🍁Ketika kesetiaan diragukan, nasib rumah tangga pun mulai dipertaruhkan.
-
-
Bukan pernikahan impian melainkan sebuah perjodohan. Aini harus menikah dengan anak dari sahabat lama Ayahnya atas permintaan sang Ayah yang tengah terbaring lemah dirumah sakit.
Berbeda dengan Aini yang berusaha menerima, Daffa justru sebaliknya. Dinginnya sikap Daffa sudah ditunjukkan sejak awal pernikahan. Meskipun begitu Aini tetap mencoba untuk bertahan, dengan harapan mereka bisa menjadi keluarga yang samawa dan dapat menggapai surga bersama.
Dan ketika cinta itu mulai hadir, masa lalu datang sebagai penghalang. Keutuhan cinta pun mulai dipertanyakan. Mampukah Aini bertahan ditengah cobaan yang terus menguji kesabaran serta mempertahankan keutuhan rumah tangganya?
📝___ Dilarang boom like, menumpuk bab apalagi sampai kasih rating jelek tanpa alasan yang jelas. Silahkan membaca dan mohon tinggalkan jejak. Terimakasih 🙏🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : (Tidak) goyah.
Begitu mendengar cerita dari Celine melalui sambungan telefon tadi, Fera langsung mendatangi kantor suaminya. Dengan langkah lebar dia memasuki gedung perkantoran yang memiliki dua puluh lantai itu. Beberapa staff nampak menyapa saat melihat kedatangannya, dan dia tanggapi dengan sebuah senyuman tipis disertai anggukan kepala.
Tak selembut biasanya, Fera membuka pintu ruangan kerja suaminya dengan sedikit kasar. Sungapan wajahnya menunjukkan jika dia sedang marah dan membutuhkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus berputar di isi kepala.
Dion menatap ke arah sang istri yang sudah berdiri di depan mata, segera dia mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya dan bergegas bangun untuk menyambut.
"Sayang, datang kenapa tidak bilang? Kan aku bisa nyuruh orang untuk jemput kamu,"
Tak ingin berbasa-basi, Fera langsung bertanya pada intinya saja, "Mas, kamu tau kalau Daffa udah nikah lagi?"
Dion mengangguk, "Tau,"
"Terus kenapa nggak bilang?" intonasi suaranya sedikit meninggi, terdengar berat, tanda dia tidak terima karena tidak diberitahu padahal suaminya sudah tau.
"Kamunya nggak nanya," jawab Dion begitu entengnya, seperti tanpa beban, dan jelas itu membuat Fera semakin bertambah kesal.
"Kalau aku nggak nanya kamu tetap bisa cerita kali, Mas!" Fera menghela nafasnya panjang, "Terus kamu tau istrinya yang mana? Cantik? Pekerjaannya apa? Apa aku mengenalnya? Kamu..."
"Husssttt..." Dion menaruh jari telunjuknya di bibir sang istri yang sedang bergerak maju kedepan. Jelas si pemilik bibir merasa tidak terima dan langsung menepisnya.
"Apaan sih, Mas! Orang lagi ngomong juga!"
Titisan keluarga Herlambang memang luar biasa, terbukti putrinya ini sering membuatnya sakit kepala.
"Pertanyaannya udah kayak rel kereta aja. Aku nggak kenal, apalagi kamu. Cuma tau aja namanya, Kalau nggak salah..." Dion mencoba mengingat-ingat nama yang pernah disebutkan oleh Daffa. "A-Aini... Ya Aini, itu nama istrinya Daffa yang sekarang. Memang kenapa sih kamu segitu keponya? Hem.. Kamu nggak sedang berpaling sama Daffa kan? Sadar Yang, Daffa udah bukan duren lagi, dia udah nikah lagi sekarang."
"Ih Mas apaan sih, ngaco! Aku butuh informasi ini buat Celine, dia sudah kembali dan ingin memperbaiki hubungannya dengan Daffa." terang Fera begitu antusias. Sebagai sahabat yang baik, dia ingin yang terbaik untuk Celine.
Dion bersedekap dada, pikiran wanita memang serumit itu, "Apanya yang mau diperbaiki, Fer? Daffa sudah menikah, dan harusnya Celine bisa move on, lagipula dia duluan juga yang memilih untuk meninggalkan Daffa kan dulu,"
"Kamu tuh nggak ngerti, Mas. Celine itu udah menjaga hatinya buat Daffa selama empat tahun ini, tapi ini Daffa malah menikah lagi. Ya jelas nggak adil lah buat Celine." ungkap Fera tak terima setelah mengetahui faktanya jika Daffa memang benar sudah menikah.
Dion menurunkan kedua tangannya, kali ini tatapannya begitu serius, "Nggak adil bagaimana? Saat Celine memilih pergi, harusnya dia sudah tau dengan resikonya. Sekarang dia sudah menjadi model seperti yang dia inginkan, apa itu masih kurang?"
