You Are My Sunshine

Sore harinya, Dara pulang diantar Freya menggunakan motor trailnya, bunyi bising yang berasal dari knalpot racingnya menyebabkan ibu-ibu komplek yang dilewatinya mengumpat pada si pengemudi dan juga pemilik motor. Si gadis tomboi itu malah cekikikan, dan berlalu pergi begitu saja tanpa memperdulikan hujatan ibu-ibu tersebut.

Motornya berhenti tepat di depan pagar gerbang rumah Wira, Dara segera turun dan memberikan helm yang dipakainya pada Freya.

"Yuk Frey, mampir dulu," ajak Dara sambil merapikan rambutnya yang tak beraturan

efek terhantam angin saat di perjalanan tadi.

"Makasih banget Ra, tapi sorry, aku gak mampir dulu, udah sore dan cuacanya juga mendung, aku mau langsung pulang biar nggak kehujanan," jawab Freya.

Dara mendongakkan kepalanya menatap langit, dan benar saja langit sudah bergelayut berwarna abu-abu pekat sedang menunggu angin untuk membimbingnya jatuh membasahi bumi.

"Ya udah deh, thank you Freya sudah mengantarkanku pulang," ucapnya sambil tersenyum manis. "Hati-hati di jalan, see you." Dara melambaikan tangannya.

"Oke," sahut Freya, kemudian segera melajukan kendaraannya meninggalkan pelataran rumah mewah itu.

Dara melangkahkan kakinya dengan riang sambil bersenandung memasuki rumah megah itu, ia langsung menuju ke kamarnya untuk beristirahat sejenak sebelum bersua dengan air shower dalam rangka membersihkan tubuhnya yang sudah terasa sangat lengket karena cuaca hari ini membuatnya berkeringat seharian.

Gadis itu langsung menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur dengan posisi menelungkup bermaksud untuk beristirahat. Namun, tanpa sengaja telinganya menangkap suara-suara aneh dari kamar sebelahnya, ia mengubah posisinya menjadi terlentang sambil menajamkan pendengarannya.

Setelah beberapa saat mencoba menelaah, Dara memutar bola matanya malas, mengacak rambutnya dan meraih bantal untuk menutupi wajah serta telinganya.

Itu adalah suara desahan dan erangan erotis dari kamar sebelah, karena kamarnya dan kamar Wira letaknya bersebelahan, jadi ia masih bisa mendengar sayup-sayup keributan yang terjadi di kamar tersebut.

"Hihhh... dasar pasangan yang tidak berperasaan! Mereka tidak tahu apa, kalau teriakan mereka berdua terdengar sampai ke kamarku, padahal ini masih sore, tapi mereka sudah bertempur dengan dahsyatnya. Haduhhh telingaku... toloooooong... kenapa aku harus mendengar suara-suara laknat ini...." Dara mengumpat berkali-kali dan berguling-guling kesana-kemari di atas tempat tidurnya sambil sesekali menendang-nendangkan kakinya ke udara.

Dara mendudukkan dirinya dan melempar bantal yang dipegangnya, kemudian beranjak menuju lemarinya dan mengacak-acak isinya. Ia mengganti pakaiannya dengan baju balet, dan memutuskan untuk menari balet saja sebelum mandi, gadis itu turun ke lantai bawah dan menuju ke ruangan khusus dimana ia sering menari balet bersama Almira.

Dinyalakannya musik klasik favoritnya dan tubuhnya mulai bergerak serasi dengan musik yang mengiringinya. Lagipula, tetap berada di dalam kamarnya bukanlah pilihan yang bijak untuk saat ini, dia tidak akan bisa beristirahat dengan benar jika harus diiringi dengan suara-suara dua insan yang tengah bergelora memadu kasih.

*****

Setelah dua setengah jam lamanya, kedua insan itu mencapai ambang batasnya dan menyudahi permainannya. Napas mereka masih terengah berkejaran dengan peluh disertai rasa lega yang membanjiri keduanya.

Wira menggulingkan dirinya kesamping dan meraih selimut tipis untuk menutupi tubuh telanjang mereka yang terlipat di dekat kakinya agar tidak masuk angin. Ia memeluk dan merapatkan tubuhnya dengan Almira yang berbaring miring membelakanginya.

Dikecupnya bertubi-tubi dari mulai rambut, pelipis, pipi, leher, hingga tengkuk lalu ia membenamkan wajahnya di ceruk leher istrinya itu. "Almira istriku sayangku, aku sangat mencintaimu," desahnya dengan suara serak penuh pemujaan.