Novel ini penuh air mata ya say...kalau tidak kuat Melo, tinggalkan saja...!
Penolakan sang suami untuk mengakui keberadaan putranya membuat Adis menyerah. Ia harus membesarkan putra semata wayangnya seorang diri.
Namun penderitaan makin sempurna yang harus ia alami saat putranya di vonis dokter mengalami sakit jantung membuat ia harus berpikir keras untuk mencari uang tambahan.
"Ya Allah. Dari mana aku harus mendapatkan uang 500 juta dalam sebulan?" desis Adis sambil mengelus dadanya yang terasa sangat sesak lagi sakit.
Bagaimana kisah ini selanjutnya antara Adis, suaminya Panji serta putra mereka Rian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Terpukau
Urusan pindahan yang hanya membawa tiga koper baju, dilakukan siang itu juga. Masakan yang dimasak oleh Dina di bawa juga ke apartemen tapi di unitnya Galih terlebih dahulu karena isi kulkas maupun dispenser yang sudah tersedia di unit kamar Adis belum berpenghuni di dalamnya.
Kelima orang itu menikmati makan siang sederhana dari tangan ajaib Dina dan satu lagi minuman teh herbal yang dibuat oleh Adis menjadi kesukaan Galih begitu pula dengan asisten Andre.
"Makanan ini lebih nikmat daripada masakan restoran," puji asisten Andre membuat Dina salah tingkah sendiri. Sementara Adis dan Galih saling menatap dengan wajah malu-malu.
"Benar om Andre. Masakan Tante Dina tidak ada tandingannya. Apalagi masakan mamaku. Rasa masakannya itu penuh cinta. Itu yang dikatakan mama," timpal Rian menambah suasana makin menghangat diantara mereka.
"Oh ya...! Benarkah? kalau begitu uncle ingin merasakan masakan mamamu besok. Besok kita. Akan belanja untuk keperluan dapur. Bagaimana?" tawar Galih yang menanggalkan kesan dinginnya yang selama ini terkenal datar pada orang lain.
Asisten Andre tersedak mendengar kalimat itu mengalir dari seorang Galih yang selama ini pelit bicara bisa sehangat itu pada anak kecil seperti Rian.
Uhuk....uhuk....uhuk...!
Dina spontan menyodorkan air pada asisten Andre karena jarak duduk mereka lebih dekat di meja makan itu.
"Apakah bos ku tidak salah minum obat?" batin asisten Andre seakan sedang bermimpi di siang bolong.
Adis dan Dina saling menatap satu sama lain. Dina yang mengerti jika Galih ingin berduaan saja dengan sahabatnya Adis memilih untuk tidak ikut.
"Kamu saja belanja Adis dengan tuan Galih ...! Biarkan aku yang merapikan rumah. Aku harus menyusun baju kita bertiga di dalam lemari," ucap Dina.
"Rian mau temani Tante Dina karena Tante Dina sendirian di apartemen. Mama sudah dijaga oleh uncle Galih," timpal Rian sepertinya mengerti situasi orang dewasa saat ini.
Sementara asisten Andre tidak bisa berkata apa-apa lagi karena dia harus menyetir mobil untuk Galih dan Adis.
"Uncle Galih, mana rumahnya Rian?" tanya Rian yang sudah tidak sabar ingin melihat kamarnya seperti di video yang ditunjukkan Galih yang ada di ponselnya Galih.
"Oh iya. Ayo kita ke sebelah...!" ucap Galih segera bangkit lalu mengulurkan tangannya untuk menggandeng tangan Rian beranjak keluar.
Dina dan asisten Andre membereskan piring kotor yang sudah dipindahkan ke wastafel cuci piring. Keduanya terlihat malu-malu namun sesekali mencuri pandang.
"Biar aku saja yang mencuci piringnya...! kamu ke sebelah saja...!" cegah asisten Andre.
"Ini pekerjaan perempuan. Ini hanya setengah lusin piring dan gelas. Paling memakan waktu lima menit kelar," tolak Dina berebutan cuci piring dengan asisten Andre.
"Baiklah. Aku akan menemani kamu di sini menggantikan tugas Rian," ucap asisten Andre mengalah.
"Begitu dong. Itu baru gentleman karena tidak melawan kodrat," ucap Dina membuat asisten Andre mengulum senyumnya.
Asisten Andre mengambil satu buah apel merah dan langsung mengigit nya dengan cepat. Tangan Dina yang cekatan menyelesaikan tugas cuci piringnya dengan cepat. Keduanya menyusul Galih dan Adis yang sudah lebih dulu ke unit di sebelah kamar Galih.
Di unit sebelah, kamar pertama yang mereka datangi adalah milik Adis dan Rian yang masih tidur satu kamar berdua. Hanya saja tempat tidurnya di pisahkan. Tempat tidur yang seperti mobil dan terlihat sangat keren membuat Rian langsung tertarik.
"Wahhh....! mama lihat deh...! Tempat tidurnya keren. Apakah ini untukku uncle?" tanya Rian dengan binar ceria.
"Tentu saja, nak. Cobalah tempat tidur baru milikmu!" titah Galih dan Rian langsung naik perlahan di atas tempat tidur itu dan merasakan kelembutan kasurnya.