"Udah deh Mas, kamu tuh nggak akan ngerti soal perasaan seperti ini," ujarnya yang enggan menanggapi pertanyaan suaminya yang pastinya akan memicu pertengkaran.
Fera mengambil tas miliknya yang tadi dia letakkan di atas meja kerja suaminya. "Aku mau pulang, tapi sebelum itu aku mau bilang kalau Celine butuh pekerjaan. Setuju atau tidak, besok Celine akan mulai bekerja di kantor ini, titik!"
Belum juga sempat protes, istrinya itu sudah lebih dulu pergi dan tidak menghiraukan panggilannya sama sekali. Perkara Daffa menikah lagi malah jadi dia juga yang ikut kena imbasnya, dan sekarang dia harus ikut menampung mantan istri sahabatnya itu untuk bekerja di kantornya. Dan yang pasti, Fera pasti sengaja menyuruh Celine bekerja disana untuk bisa dekat dengan Daffa lagi dengan cara melalui dirinya.
-
-
-
Sekeras apapun untuk melupakan, nyatanya pertemuannya dengan Celine siang tadi terus mengusik pikiran dan ketenangannya. Bahkan Daffa sampai tidak bisa tidur dan memilih meninggalkan Aini yang sudah terlelap di kamar supaya tidak mengganggu istirahat istrinya.
Memori itu terus berputar di kepala, bagaimana Celine menangis tadi, terlihat sangat terluka setelah mendengarnya sudah menikah. Nyatanya hatinya belum cukup kuat untuk benar-benar bisa mengabaikan semua itu. Meskipun begitu dia tetap mencoba memantapkan hati supaya tidak goyah.
"Mas..."
Sebuah panggilan bersamaan dengan terdengarnya suara terbukanya pintu mampu membuyarkan lamunan Daffa yang tengah berdiri di dekat jendela ruang kerjanya sembari memegangi secangkir kopi ditangannya.
"Kamu kenapa bangun, hem?" Daffa meletakkan kopinya diatas meja dan berjalan mendekat ke arah Aini yang sudah berdiri di dekat pintu.
Mata sayu dan sedikit memerah itu menandakan jika istrinya ini baru terjaga dari tidurnya, dan mungkin memaksakan untuk bangun karena tidak melihatnya ada diatas tempat tidur.
"Ini sudah jam satu, kamu ngapain masih disini? Apa ada pekerjaan yang belum selesai?"
Daffa menggeleng, pelan. "Tidak ada, aku hanya tidak bisa tidur saja."
"Tidak bisa tidur? Apa ada yang menggangu pikiran kamu, Mas?" rasa kantuknya mendadak hilang, dan berubah menjadi rasa penasaran.
Ditengah rasa kantuk dan kegundahan hatinya, Daffa berusaha untuk tersenyum saat menanggapi ucapan istrinya. "Tidak ada, aku hanya sedang berfikir untuk membelikan rumah untuk orang tua kamu saja supaya mereka tidak terus-terusan tinggal di rumah kontrakan,"
Tak sepenuhnya berbohong, Daffa memang sudah merencanakan itu semua. Bahkan dia juga sudah meminta sekertarisnya untuk mengurus semuanya, mencari tempat tinggal baru untuk ditempati mertuanya.
Rasa panas menyapa, kedua mata Aini mulai berkaca-kaca, "Kenapa kamu sebaik ini, Mas? Jangan membuatku memiliki hutang budi padamu,"
Daffa memegangi kedua bahu Aini, menatap matanya lekat, "Tidak ada hutang budi diantara suami istri, Aini. Tidak mungkin aku membiarkan orang tua kamu untuk tinggal di rumah kontrakan sementara kita bisa tidur dan makan enak disini. Orang tua kamu adalah orang tuaku juga, sekarang mereka juga akan menjadi tanggung jawabku,"
Meskipun begitu, Aini tak langsung senang mendengarnya. Dia cukup sadar diri untuk bisa menerima semua kebaikan suaminya itu meskipun dia pantas mendapatkannya.
"Gini aja Mas, gimana kalau pembelian rumah untuk orang tuaku aku cicil aja ke kamu uangnya pakai gajiku selama bekerja di pabrik?"
Ekspresi wajahnya berubah serius, rasa kantuknya pun seketika hilang mendengar jawaban sang istri. "Mau bernego? Kamu pikir aku tukang kredit rumah, Ai?"
"Buk-bukan..." Aini langsung gelagapan, dia menggeleng cepat. Mencari-cari jawaban yang pas, tapi otaknya mendadak buntu dan tidak bisa berfikir cepat. Ditambah lagi saat melihat ekspresi wajah suaminya sekarang, sama persis seperti saat pertama kali mereka bertemu, begitu dingin.
Sengaja tak merubah ekspresi wajahnya yang pastinya membuat Aini ketar-ketir bingung karena takut salah bicara, Daffa melipatkan kedua tangannya di depan dada.
"Baiklah, aku setuju. Tapi kamu bayarnya pakai cara lain, gimana?"
...💧💧💧...
. tapi aku ragu celine bakal sadar sebelum dapet karma instan🤧🤧