Pemuda itu mengacungkan pistolnya persis di dada sebelah kiri Arana. "Jika aku tidak bisa memilikimu, maka orang lain juga tidak bisa.
Dor!!
••••
Menjadi tunangan antagonis yang berakhir tragis, adalah mimpi buruk yang harus Nara telan.
Jatuh dari rooftop sekolahnya, membuat Nara tak sadarkan diri dengan darah yang menggenang di tempat dirinya terjatuh.
Nara pikir dia akan mati, namun saat gadis itu terbangun, ia begitu terkejut ketika mendapati jiwanya sudah berbeda raga.
Berpindah di raga tokoh novel yang merupakan tunangan dari antagonis cerita.
Ia bernama Arana Wilson.
Saat mencapai klimaks, tokoh ini akan mati tertembak.
Sialnya, karena terjatuh, Nara tidak tau siapa malaikat maut raga yang kini ia tempati.
Bagaimana kisah Nara di novel itu sebagai Arana. Akankah dia tetap mati tertembak atau justru ia mampu mengubah takdirnya.
🍒🍒🍒
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raintara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab empat belas
...🍒🍒🍒...
Berita terkini! Di temukan mayat perempuan dengan kondisi yang sangat mengenaskan di hutan cendana. Bagian wajahnya rusak karena penuh sayatan. Terdapat lima luka tusuk di bagian perut, menyebabkan organ dalam korban terlihat. Yang lebih sadisnya lagi, korban ditemukan dalam kondisi yang tak utuh. Jari-jari tangan korban terpotong. Kuat dugaan ini adalah kasus pembunuhan. Polisi masih menyelidiki identitas korban......
Arana kehilangan nafsu makannya. Berita yang baru didengarnya, cukup membuat perutnya mulas. Dunia novel ini memang sudah gila. Orang-orangnya tidak ada yang waras.
Membayangkan bagaimana tersiksanya korban akan tindakan keji pelaku, membuat Arana bergidik ngeri.
"Hueek!" gadis itu merasa mual.
"Hueek!"
Merasa sesuatu akan keluar dari perutnya, buru-buru Arana berlari menuju wastafel. Gadis itu muntah. Walau yang keluar hanyalah cairan bening, mengingat sejak insiden penculikan itu, ia belum makan apa-apa.
"Hah...hah...hah..." nafasnya terengah-engah.
Kini perutnya terasa kosong. Namun ia tidak nafsu makan. Teringat kembali tentang berita pembunuhan di televisi tadi.
"Hueek!"
perut Arana kembali ingin mengeluarkan sesuatu. Dan lagi-lagi hanya cairan bening yang keluar.
"Hueek!"
Gadis itu tersentak kaget saat tiba-tiba tengkuknya dipijat oleh sebuah tangan. Menoleh ke belakang, dapat ia lihat pemuda yang sejak semalam menganggu pikirannya.
Merasa lebih baik, Arana menyingkir. Ia menatap Hades malas.
"Ngapain lo di sini?" ketus gadis itu.
"Ngecek gadis ceroboh." jawab Hades singkat.
Pemuda itu berjalan ke arah rak gelas, mengambil air putih dari dispenser, lalu menengguknya hingga tandas.
Mendengar jawaban Hades, Arana melotot tak terima. Ia dekati pemuda itu. Sebelum akhirnya menarik baju sang tunangan.
Hades menundukkan kepalanya. Menatap Arana yang hanya sebatas pundaknya.
"Siapa yang lo sebut ceroboh?!" seru Arana dengan wajah mengerut kesal.
Hades menyunggingkan satu sudut bibirnya.
"Menurut lo?"
Arana berdecak, ia palingkan wajahnya dengan tangan bersedekap dada.
"Mending lo pulang." usir gadis itu.
Hades abai, ia kembali mengisi gelas bekasnya dengan air sampai setengah. Setelah itu, ia raih wajah Arana agar kembali menatapnya, sebelum akhirnya menyodorkan gelas itu pada Arana.
Anehnya gadis itu menurut. Ia tengguk air itu hingga tanpa sadar matanya bersibobrok dengan mata tajam Hades.
Arana terpaku. Sudahkah Arana mengatakan ini. Mata Hades, tidak peduli sedang marah ataupun tidak, matanya tetap setajam mata elang. Mengintimidasi siapapun yang bersipandang dengannya.
Terlalu larut pada tatapan sang tunangan, menyebabkan gadis itu tersedak. Air putih itu tumpah membasahi dagunya. Hades berdecak dibuatnya.
