisa memilih, protes atau menghindar. Dia harus patuh dengan ketentuan Keluarga.

             "Jadi...kakak ipar belum datang?" gumam Justin setelah mendengar obrolan Alfred dan Ayunda, seketika dia mengatakan wanita yang ada di bandara.

        "Justin, kamu sudah pulang, nak!" Ayunda langsung menyambutnya, "Bagaimana perjalanan?"

      "Seperti biasa, semuanya berjalan dengan baik."

    "Syukurlah! Sekarang istirahatlah. Malam acaranya baru akan di mulai."

     "Iya, terima kasih Bu." Justin melirik Alfred yang malah membuang wajah saat ia melihatnya, "Al," panggil Justin.

            Alfred hanya melirik sekilas, bukan hanya pada Jonas, pada Justin pun Alfred juga sangat membencinya.

                "Al, Justin. Mama tinggal dulu ya, ada yang harus mama cek." Pamit Ayunda, lalu meninggalkan dua putranya.

   Saat Ayunda pergi, Justin mendekati kursi roda Alfred, "Al, aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat padamu, tapi.... sepertinya aku terlambat, Milea pasti lebih dulu mengucapnya." Justin menunduk menatap kedua kakinya, "Meskipun kedua kakiku ini masih sangat sehat dan sempurna tapi tidak bisa mengalahkan mu yang terlahir dari rahim, mama Ayunda. Aku sebenarnya ingin berperang denganmu Al, tapi aku menghormati mama Ayunda."

         Alfred menyeringai, "Kau ingin menunjukkan wajah aslimu sendiri, atau aku yang membongkarnya?"

     Justin menelan ludahnya, terlihat kekhawatiran yang mendalam tapi dengan cepat Justin mengendalikan wajah mencurigakan itu. "Kau bicara apa Al? Semua sudah kamu dapatkan kembali termasuk Milea, kenapa kamu masih terlihat belum puas?"

"Kau ingin aku puas? Tunggu saatnya tiba...."

....

Di Kastil.

Imel, dengan keringat dingin sebesar biji jagung yang terus menetes dari keningnya, memanjatkan doa pada Tuhan. Wajahnya sangat gelisah berulang kali dia mondar-mandir melihat gerbang, jari tangannya gemetar, selain gelisah wanita ini juga ketakutan.

Imel langsung beranjak kala melihat penjaga yang sebelumnya dia utus untuk mencari Ariel, wajahnya muram harapan lolos sudah. Penjaga itu menuntun sepeda Ariel tapi tidak dengan pemiliknya.

"Di mana nona Ariel?" tanyanya dengan tangan yang semakin gemetar.

"Saya tidak menemukannya, bahkan dikediaman bapak Yuran pun tidak ada, hanya ini... sepeda nona Ariel yang saya temukan di pinggir jalan Hutan.'

Tidak ada....

Imel lemas, sebentar lagi Arthur datang menjemput, bagaimana ini?

"Apa kamu sudah mencari sekali lagi?"

"Sudah! Tapi hasilnya nihil. Imel, bagaimana ini? Apa yang harus kita katakan pada tuan muda?"

Entahlah... Imel pun tidak tahu harus bicara apa!

Nona, bukankah Anda sudah berjanji akan segera pulang?

Saat masalah belum terpecahkan dan tidak ada tanda-tanda Ariel pulang. Mobil Arthur sudah nampak dari kejauhan.

Penjaga gemetar, takut. Dalam hatinya berkata! 'saya terima hukuman apapun, tuan!'.

Mobil Arthur secara perlahan-lahan menepi. Dua abadi Alfred semakin takut saat kepercayaan tuan muda, turun dari mobilnya.

"Ada apa? Kenapa kalian berkumpul di sini?" tanya Arthur tanpa curiga, namun penuh heran.

Semua menundukkan kepalanya.

"Arthur, nona Ariel....."

"Ya, apa dia sudah siap? Panggil keluar." Potong Arthur yang seketika membuat penjaga tambah ngeri.

"Maafkan saya, Arthur....Nona Ariel tidak ada di kastil."

Tidak ada di kastil?

"Maksud mu?"

"Nona Ariel, pagi tadi pamit pergi untuk menemui orang tuanya. Tapi... sampai sekarang belum kembali, penjaga sudah berusaha mencari tapi hanya menemukan sepedanya saja."