Alan Andrew adalah generasi kesepuluh pria dari keluarga Andrew, pewaris tahta kejayaan dalam bisnis otomotif kelas dunia. Ia sempurna di mata banyak wanita; tampan, cerdas, kaya, dan berwibawa. Sosok yang merupakan definisi dari pria idaman. Namun, di balik pesonanya, Alan menyimpan hasrat yang bertolak belakang dengan nilai-nilai ketimuran: ia mencintai tanpa komitmen, menganggap hubungan tak harus diikat dengan pernikahan. Baginya, wanita hanyalah pelengkap sementara dalam hidup, bisa datang dan pergi sesuka hati.
Namun segalanya berubah ketika ia bertemu Maya Puspita, gadis manis dari Jawa Tengah yang datang dari keluarga sederhana namun menjunjung tinggi moral dan etika. Takdir menempatkan Maya bekerja di perusahaan Alan.
Alan sudah menjadikan Maya sebagai ‘koleksi’ berikutnya. Tapi tanpa ia sadari, Maya menjeratnya dalam dilema yang tak pernah ia bayangkan. Sebab kali ini, Alan bukan sekedar bermain rasa. Ia terjebak dalam badai yang diciptakannya sendiri.
Akankah Maya mampu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Mai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HTA14
Setelah Keyla Andrew menyelesaikan pertemuan-pertemuan bisnis dari Jepang- korea dan transit sejenak di Singapura. Kakak kandung Alan Andrew itu akhirnya tiba di Jakarta, pukul 15.20 WiB.
Keyla terpaksa menetap beberapa hari di kantor pusat RVC Grup Indonesia demi menstabilkan kinerja Alan Andrew yang semakin amburadul, terutama dalam pengambilan keputusan krusial perusahaan.
Di ruang kerja eksekutifnya yang elegan, Keyla telah duduk serius menatap layar laptop. Ia masih tampak anggun dan segar meski usianya telah menyentuh kepala empat. Sorot matanya tajam, fokus pada satu nama dalam dokumen staf RVC: Maya Puspita. Dahi Keyla berkerut, tubuhnya gelisah, terkadang menyandarkan punggung ke kursi, lalu kembali tegak menatap layar. Ada firasat tak biasa yang menyelimuti pikirannya.
Suara langkah kaki memasuki ruangan. Jacob, asisten setia Alan, datang membawa dokumen yang sudah dinanti-nantikan.
“Ini laporannya, Nona,” ujar Jacob, menyerahkan hasil evaluasi psikologis Alan.
Keyla menerimanya, membuka perlahan, dan mulai membaca dengan seksama. Matanya menyapu setiap paragraf hingga akhirnya terhenti. Alisnya terangkat, wajahnya menegang.
“Jatuh cinta?” bisiknya setengah geli, bibirnya melengkung tipis.
Jacob mengangguk pelan. “Benar, Nona. Keenam psikiater memberikan hasil yang sama. Mereka menyimpulkan bahwa kondisi emosi Tuan Alan sangat tidak stabil karena sedang jatuh cinta. Bahkan mereka menyebut jika Tuan Alan tidak bersama Maya, ia bisa mengalami depresi berat atau… mungkin kehilangan kewarasan.”
Keyla menahan napas. “Oh my God… crazy?” Suaranya nyaris serak.
“Separah itu kalau jatuh cinta?” Keyla menggeleng tak habis pikir.
“Ya, Nona. Merupakan gangguan kejiwaan akibat tekanan emosional, perasaan cinta terpendam. Tapi keparahan itu, konon hanya dialami oleh 2% penduduk dunia. Jujur saja, saya pun sulit percaya tentang ini,” ujar Jacob sambil menghela napas.
“Namun yang lebih membingungkan,” lanjut Jacob, “Tuan Alan menolak mengakui hal itu. Ketika para psikiater menyarankan untuk segera menikahi Maya sebagai bentuk penyembuhan. Tuan justru marah dan menyebut mereka psikiater abal-abal karena memberikan solusi dimana anak kecil juga bisa memberikan solusi seperti itu dan mereka sempat beradu argumen yang cukup sengit"
Keyla mendecak pelan.
“Tanpa sepengetahuan Tuan, saya telah mengutus tim intelijen untuk menyelidiki keluarga Maya. Kemungkinan mereka menggunakan sihir atau cara tak wajar lainnya untuk mempengaruhi Tuan Alan. Tapi hasilnya nihil," ujar Jacob.
Jacob menyerahkan satu lagi dokumen tambahan.
“Bahkan keluarga Maya mengembalikan semua harta pemberian Tuan Alan, tanpa sisa.”
Keyla tercekat. "really!"
Ia kembali menatap profil Maya di laptop. Tangannya berulang kali memperbesar foto perempuan itu. Terbersit di hati Keyla:
"Hebat juga ni perempuan, pantas Alan takluk."
“Kau punya foto atau video mereka berdua?” tanyanya penasaran.
“Maaf, Nona. Hal semacam itu bersifat pribadi. Saya tidak punya akses,” jawab Jacob dengan hormat.
“Baiklah. Laporanmu sudah cukup jelas. Terima kasih, Jacob.”
“Sama-sama, Nona.” Jacob meninggalkan ruangan.
