Jangan main HP malam hari!!!
Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.
Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?
Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.
*
Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
follow dulu Ig : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Ada apa dengan Varania?
Pos penjaga yang ditempati oleh tentara terletak di perbatasan selatan. Disana ada sungai berair kuning yang mengalir deras, lalu di seberang sungai itu ada desa yang menjadi penghalang antara kota kecil Ravenswood dan kota besar.
Desa itu dikenal sebagai desa seribu kabut, dari pos penjaga akan terlihat jelas ada kabut tebal kelabu yang menyelimuti seluruh desa sehingga hanya atap rumah yang terlihat.
Varania belum pernah melewati desa itu ataupun pergi kesana. Malam ini dari dalam mobil, Varania akhirnya bisa melihat lebih jelas kabut yang menyelimuti desa itu.
"Terimakasih sudah mengantarku," ucap Varania seraya mengambil kotak pesanan. Ia melirik sekilas kesamping, ia terpaksa menerima uluran tangan Fardan untuk membantunya karena tiba-tiba saja ban motornya kempes.
Dengan kejadian tidak terduga itulah, Varania bahkan meyakini setiap kali bertemu Fardan, pasti ada kesialan yang menimpanya.
"Cepat. Saya nggak punya banyak waktu buat nunggu," kata Fardan pedas.
"I-iyaa, ini mau turun." Kata Varania membuka pintu mobil dengan cepat lalu bergegas keluar.
Hujan sudah berhenti turun, jalanan yang biasanya sibuk dan kering, kini berubah menjadi licin dan berlapis air setelah hujan deras. Genangan air yang dalam dan luas memenuhi jalan, membuat kendaraan harus melambat dan berhati-hati saat melintas.
Aspal yang basah dan licin memantulkan cahaya lampu jalan, menciptakan efek yang unik dan menarik. Varania membawa kotak di tangannya, dan berjalan dengan hati-hati ke pos penjaga.
Dua orang tentara berumur kisaran tiga puluhan duduk sambil menghisap rokok di dalam pos yang berbentuk persegi panjang itu.
"Selamat malam, pak, ini pesanannya." Sapa Varania seraya menyodorkan kotak pesanan.
"Eh, dek Vara, makasih ya." Tentara pertama berkulit hitam dan memiliki potongan rambut pendek. Sementara tentara satu lagi berkulit kuning Langsat dan bermata sipit.
"Semoga suka ya pak." Kata Varania
"Pastinya. Ini uangnya." Tentara berkulit hitam memberikan beberapa lembar uang.
Varania mengambilnya lalu segera pergi, ia tidak berani membuat Fardan menunggu lama .
Sambil berjalan ke mobil, Varania menatap desa seribu kabut lalu beralih ke sungai yang mengalir deras. Varania menyipitkan matanya saat melihat bayangan perempuan berambut panjang.
"Mau pulang atau mau melamun disitu?" Tanya Fardan dari dalam mobil, suaranya keras sehingga membuat Varania kaget.
"Iyaa," Varania menatap sungai itu sebelum masuk ke dalam mobil. Bayangan itu sudah tidak ada.
Varania menghitung waktu setiap kali bayangan itu muncul, tidak pernah lebih dari tujuh detik dan tidak pernah kurang dari dua detik.
Setelah Varania masuk, Fardan melajukan mobilnya meninggalkan perbatasan, terkadang ia menatap Varania dan setiap kali dia melirik, ada kerutan samar di dahinya.
"Kenapa?" Tanya Varania yang sudah tidak tahan dengan Fardan yang sebentar-sebentar meliriknya. Emangnya ada yang salah dengannya?
"Nggak, aneh aja." Kata Fardan memfokuskan pandangan ke depan, tidak lagi melirik Varania.
"Aneh kenapa?"
"Belakangan ini setiap kali kita bertemu, aku melihat kulitmu selalu pucat dan itu bertambah pucat lagi sekarang." Kata Fardan bingung. Dia sempat memiliki asumsi bahwa Varania sakit, tetapi setelah mengamati beberapa kali Varania sangat sehat untuk dikatakan sebagai orang sakit.
Minggu lalu kulit Varania masih sangat sehat, dia tampak indah dengan kulit putih alaminya. Namun, beberapa hari terakhir, setiap kali Fardan melihatnya kulit Varania berubah pucat dan pucatnya sangat tidak wajar.
"APA?" Varania berteriak kaget, ia mengarahkan kaca kecil mobil ke wajahnya. Tangannya gemetar saat mengusap lembut pipinya. Ia kehilangan sedikit rona di pipinya, meskipun tidak terlalu kentara namun kulitnya memang agak pucat.
Mata Varania juga agak redup, seperti lampu yang kehilangan cahayanya sedikit demi sedikit.
"Kamu sakit?" Tanya Fardan menghentikan mobilnya di depan rumah Varania.
"E-enggak," Varania menggeleng, tangannya mencengkeram kuat ujung baju. Apa yang terjadi? Kenapa ia bisa seperti ini? Varania tidak merasa sakit, ia baik-baik saja.
"Kamu nggak apa-apa?"
"Terimakasih." Kata Varania tanpa menjawab. Ia keluar dengan cepat, dan masuk ke dalam rumahnya tanpa menoleh.
Fardan memperhatikan dari dalam mobilnya, dia tahu Varania agak terguncang dan butuh waktu untuk mencerna apa yang terjadi. Mungkin dia benar-benar sakit tanpa disadari.
Varania menutup pintu lalu mengusap wajahnya. Sejak kapan ini terjadi? Apa sejak ia menerima telepon aneh itu atau sejak ia mendapatkan pesan dari nomor asing itu?
"Panik dan tidak melakukan apa-apa bukan solusi. Aku harus pergi ke dokter untuk mengetahui apa terjadi pada tubuhku." Kata Varania menenangkan diri.
Setelah agak tenang, Varania pergi ke kamarnya.
Namun saat melewati ruang tengah, ia mendapati sesuatu yang aneh. Di atas sofa single yang biasa digunakan ibunya untuk bersantai terdapat segumpal rambut.
Rambut itu tidak mungkin milik ibunya, karena rambut ibunya berwarna coklat sementara rambut diatas sofa itu berwarna hitam.