Devan Ganendra pergi dari rumah, karena iri dengan saudara kembarnya yang menikah dengan Dara. Karena dia juga menyukai Dara yang cantik.
Ia pergi jauh ke Jogja untuk sekedar menghilangkan penat di rumah budhe Watik.
Namun dalam perjalanan ia kecelakaan dan harus menikahi seorang wanita bernama Ceisya Lafatunnisa atau biasa dipanggil Nisa
Nisa seorang janda tanpa anak. Ia bercerai mati sebelum malam pertama.
Lika-liku kehidupan Devan di uji. Ia harus jadi kuli bangunan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bersama Nisa.
Bagaimana penyelesaian hubungan keluarga dengan mantan suaminya yang telah meninggal?
Atau bagaimana Devan memperjuangkan Nisa?
Lalu apakah Devan menerima dengan ikhlas kehadiran Dara sebagai iparnya?
ikuti kisah Devan Ganendra
cusss...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon si ciprut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bapak Lagi, Bapak Lagi
Malam Harinya Mas Hasan baru kembali dari luar. Dia mencari keberadaan Nisa saat ini.
"Nis!, dek!" panggilnya kepada Nisa.
Nisa sedang ada di kamar bersama Devan. Karena waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam.
"Iyo mas!" Sahut Nisa kemudian keluar dari kamarnya.
"Bapak dek!"
"Bapak kenapa?"
"Bapak kritis di rumah sakit sekarang!" Ucap Mas Hasan memberitahukan keadaan bapaknya yang sedang dirawat di rumah sakit.
"Hah!, kenapa?"
"Kayaknya di hajar Wondo dan kawan-kawannya!" Sahut Mas Hasan.
Nisa bergegas memakai jaket untuk ke rumah sakit.
"Nisa sama aku aja!" ucap Mbak Jannah dan Nisa mengangguk.
Sementara Mas Hasan bersama Devan menggunakan sepeda motornya.
Sesampainya di rumah sakit, mas Hasan mengurus semuanya ke pihak berwajib. Sebab ini adalah tindak kekerasan. Devan pun menemaninya.
Sementara Nisa bersama mbak Jannah mengurus bapaknya di ruang IGD.
"Maaf Bu!, bapaknya akan segera di operasi. Karena ternyata di dalam perutnya terkena sebilah pisau. Dan harus segera di tindak lanjuti. Bisakah urus administrasi dahulu?" Kata dokter kepada mbak Jannah.
"Waduh aku engga bawa uang Nis!" ucap mbak Jannah kepada Nisa.
"Aku bawa mbak. Tapi ambil dulu di ATM. Coba administrasi nya berapa tanya dulu!" ucap Nisa kepada mbak Jannah.
"Ya udah yuk!"
Mbak Jannah dan Nisa menuju ruang administrasi menanyakan biaya yang harus di bayar terlebih dahulu.
Lima belas juta katanya, belum sama yang lainnya. Sebab lukanya cukup serius dan bukan hanya satu tempat.
Mbak Jannah dan Nisa menuju ke sebuah ATM umum yang ada di rumah sakit tersebut.
Keduanya masuk di ruang ATM.
"Waduh mbak!, punyaku cuma maksimal keluar lima juta, gapapa kali ya!" Ucap Nisa sambil membawa uang yang keluar dari mesin ATM.
"Walah!, punyaku malah engga ada lima juta. Tapi ATM engga bawa Nis!, bagaimana ini!"
"Bentar mbak!, aku kemarin di kasih ATM sama mas Evan. Ada isinya engga ya?" Ucap Nisa sambil mencari ATM yang di kasih Devan.
"Coba aja dulu ada isinya berapa?, pakai dulu aja gapapa!" Sahut Mbak Jannah.
"Suruh ngabisin katanya mbak!" Sahut Nisa sambil cengengesan.
"Hilih, kalau isinya cuma lima ratus ribu juga sama saja!" Celetuk mbak Jannah di samping Nisa.
"WHAAATTT....!!"
"Kenapa Nis?" Tanya Mbak Jannah penasaran."Ga ada isinya?" Lanjut mbak Jannah.
"Ini ..??" Ucap Nisa sambil menunjuk angka di mesin ATM.
"Li...lima milyar!, lebih malah!, suruh habisin?" Mbak Jannah terkejut dengan nominal saldo yang tertera di layar ATM.
Lima milyar lebih, malah hampir enam milyar. Itu angka bukan main-main.
Mbak Jannah malah bingung ketika suruh habisin uangnya itu.
"Nis!, mending pakai ATM langsung bayar di rumah sakitnya. Daripada bawa uang segitu banyak!, tidak aman!" Ucap Mbak Jannah meski badannya gemetar, karena melihat angka di mesin ATM tersebut.
"I...iya mbak!" Sahutnya, kemudian mengambil kembali kartu ATM dengan tangan gemetar.
Kaget kan Nisa melihat isi saldo ATM yang di berikan Devan. Itu baru kartu gold, salah satu ATM yang di miliki Devan Nis!.
Keduanya kemudian menuju kasir rumah sakit untuk membayar semua tagihan untuk pak Sabar.
"Langsung lunasi saja sus!" ucap Nisa kepada sang kasir.
