Winda Hapsari, seorang wanita cantik dan sukses, menjalin hubungan kasih dengan Johan Aditama selama dua tahun.
Sore itu, niatnya untuk memberikan kejutan pada Johan berubah menjadi hancur lebur saat ia memergoki Johan dan Revi berselingkuh di rumah kontrakan teman Johan.
Kejadian tersebut membuka mata Winda akan kepalsuan hubungannya dengan Johan dan Revi yang ternyata selama ini memanfaatkan kebaikannya.
Hancur dan patah hati, Winda bersumpah untuk bangkit dan tidak akan membiarkan pengkhianatan itu menghancurkannya.
Ternyata, takdir berpihak padanya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menawarkan pernikahan. Seorang pria yang selama ini tak pernah ia kenal, yang ternyata adalah kakak tiri Johan menawarkan bantuan untuknya membalas dendam.
Pernikahan ini bukan hanya membawa cinta dan kebahagiaan baru dalam hidupnya, tetapi juga menjadi medan pertarungan Winda.
Mampukah Winda meninggalkan luka masa lalunya dan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
“Kamu baru pulang?” Ardan dan Winda menoleh ke arah sumber suara. Tampak oleh mereka, Tuan Radit dan Nyonya Karina berjalan menuruni tangga. Mereka baru mau berangkat tidur saat mendengar suara deru mesin mobil memasuki halaman rumah Ardan.
“Kenapa jam segini Papa dan Mama belum tidur?” Ardan menegakkan punggungnya, menyambut kedatangan mertuanya meski terbilang lambat. “Bagaimana kabar Papa dan Mama?”
“Seperti yang Kau lihat. Kami baik-baik saja.” Tuan Radit dan Nyonya Karina mengambil tempat duduk di hadapan Ardan dan Winda.
“Kamu ini, suami pulang bukan disiapkan mandi atau makan malah diajak ngobrol.” Nyonya Karina mendelik ke arah Winda.
“Aku yang masih mau istirahat sebentar, Ma.”
Nyonya Karina menoleh ke arah menantunya, merasa senang mendengar pembelaan Ardan atas Winda.
“Apa masalah di perusahaan begitu berat? Maaf, Papa bukan mau ikut campur, hanya bertanya saja.” Tuan Radit merasa iba melihat raut lelah di wajah menantunya. Padahal dia sendiri, dulu juga sering pulang larut jika ada sesuatu di perusahaan. Tapi melihat Ardan saat ini, apalagi melihat Winda yang terlihat kasihan membuatnya tak tega.
“Hanya masalah biasa, Pa. Dan kami pasti bisa menanganinya. Jangan khawatir.”
Tuan Radit mengangguk lalu menatap lekat ke arah Ardan. “Papa tahu Kamu pasti bisa mengatasi masalahmu. Tapi, jika ada sesuatu yang Kamu butuhkan, apa pun itu, jangan pernah ragu untuk menghubungi Papa.”
Arsan mengangguk. Menengadah sesaat guna menahan agar air mata tidak jatuh. Dingin dan datar di luar, sesungguhnya pria itu sungguh gampang baper. Sekian tahun hidup tanpa orang tua, sejak papanya meninggal kala ia masih duduk di bangku SD. Lalu mamanya pun menyusul akibat kecurangan Gunawan. Lalu kini tiba-tiba ada yang kembali merangkulnya memberi dukungan. Itu membuat hatinya menghangat.
“Terima kasih, Pa,” ucapnya tulus.
“Sana siapkan mandi untuk suamimu, biar segar badannya.” Nyonya Karina menatap ke arah Winda dan dijawab dengan anggukan kepala. “Para pelayan pasti sudah tidur. Mama yang akan menghangatkan makanan untukmu,” lanjutnya.
“Tidak usah dihangatkan, Ma. Ardan tidak suka makanan panas.” Pria itu mencegah mama mertuanya yang hendak bergerak menuju pantry. “Mama dan Papa istirahat lah. Ini sudah larut. Tidak baik untuk kesehatan Kalian. Biar winda saja yang menemaniku.”
Nyonya Karina dan Tuan Raditya pun tak membantah. Menyadari fisik mereka yang tak lagi seperkasa di kala muda.
