Pesona Cinta Kakak Sahabatku

Sudah terhitung 3 hari Tania dirawat di rumah, tidak masuk kerja dan hanya berleha-leha saja. Sakit masih dirasakannya, namun tidak separah sebelumnya.

Hari ini gadis itu harus ke rumah sakit untuk memeriksa lukanya, dan tentu saja dia tidak akan pergi sendiri.

Siapa yang menemani? tentu saja Kahfi. Ini weekend, jadi pria itu memiliki waktu untuk mengantar Tania ke rumah sakit.

Jangkan weekend, hari kerja saja Kahfi pasti akan berusaha agar bisa mengantar Tania, menemani dan berperan dalam hidup gadis itu.

“Duduknya yang bener, nanti kamu nggak nyaman.” Kata Kahfi, pria itu memegang pinggang Tania, membenarkan posisi duduknya.

Tania tertawa, dia begitu sensitif dan selalu akan tertawa jika bagian pinggangnya di pegang-pegang.

“Jangan pegang pinggang, Mas. saya ini orangnya nggak bisa nggak ketawa kalo dipegang pinggangnya.” Ujar Tania sambil menahan tawa.

“Dasar, kayak anak kecil aja. Lagian saya cuma pegang, bukan macem-macem.” Sahut Kahfi, ikut tertawa.

Tania hanya memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Kahfi.

“Udah ga usah cemberut, nanti disuntik sama dokter bibirnya.” Ledek Kahfi lagi, diselingi dengan tawa.

“Nanti jadi sexy dong bibir saya.” Balas Tania, menaik turunkan alisnya.

Kahfi hanya tertawa sambil geleng-geleng kepala. Pria itu memilih untuk menyalakan mobil dan pergi meninggalkan rumah orang tua Tania.

Selama perjalanan mereka diam-diaman? tentu saja tidak. Akan ada saja pertanyaan Tania.

“Mas kerjanya apa sih, kok sering banget libur. Emang nggak diomelin bosnya?” tanya Tania dengan wajah penasaran.

“Bos saya lebih takut saya resign.” Jawab Kahfi, kemudian diakhiri dengan tawa.

“Sombong ih.” Cibir Tania, namun selanjutnya dia memasang wajah serius lagi.

“Tapi aku nanya beneran ini, Mas kerjanya apa?” tanya Tania lagi.

“Manajer keuangan di perusahaan multinasional, jadi saya sebenernya nggak wajib ke kantor. Anak cabang perusahaan tempat saya kerja ada di kalimantan, terus pusatnya di jakarta, tapi kegiatan usahanya ada di beberapa negara.” Jawab Kahfi, tanpa menatap gadis itu.

“Eh bentar, emang bisa dikerjain dari rumah ya?” Tanya Tania heran.

“Ya nggak juga sih, tapi kan saya udah pro jadi bisa atur schedule.” Jawab pria itu dengan santai.

Tania manggut-manggut. “Kita kerja di bidang yang sama dong ya, bedanya aku masih ecek-ecek.” Kata Tania.

“Nggak ada profesi ecek-ecek, lagian posisi kamu sekarang udah lumayan bagus kok. Kamu sama Raina itu pinter, nanti juga pelan-pelan naik jabatan.” Timpal Kahfi, sambil sesekali melirik Tania.

Tania menghela nafas. “Pengen sih punya jabatan tinggi, tapi kan aku perempuan ya, tergantung suami aku nggak sih nanti kasih izin kerja atau nggak?” Kata Tania tiba-tiba.

“Saya kasih kamu izin kok, tenang aja.” Jawab Kahfi dengan senyum khasnya.

Wajah Tania kembali merah, mirip orang abis di tabokin.

“Selalu pinter ngomong.” Cibir Tania, bibirnya berusaha menahan senyum.

“Kalo nggak gitu gimana saya bisa naik jabatan, manajer kan harus pinter ngomong, buat perintahin bawahannya.” Balas Kahfi.

Tania makin geleng-geleng kepala. Obrolan mereka memang ringan, namun membuat perjalanan tidak terasa, kini mereka sampai di rumah sakit.

Rumah sakit ini jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka, keduanya langsung turun saat sampai.

“Sebentar.” Kahfi membantu Tania turun dari mobil.

Tania dan Kahfi langsung masuk dan pergi menemui dokter yang sudah janjian dengan Tania.

Sekitar 30 menit Tania habiskan untuk menerima informasi tentang kesehatannya, dan ia diminta datang lagi untuk lepas perban seminggu mendatang.

Kahfi dan Tania keluar dari area rumah sakit dengan mata sedikit menyipit karena matahari cukup terik.

“Mau makan apa?” tanya Kahfi sambil berjalan ke arah mobil.

“Saya mau makan–aduhh!!” Tania tiba-tiba mengaduh, sembari memegangi rambutnya yang di tarik.

Kahfi dan Tania menoleh, melihat siapa yang sudah menarik rambut Tania.

“Saya udah nggak takut sama ibu, gara-gara ibu pernikahan saya hampir batal!” Adel, ya gadis selingkuhan Bobby entah datang dari mana langsung menjambak rambut Tania.

Disana bukan hanya ada Adel, tapi juga si biang kerok Bobby.

Kahfi mencekal tangan Adel, kemudian menghempaskannya dengan kasar usai terlepas dari rambut Tania.

“Kok lo bisa bebas?!” Tania kaget, melihat pria itu tersenyum sambil melipat tangan di dada.

“Duit bisa beli segalanya.” Jawab pria itu seadanya.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Kahfi lembut.

Bobby bertepuk tangan. “Hebat … gue disebut selingkuh, tapi lo sendiri juga udah punya pacar baru, padahal belum lama kita udahan. Atau jangan-jangan lo juga selingkuh, Tan?” Tanya Bobby.

“Najis, gue nggak murahan kayak lo!” Balas Tania.

“Apa kalian gak diajarin sopan santun hah? menjambak rambut orang dan ngomong ngelantur, nggak punya adab?” Kahfi membuka suara.

“Mas, kita pergi aja.” Ajak Tania, malas mendebati orang gila menurutnya.

“Lo kalo berharap bisa bahagia sama dia jawabannya salah, Tania. Cewek kayak lo pantesnya emang buat disakitin.” Celetuk Bobby.

Kahfi mengepalkan tangannya, pria itu melepas tangan Tania kemudian mencengkram kerah baju Bobby.

“Jaga mulut lo ya, Brengsekk. Bukan Tania yang pantes di sakitin, tapi lo yang pantes!” Ujar Kahfi dengan kesal.

Kahfi memukul wajah Bobby dengan keras bahkan sampai membuat pria itu tersungkur.

“M-mas Kahfi nggak apa-apa?” tanya Tania khawatir.

Kahfi tidak menjawab, dia hanya tersenyum kemudian mengajak gadis itu pergi tanpa peduli jika dia akan dituntut ganti rugi nanti.

Selama perjalanan Tania menangis sebentar, dia sakit hati dengan ucapan Bobby tadi.

“Jangan nangis, Kintan. Saya nggak suka lihatnya, kalo kamu nangis gini mending saya hajar sampe babak belur tadi.” Tutur Kahfi lembut.

“Bobby jahat banget, hiks … sakit banget hati saya Mas. Potek jadi berkeping-keping.” Timpal Tania sambil menyeka air matanya.

“Ada saya yang siap susun jadi bagus lagi, jangan nangis ya.” Tutur pria itu.

TANIA KOCAK, KAHFI NANGGEPIN SERIUS

Bersambung ...............................................