Kasir itu pun menjelaskan, jika saat awal hanya lima belas juta dulu. Selebihnya nanti menyusul jika ada biaya lanjutan.
Nisa dan mbak Jannah pun mengangguk setuju. Kemudian menemui dokter untuk kesepakatan tindakan operasi.
Setelah selesai, mereka menuju ruang IGD tempat ayahnya sedang menjalani perawatan sebelum operasi.
"Bisa duitnya segitu ya Nis?" Tanya mbak Jannah masih diliputi penasaran.
"Stt!, udah mbak jangan bilang-bilang. Aku takut jadinya bawa beginian!" Sahut Nisa.
Badannya masih gemetar setelah mengetahui isi ATM yang di berikan Devan.
Entah pikiran apa yang sedang berkecamuk di otaknya. Pada intinya ia takut!, takut sesuatu terjadi pada dirinya.
Apalagi jika ada orang tahu tentang isi dompetnya serta siapa Devan sebenarnya.
Ketakutan itu berlanjut, ketika Devan dan mas Hasan datang menemuinya.
"Bagaimana?"
"Sudah mas!, tinggal nunggu operasi!, katanya banyak luka tusukan!" Sahut mbak Jannah ketika mas Hasan bertanya tentang keadaan bapaknya.
"Ada-ada saja!, biaya sudah!" tanya mas Hasan.
Mbak Jannah mengangguk, "Sudah mas!" Sahutnya masih sambil gemetar. Mengingat isi saldo ATM milik Nisa.
Mas Hasan mengerutkan keningnya, ketika melihat istri dan adiknya tampak gemetar. Seperti orang ketakutan.
"Kalian kenapa?" Tanya Mas Hasan.
"Gapapa mas!" Sahut mbak Jannah, namun matanya melirik ke arah Devan.
"Van!, jawab jujur pertanyaan mbak!"
Devan mengerutkan keningnya, entah apa yang akan ditanyakan oleh mbak Jannah kali ini.
"Apa mbak?" Balik tanya Devan kepada mbak Jannah.
"Siapa kamu sebenarnya!"
Devan memijit kepalanya. Sementara itu Nisa, mas Hasan dan mbak Jannah menatap Devan secara intensif.
"Ya aku mbak, Devan Ganendra!" Sahutnya pelan. "Ada apa sih?" tanyanya lagi.
"Sekarang kan kamu sudah menikahi Nisa. Saya pingin orang tuamu datang kesini memperkenalkan diri sebagai keluarga. Jangan buat kami salah paham denganmu!"
"Harus begitu mbak?" Tanya Devan polos. Memang tidak tahu sih kalau pernikahan resmi itu bagaimana alurnya.
"Iya!, karena secara tidak langsung, kami kakaknya Nisa akan menyerahkan Nisa seutuhnya kepadamu sebagai suami. Tapi paling engga saya juga harus tahu keluargamu. Terutama orang tuamu!"
"Baiklah mbak, coba saya telepon bunda!" Sahut Devan. Kemudian ia menjauh dari Nisa, mas Hasan dan juga mbak Jannah.
Nisa dan mbak Jannah saling pandang.
"Kalau engga gitu Nis!, kamu tidak akan tahu siapa suamimu sebenarnya. Apalagi kamu suatu saat akan hidup bersama mereka kan?, secara engga langsung kamu juga harus mengenal salah satu keluarganya."
"Kalian kenapa sih?, kok kayak drakor!" ucap mas Hasan yang memang belum mengerti kenapa istrinya itu menekan Devan untuk bertemu orang tuanya.
"Mas!, dari pagi emang engga paham apa bagaimana sih?" Celetuk Mbak Jannah kepada suaminya itu.
"Apa?"
"Pagi tadi lho!, bapak minta duit langsung di kasih sama Devan. Sepuluh juta lagi. Nah siang tadi, sertifikat rumah di gadaikan bapak. Langsung di lunasi Evan enam puluh lima juta kontan. Ini tadi?, Nisa mau ambil uang di ATM, isinya coba berapa mas tebak hayooo?"
"Isi apa?"
"Saldo kartu ATM Nisa yang di kasih Evan?"
"Ya embuh..!" sahut Mas Hasan.
"Lima milyar mas!, lebih malah!"
"Omonganmu ki lho dik!, ga usah ngadi-ngadi!"
"Makanya kami berdua ketakutan disini!"
"Ck!, makane kurangi itu nonton drakor. Menghayal Ojo duwur-duwur!, jatuh sakit!" Ucap mas Hasan yang memang ogah untuk membahas siapa diri Devan sebenarnya.
Sebab yang di tahu oleh mas Hasan adalah, orang yang mau menerima Nisa apa adanya serta mau bekerja keras untuk kehidupannya. Yang penting engga males-malesan.
Beruntung Devan di ajak jadi kuli bangunan pun mau. Dan mas Hasan juga sudah cocok dengan Devan sebagai keneknya.
"Dih mas!, serius Iki lho!"
"Mbuh lah!"
.
.
.
BERSAMBUNG
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
ibu tirinya, Nisa???
lanjut thor ceritanya
lanjutkan
jadi semangat bacanya deh
kog bisa2nya kek gitu
kan mayan ada devan yg jadi jaminan
cwek tuh perlu bukti ucapan juga lhooo
pokoknya yg bilang habiskan semua nya 😅😅😅😅