“Ya sudah kalau begitu. Kamu juga segera istirahat lah setelah makan. Papa tidak mau Kamu sakit. Kamu belum membayar hutang pada Papa.”
“Hutang?” Winda terkejut dengan ucapan papanya.
“Yuk, Ma, Kita tidur.” Tuan Radit tak peduli dengan rasa penasaran di wajah putrinya.
"Kamu punya hutang apa sama Papa?" Winda menatap penasaran.
"Aku akan menjawabnya nanti sebelum tidur."
*
*
*
Menuruni anak tangga berdua, dua sejoli Ardan dan Winda siap untuk memajukan bisnis Bagaskara. Walau tidak berpengaruh besar dengan kejayaan perusahaan keseluruhan tetap saja guncangan kecil karena satu persatu punggawa di kantor menyingkir sedikit mengganggu kelancaran laju pekerjaan yang ada.
Di ruang makan nyonya Karina dan Tuan Raditya sudah duduk menunggu.
“Selamat pagi, Pa, Ma,” ucap mereka berdua yang langsung mendapat balasan beserta senyum hangat.
“Kamu benar-benar ikut suamimu ke perusahaan?” Tuan Radit bertanya di sela-sela acara sarapan mereka.
Tadi saat memasak bersama, Winda sudah menceritakan pada mamanya, semua yang terjadi dan rencananya bersama Ardan. Tuan Radit pun tak akan melarang. Itu adalah urusan rumah tangga mereka. Bagus juga jika Winda berkerja di perusahaan suaminya dengan begitu mereka memiliki kesempatan untuk sering bertemu. Tak hanya malam hari menjelang tidur saja.
“Iya, Pa. Doakan Kami, ya. Semoga masalah segera selesai,” jawab Winda.
“Tentu saja. Tanpa Kamu minta pun selalu kami lakukan.” Nyonya Karina menjawab setelah menelan menelan kunyahan terakhir dalam mulutnya. “Oh iya, Kami akan pergi setelah sarapan. Jadi, Kamu berangkat Kami juga berangkat.”
“Hati-hati di jalan, Pa, Ma. Maaf aku tak bisa mengantar.”
*
*
*
Sopir membukakan pintu untuk Winda terlebih dahulu lantas Ardan. Mereka duduk berdua di jok belakang. Ardan menggenggam tangan Winda yang terasa dingin tampaknya Winda merasa sedikit gugup. Walaupun bosnya suami sendiri tentu bekerja harus profesional tidak malah memberatkan atau merepotkan Ardan. Bisa-bisa bukannya membantu masalah justru merusak tatanan waktu dan pekerjaan yang ada.
“Terima kasih kamu mau membantuku,” ucap Ardan.
“Kenapa bicara tentang terima kasih? Sudah Aku bilang kita ini suami istri jadi harus saling mendukung. Lagi pula aku melakukan ini karena aku tidak mau kamu jatuh miskin. Pasti itu akan berefek pada uang belanjaku.” Winda berbicara sambil mengibaskan rambutnya.
Ardan tergelak, lalu merengkuh istrinya ke dalam pelukan dan memberikan ciuman bertubi-tubi di wajah wanita itu. “Itu tidak akan terjadi,” ucapnya. “Gangguan kecil seperti mereka tidak akan berefek pada perusahaan. Hanya saja itu membuatku kesal. Mereka telah berani bermain-main dengan Ardan Bagaskara.”
“Ya ya ya. Aku percaya suamiku memang paling hebat.”
Keduanya terus bercanda dalam mobil membuat sopir yang duduk di depan tersenyum-senyum sendiri melihat keharmonisan mereka.
Tujuh puluh lima menit perjalanan mereka tiba juga di perusahaan Ardan. Winda mengepalkan kedua tangan dan diayunkan menyemangati diri sendiri maupun suaminya agar tenang.
Baru saja sampai di area resepsionis tampaknya mereka telah ditunggu oleh asisten Dennis yang berdiri tegak dengan tas hitam di tangannya.
“Selamat pagi, Tuan. Selamat pagi, Nyonya.” Asisten Denis menunduk hormat.
“Selamat pagi juga Asisten Denis. Lama juga tidak melihatmu.” Hanya Winda yang membalas sapaan Denis.