Keyla termenung. Tatapannya menembus kaca jendela tinggi, jauh ke langit Jakarta yang mulai memerah senja. Ia kembali terseret pada kenangan masa lalu yang buruk.
Alan juga pernah mengalami depresi hebat saat kematian Ayah mereka, Darrel Andrew.
<"Key! Usir dia!" pinta marah Alan dengan mata memerah tajam.
"Alan, bagiamana pun dia Ibu kita, istri Daddy!" hentak Key.
"Aku tidak punya ibu pengkhianat seperti dia, usir atau aku akan menghabisinya?">
Sementara itu…
Di tengah perjalanan dengan bus antarkota yang penuh sesak, Maya sibuk menggulir layar ponselnya, mencari info kos-kosan murah di Jakarta.
“Ya ampun, mahal semua… Untuk tiga hari saja kayaknya uangku nggak cukup,” gumamnya lirih, wajahnya cemas.
Ia mengingat satu tempat yaitu sisi gelap Kota Jakarta, kompleks kos-kosan murah tapi kumuh, liar, penuh gelandangan, waria, dan wanita malam.
"Aku takut tinggal di sana,” desisnya. “Tapi cuma tiga hari…” Maya mulai goyah. Ia tidak punya pengalaman tinggal di lingkungan seperti itu.
“Aku coba telepon teman-teman dulu, siapa tahu bisa numpang,” katanya, mulai membuka daftar kontak yang telah ia susun sebelumnya.
Satu per satu ia hubungi.
“Maaf ya, May, nggak bisa…”
“Maaf, May, aku lagi nggak di kos…”
“Maaf, May…”
Suara penolakan demi penolakan menghantamnya seperti gelombang. Tidak ada satu pun teman yang bersedia membantunya. Mungkin karena mereka tahu Maya kini pengangguran, dan takut menjadi beban.
Maya mengusap keningnya yang basah oleh keringat dengan tisu tipis.
“Huh, panas banget…” desahnya. AC bus nyaris tak berfungsi, hidup segan mati pun enggan. Udara pengap. Semua penumpang mulai mengipas wajah masing-masing. Di tengah deru suara tangis anak kecil, dengkuran berat, gosip tak sopan, dan musik dangdut sumbang membuat energi Maya terkuras dan ia mulai lemas. Tenggorokannya kering, perutnya keroncongan. Separuh bajunya basah karena keringat.
Semua ini terasa seperti mimpi buruk bagi Maya, ketika dulu ia terbiasa naik mobil sport mewah bersama Alan.
“Teman satu-satunya yang mungkin bisa aku datangi di Jakarta cuma… Shela,” gumamnya. Sebuah harapan terakhir tersisa.
Meski dihantui keraguan yang besar, Maya tidak punya pilihan lain. Dengan keberanian yang tersisa, ia kembali nekat menghubungi Shela. Semua terasa seperti deja vu. Awal pertemuan mereka dulu pun dimulai lewat dunia maya, sebelum akhirnya Shela sendiri yang menyarankan Maya untuk bekerja di Jakarta dan tinggal sementara di rumahnya.
Kali ini, Maya mencoba menelepon Shela Namun panggilan itu tidak dijawab.
“Mungkin dia sedang sibuk,” gumam Maya, mencoba berbaik sangka.
Di tempat lain, rupanya Shela sebenarnya sedang beristirahat di kamarnya. Ia menatap dingin layar ponsel yang menampilkan nama Maya, membiarkannya berdering hingga akhirnya mati sendiri.
“Mau apa lagi perempuan murahan ini meneleponku?” desis Shela sinis, sambil mengunyah camilan favoritnya.
Rasa cemburu dan iri yang selama ini Shela pendam pada Maya telah mengubur segala kebaikan dan ketulusan yang pernah diberikan oleh Maya. Bahkan ketika Maya dengan tulus pernah berkata akan mundur jika Alan lebih memilih Shela.
Namun Maya tidak menyerah.
Ia menuliskan pesan dengan hati yang berat, penuh harap dan kerendahan hati.
< "Shela, sebelumnya aku minta maaf atas segala sikap dan perkataanku yang mungkin pernah menyakitimu. Aku tidak punya hubungan apa-apa lagi dengan Alan. Semua pemberian darinya sudah aku kembalikan. Aku hanya ingin memulai hidup baru tanpa Alan ataupun Alan yang lain. Hari ini aku kembali ke Jakarta karena ada panggilan kerja. Bolehkah aku menumpang tinggal di rumahmu selama tiga hari saja, jika lulus aku akan cari kontrakan baru?">
Maya menekan tombol kirim. Lalu terdiam. Menatap layar ponselnya yang kosong. Ia tahu, harapannya sangat kecil… tapi tetap berharap.
"Hahahaha!" Shela tertawa puas membacanya pesan Maya. "Em, lumayan bisa, buat mainan gue!" ucap Shela merencanakan sesuatu yang jahat untuk Maya.
--
Terima kasih atas dukungan para pembaca tercinta, jangan lupa like, komentar, bintang 5, share dan tonton iklan ya. I LOVE U.
serendah itukah Maya di matamu key...
kalau Maya nanti benar2 pergi dari Alan,bisa jadi gila Alan.
begitu pengorbanan seorang kakak selesai maka selesai juga pernikahannya dengan alan
emang uang segalanya tapi bukan begitu juga