"Terpesona itu boleh, tapi jangan sampai lupa diri. Gadis ceroboh." sindir pemuda itu.
Ia usap dagu Arana yang basah menggunakan ibu jarinya. Sedangkan Arana sendiri gelagapan. Ketahuan sudah jika dirinya sedang mengagumi karakter antagonis di hadapannya. Yang sialnya tunangannya sendiri.
"Nggak usah sok peduli deh!" seru Arana menyentak tangan Hades dari dagunya.
Ia palingkan wajahnya. Kemana pun asal jangan menatap Hades.
"Gue emang peduli."
"Bohong!"
Hades geram. Ia rangkum wajah Arana. Memaksa gadis itu menatapnya. Menengguk salivanya kasar. Bola mata berkeliaran kemana-mana.
"Tatap mata gue Arana."
Titah mutlak dari sang tunangan, membuat Arana menciut takut. Ia tatap mata elang Hades ragu-ragu.
"Darimana lo bisa nyimpulin kalau gue cuma pura-pura? Jelasin ke gue. Bukannya selama ini malah lo yang selalu nolak perlakuan gue?"
Arana mengedipkan matanya. Nafas hangat Hades berhasil menyentuh wajahnya. Aroma mint menguar begitu saja.
"Kenapa kemarin lo ninggalin gue sendiri? Lihat, akibatnya gue diculik!" tanya Arana tanpa menjawab pertanyaan sang tunangan.
Hades terkekeh.
"Lalu kenapa kalian pelukan?" sinisya membalikkan pertanyaan.
"Kalian siapa? Siapa yang lo maksud?"
Semalam juga Hades mengatakan hal yang sama. Masalahnya, Arana benar-benar tidak tahu siapa yang pemuda itu maksud.
Hades berdecih. "Jangan pura-pura lupa!"
"Di lorong itu, jelas kalian pelukan."
Lorong. Berusaha mengingat kembali segala kepingan-kepingan peristiwa yang dialaminya kemarin.
Mata Arana memejam, sebelum akhirnya terbuka sempurna dengan mulut terbuka membentuk huruf o.
Ia ingat sekarang.
"Malvin. Maksud lo Malvin?"
Hades menggeram tertahan. Perasaan tak suka memenuhi dadanya.
"Jangan sebut namanya."
Tersenyum mengejek, Arana semakin menjadi. Larangan ada untuk di langgar bukan.
"Malvin Malvin Malvin Mal---
Ucapan Arana berhenti. Matanya membola syok. Telinganya tiba-tiba memerah, menular hingga wajah dan lehernya.
Hades....mencium bibirnya.
...🍒🍒🍒...
Flashback on
"Merindukanmu. Malvin rindu Arana..."
Deg
Tubuh Arana membeku seketika.
Ini...tidak mungkin.
Bagaimana bisa. Ada hubungan apa antara tokoh utama ini dengan tokoh Arana.
Sebenarnya teka-teki seperti apa yang harus ia kupas.
"Kamu juga merindukanku hm?"
Arana tersadar. Dengan sekuat tenaga ia dorong tubuh Malvin hingga pelukannya terlepas.
"Berani banget lo!" nada Arana menyulut marah.
Kening Malvin mengernyit. Merasa aneh dengan reaksi yang Arana berikan. Tidak seperti biasanya.
"Kamu kenapa?"
"Jangan sentuh sembarangan! Ini termasuk pelecehan!"
"Pelecehan? Tapi kita biasa melakukan dan kamu tidak ada masalah. Kenapa sekarang protes?"
Arana terdiam. Kepalanya terasa menguap. Biasa melakukannya. Berarti mereka memiliki hubungan. Tapi hubungan yang seperti apa.
Tidak mungkin cinta. Pada novel di jelaskan jika Malvin sangat mecintai Mira.
Lalu apa.
Menatap Malvin tajam, Arana acungkan telunjuknya tepat di hadapan pemuda itu.
"Itu dulu. Sekarang, gue nggak suka tubuh gue disentuh sembarang orang."
Setelah mengucapkan kalimatnya, Arana melenggang pergi. Meninggalkan Malvin dengan segala pikiran yang berkecamuk di otaknya.
Mengepal tangan erat. Sesuatu dalam dirinya bangkit.
Malvin membutuhkan Mira saat ini.
...🍒🍒🍒...
terimakasih yang sudah baca♡♡