Di depannya ada televisi kecil khusus untuknya. Galih menyalahkan AC dan juga televisinya agar Rian nonton film kartun kesukaannya. Galih menemani Rian sebentar.
"Apakah uncle boleh mengajak mama lihat perlengkapan dapur?" ijin Galih pada Rian yang mengangguk setuju.
"Jangan di tutup pintu kamarnya, uncle!" pinta Rian dan Galih mengangguk. Adis mengecup pipi putranya lalu beranjak keluar.
"Mama tinggal dulu sebentar ya sayang...?"
"Iya mama."
Galih beralih ke ruang dapur dan memperlihatkan barang-barang elektronik yang akan membantu Adis dan Dina dalam memasak yang juga bisa membersihkan rumah sendiri.
"Kulkasnya masih kosong. Ada kitchen set juga hanya terisi piring dan gelas yang mungkin kamu butuhkan. Kita akan belanja besok. Atau kalau kamu mau bisa sekarang," tawar Galih antusias.
"Besok saja. Aku sudah lelah untuk mondar mandir," ucap Adis.
"Baiklah. Untuk makan malam biar aku yang traktir kalian. Nah, sekarang kalian boleh lihat-lihat sendiri keadaan sekitarnya. Kalau ada apa-apa minta tolong saja padaku dan asisten Andre," ucap Galih seraya berjalan menuju pintu utama dan berpapasan dengan Dina dan asisten Andre.
"Biarkan mereka sendiri melihat keadaan. Kamu ikut aku ke bawah," ucap Galih berjalan lebih dulu ke pintu lift.
"Baik tuan."
"Dina. Aku pergi sebentar...!" pamit asisten Andre dan Dina tersipu malu.
Adis yang melihat itu hampir meledakkan tawanya karena Dina berubah jadi feminim.
"Tenyata cantik juga kalau sahabatku ini kembali ke habitatnya," canda Adis sambil berjalan ke kamar Dina.
"Apa kamu bilang? kiamat kali kalau aku berubah jadi feminim," gerutu Dina tidak terima ada yang merubah kepribadian tomboinya.
Keduanya terpukau pada kamar Dina yang tidak kalah bagusnya dari kamar Adis. Keduanya masuk ke dalam dan melihat kamar mandi. Kamar mandi mewah sekelas hotel bintang lima.
"Gila banget Adis...! Kamu yang dapat job model, aku yang menikmati kemewahan ini. Dari dulu aku pingin banget tidur di hotel dengan kamar semewah ini. Ternyata aku tidak perlu ke hotel lagi karena ini sudah sangat bagus," ucap Dina melompat kegirangan.
Ia kemudian terpaku pada satu pintu lain lagi selain pintu kamar mandi.
"Tunggu. Ini pintu apa. Adis?" tanya Dina sambil memutar kenop pintu.
"Mana aku tahu?" ucap Adis juga penasaran dan keduanya di hadapkan dengan pemandangan yang begitu memukau.
"Masya Allah. Bukannya ini ruang ganti? tapi kenapa sudah ada semua baju dan perlengkapan apapun di sini. Ada baju, tas, sepatu dan arloji khusus wanita. Apakah jangan-jangan aku salah kamar Adis?
"Aku belum lihat kamarku secara menyeluruh karena ladenin Rian terlebih dahulu." Keduanya beralih ke kamar Adis lagi dan benar saja ada kamar ganti yang di dalamnya sudah ada model baju apapun dan perlengkapan lainnya termasuk kaca cermin di lengkapi peralatan tempur kecantikan. Bahkan ruang ganti milik Adis lebih bagus.
"Adis. Apakah jangan-jangan ini semuanya punya model sebelumnya yang ketinggalan?" tebak Adis yang tidak mau menyentuh apapun di ruang ganti itu.
"Sepertinya begitu. Coba kita tanya tuan Galih. Hanya dia yang bisa menjelaskan ini semua," ucap Dina.
Tidak lama kemudian, bel pintu mereka berbunyi. Adis melihat putranya sudah terlelap tidur. Sementara Dina yang membuka pintu itu.
Ternyata Galih dan asisten Andre membeli banyak cemilan untuk tetangga baru mereka karena Andre unit kamarnya bersebelahan dengan Adis dan Dina juga. Jadi kamar mereka diapit oleh dua unit kamar pria tampan itu.
"Kalian belanja apa?" tanya Dina sambil melihat belanjaan yang diserahkan Andre padanya.
"Langsung masukin ke kulkas saja..!" pinta asisten Andre.
"Ok." Dina menuju kulkas dan menyusun semua jenis makanan.
"Tuan Galih."
"Iya. Kenapa suster Adis?" tanya Galih sambil membuka cemilan untuk mereka makan.
"Semua yang ada di dalam ruang ganti antara aku dan Dina, milik siapa?" tanya Adis sambil memasukkan cemilan itu ke dalam toples.
"Ya memang itu untuk kalian berdua. Ada masalah?" tanya Galih membuat Adis tercengang.
"Untuk kami berdua? Bukan itu punya model yang tinggal di sini sebelumnya?" tanya Adis.
"Unit kamar ini baru ditempati kalian berdua karena tidak ada penghuni lain berada di kamar ini," ucap Galih enteng.
"Astaghfirullah halaziiim," batin Adis tidak lagi tanya lebih jauh.