“Ita, Nyonya. Ada sesuatu yang harus saya kerjakan.” Asisten Denis menjawab lalu beralih ke arah Ardan.
"Saya sudah menemukan apa yang sebenarnya terjadi, Tuan."
"Kita bahas ini di ruanganku.” Ardan mengajak asisten Denis. Denis mengangguk lalu melirik sekilas ke arah Winda. Merasa heran karena tidak biasanya sang Nyonya ikut ke perusahaan.
“Mulai sekarang, dia yang akan menjadi ketua manajer baru.” Ardan seolah membaca kehilangan asisten Denis.
Denis mengangguk, turut merasa lega karena mereka tak perlu susah payah mencari pengganti ketua manajer. Pria yang telah menjadi asisten Ardan sejak berdirinya perusahaan itu cukup tahu bagaimana kemampuan istri tuannya.
Mereka menaiki lift bersama ada kelegaan di hati Winda saat mendengar asisten Denis sudah berhasil mengetahui kejanggalan yang ada. Keluar dari lift mereka disambut sapaan ramah karyawan yang melintas.
Ardan memang disiplin dan itu menular pada para bawahannya, terlihat mereka yang datang langsung menuju tempat kerja masing-masing karena sebentar lagi sudah waktu masuk untuk bekerja.
“Duduklah!” Ardan mempersilakan asisten Denis untuk duduk setelah dirinya duduk lebih dahulu.
Dengan cekatan Winda meletakkan tas yang tadi bergantung di pundaknya lalu melangkah ke arah mesin kopi instan untuk membuat minuman untuk mereka berdua.
‘Bicaralah Denis!” perintah Ardan.
“Mereka yang telah menghilang adalah orang-orang yang berhasil disuap oleh Johan dan tuan Gunawan untuk membelot ke arah mereka. Dan besar kemungkinan ada orang-orang yang ditanam oleh Gunawan untuk memata-matai di sini.” Dennis mulai menjelaskan Ia membuka tas hitam yang dibawa.
“Jadi sekarang mereka bekerja di tempat Gunawan?” tanya Ardan dengan rahang mengeras. Padahal selama ini Ardan memperlakukan mereka semua dengan baik, memberikan gaji bahkan lebih besar dari yang seharusnya. Tetapi dengan tidak tahu malu mereka malah berkhianat. Entah apa yang telah dijanjikan oleh Gunawan pada mereka.
Pembicaraan terjeda sejenak dengan Winda yang datang dengan nampan kecil berisi dua cangkir yang masih mengumpulkan asap di atas meja. Wanita itu lantas duduk di sebelah Ardan.
“Apa hanya ini informasi yang kamu dapat?” Ardan tampak tidak puas.
Asisten Denis menggeleng. Map lain dikeluarkan oleh asisten Danis dari tas hitamnya.
“Ada lagi, Tuan. Perusahaan yang berdiri di belakang Tuan Gunawan menggelontorkan banyak dana demi membuat perusahaan Tuan Gunawan bangkit kembali. Itu membuat mereka pongah. Dan cerobohnya mereka, Tuan Gunawan tanpa berpikir panjang menggunakan rumah dan perusahaan sebagai jaminan atas dana yang mereka peroleh.”
Ardan lekas memeriksa isinya dan seketika tersenyum miring. Begitupun Winda yang sempat melihat isinya. "Bodoh!" ejek Ardan.
Tuan Gunawan mati-matian membuat perusahaannya bangkit kembali dengan menggadaikan perusahaan mereka sendiri. Bahkan tanpa ragu menjadikan sertifikat rumah, apartemen, serta berkas-berkas kepemilikan mobil dan beberapa properti yang ditangguhkan di Bank. Apa mereka begitu yakin akan berhasil? Bagaimana jika sebaliknya?
Ardan yang nyidam
Winda yang mengalami morning sick
lucu banget.....
lanjut ka....
nama fans nya udah bisa di ganti tuhh..kali aja mau di ganti ArWa🤭 Ardan dan winda
mana mau winda mungut sampah yg sudah dibuang/Right Bah!/
🤔
kalo tuan bagaskara dan nyonya.. berasa terpisah