Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
Suasana di butik Arumi tampak begitu harmonis. Reynald dan keluarga kecilnya makan bersama di sebuah sofa yang berada di sudut ruangan yang berada di toko tersebut.
Alvaro melirik ke arah istrinya yang sedang fokus memakan makannya, tangan terulur ketika melihat sebutir nasi yang menempel di sudut bibirnya.
"Eh" kaget Arumi.
"Ada nasi di sudut bibirmu" ucap Alvaro menunjukkan nasi tersebut, sambil tersenyum.
Wajah Arumi merona, jantungnya selalu jedag jedug ketika mendapatkan perlakuan manis dari suaminya. Maklum saja, sebelumnya dia tidak pernah di perlakukan seperti ini oleh Reza. Mantan suaminya itu terlalu cuek kepadanya, dan lebih perhatian terhadap ibunya.
Arumi tersenyum malu dan mengusap bibirnya dengan tisu yang telah disiapkan di meja. Naka dan Bella yang sedang asyik bermain dengan potongan kue, melihat kejadian tersebut dan tertawa kecil.
"Mama, kok wajahnya melah" celetuk Naka yang membuat Arumi semakin merona.
Wanita itu tertunduk, merutuki dirinya sendiri. "Dasar jantung, tidak bisa di ajak kerjasama. Lagian aku ini sudah bukan seorang gadis lagi, bahkan sudah punya anak satu, masih aja malu di perlakukan seperti itu" Batin Arumi kesal.
Alvaro tertawa kecil melihat tingkah istrinya. lalu mengalihkan pandangannya ke Bella yang sedang mencoba menyuapkan kue ke mulut bonekanya.
"Kamu juga harus belajar suapin mama ya, nanti kalau papa kerja," gurau Alvaro.
Arumi mendengus pelan, tapi matanya berbinar mendengar canda suaminya. Suasana di butik itu semakin hangat dengan tawa dan canda mereka.
Alvaro kemudian mengambil sepotong kue dan memberikannya ke Arumi, "Untuk wanita tercantik di sini," katanya seraya menunjuk Arumi dan anak-anak mereka.
Arumi menerima kue itu dan membalas dengan memotong sepotong lagi untuk Alvaro."Kapan Bella boleh punya pacal papa?" tanya Bella membuat Alvaro dan Arumi tersedak.
Mereka saling pandang, lalu tertawa bersama.
"Kamu masih kecil, tidak boleh mikirin cinta-cintaan dulu" larang Alvaro.
"Tapi teman Bella cudah pacalan lho, meleka macih kecil juga cih" seru Bella, ia tidak puas dengan jawaban papanya.
"Biarkan saja teman mu itu, sesuatu yang tidak baik kamu tidak perlu menirunya. Kamu boleh pacaran nanti kalau umurmu sudah 20th" ucap Alvaro.
Bella mengalihkan tatapannya kearah Arumi. "Cekalang Bella umul belapa, mama?" tanya Bella dengan mata berbinar.
"Umur tiga tahun, tahun depan baru empat tahun" jawab Arumi.
Bella menghitungnya dengan jemari tangannya, tetapi jarinya tidak cukup sehingga dia meminjam jari tangan milik Naka.
"Pinjam jali tangan mu cepuluh" ucap Bella.
Naka pun menurutinya saja, perutnya masih kenyang tidak mood untuk bertengkar dengan saudaranya itu.
Bella menghitung dua puluh jari tersebut sambil bergumam, "Dua puluh di kulangin empat, jadinya enam belas" ucapnya sambil menatap sang mama.
Arumi yang paham pun menjawab, "Iya, enam belas tahun lagi Bella baru boleh berpacaran" ucapnya.
Seketika wajah Bella berubah lesu, dia merebahkan kepalanya di atas meja.
"Lama kali enam belas tahun lagi, kebulu di ambil olang nanti cowok tampannya" gumam Bella yang menyukai salah satu temannya di sekolah. Padahal baru sekolah satu hari, tapi gadis kecil itu sudah menemukan tambatan hatinya.
Alvaro menggelengkan kepalanya, sambil mengusap dadanya sabar. Ia kemudian memperingati putranya agar tidak ikut-ikutan seperti Bella.
"Naka, jangan ikut-ikutan seperti Bella. Kamu boleh pacaran asal sudah bisa menghasilkan uang sendiri, tidak bergantung pada papa" tegas Alvaro.
Naka merotasi bola matanya malas, tidak perduli dengan nasihat papanya, yang ada di pikirannya saat ini hanya makan, makan, dan makan.
Tak lama terdengar suara tek tek dari luar toko. Wajah Bella yang tadinya melas berubah berbinar, penuh semangat.
"ABANG BATAGOL, BELI" teriak Bella. Ia menengadahkan tangannya di hadapan mamanya.
"Minta uang mama, Bella mau beli batagol" pinta Bella dengan tatapan memohon.
"Kamu baru selesai makan, sayang. Nanti kalau perutnya kekenyangan dan muntah bagaimana" tegur Arumi. Bukan dia pelit, hanya saja putrinya baru saja menghabiskan sepiring nasi dan sepotong kue. Dia takut putrinya kekenyangan, dan muntah-muntah.
Bella merengut sebal, namun dia tidak putus asa membujuk ibunya. "Macih muat mama, tadi cudah Bella cicain sedikit untuk batagol. Cepat mama, nanti abang batagolnya kebulu pelgi" rengek Bella sambil menghentakkan kakinya.
Arumi menghela nafas panjang, ia memberikan satu lembar uang berwarna coklat.
"Kok cuma lima libu" protes Bella.
"Memangnya mau berapa, itu juga dapat satu porsi lho. Kalau tidak mau kembalikan uangnya sini" pinta Arumi.
Bella langsung menyembunyikan uangnya ke belakang tubuhnya. "Cudah di kacih nda boleh di minta lagi, kata onty Lindu nanti kubulannya cempit" ucap Bella dan berlari begitu saja keluar dari toko.
Naka terus menatap kearah luar jendela,dia penasaran dengan apa yang di beli saudaranya itu.
"Naka mau beli juga?" tawar Arumi yang memperhatikan putranya itu.
"Memangnya batagol itu apa" tanya Naka polos.
Mulut Arumi menganga lebar, ia tidak menyangka putra sambungnya itu tidak tahu batagor, entah tidak pernah beli atau karena tidak tahu nama makanan tersebut.
Arumi memperhatikan ekspresi anaknya, lalu menoleh kepada Alvaro.
"Mommy tidak pernah memperbolehkan dia makanan makanan pinggir jalan" ucap Alvaro pelan,
Arumi mengangguk paham menyadari sekarang mengapa Naka tampak kebingungan.
"Kamu ingin beli" tawar Arumi
Naka mengangguk kecil, penasaran dengan jajanan tersebut.
Arumi menatap Alvaro, meminta persetujuan kepada suaminya itu.
"Boleh saja, asal jangan terlalu sering" ucap Alvaro. Dia takut makanannya tidak higienis dan akan membuat putranya sakit.
Arumi mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya ke arah Naka, "Ayo mama antar" ucapnya.
Naka pun bangkit dari tempat duduknya mengikut sang mama yang membawanya keluar toko, dan menghampiri gerobak itu.
"Mama mau beli juga" tanya Bella melihat kedatangan ibunya.
"Tidak, tapi Naka yang mau beli" jawab Arumi sambil mengusap kepala putrinya.
Naka mengamati dengan mata yang lebar saat penjual itu menggoreng adonan yang telah dibumbui, kemudian menyiramkan saus kacang yang kental dan menaburkan kecap serta serutan jeruk limau di atasnya.
"Dibuat dari ikan, sayang. Seperti somay, tapi ini digoreng," jelas Arumi kepada Naka mencoba mengenalkan makanan tersebut lebih detail.
Saat batagor disajikan, Arumi memberikan satu porsi kepada Naka. Dengan ragu, Naka mencoba satu suapan. Raut wajahnya berubah, dari yang semula ragu menjadi ceria.
Arumi tersenyum melihat reaksi positif dari putranya itu. "enak tidak?" tanya Arumi, lega melihat Naka mulai menikmati jajanan baru.
Naka mengangguk semangat, "Enak, mama! Boleh tambah lagi nda? " tanya Naka polos.
"Dacal lakus, becok lagi belinya. Abangnya cudah pelgi" sahut Bella, karena Arumi sudah lebih dulu pergi meninggalkan mereka di bangku yang ada didepan butik.
Naka mendengus sebal, padahal dia masih ingin tetapi abang yang jualnya sudah pergi.
"Yacudah deh, becok ikut mama kecini lagi bial bica beli batagol." ucap Naka sambil menghabiskan sisa batagornya.
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al