Rudi seorang anak muda berumur 23 tahun, dari kota Medan.
Berbekal ijazah Diploma bertitel Ahli Madya, Dia berhasrat menantang kerasnya kota Batam.
Di kota ini, akankah dia menggapai cita, cinta dan masa depannya?
Karya ini terinspirasi dari kisah nyata seorang teman. Ditambah bumbu-bumbu imajinasi penulis.
Cerita tanpa basa-basi dan tanpa ditutup-tutupi. Hitam putihnya kehidupan anak manusia menjadi Abu-abu.
Ini bukan kisah seorang pahlawan tanpa cela dan juga bukan sholeh tanpa dosa.
Inilah realita kesalahan manusia yang diiringi sedikit kebaikan.
Selamat Membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Manik Hasnan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.13 Batam ... Ohh ... Batam ...
Rudi berjalan menuju rumah liar yang ditunjuk oleh Om Zen. Tidak sampai lima menit dia sudah sampai di depan ruli.
"Assalamu 'alaikum" ucap Rudi.
"Wa 'alaikum salam" sahutan dari belakang rumah.
Ternyata setelah diperhatikan dengan seksama, pintu ruli digembok dari luar.
Dengan segera Rudi berjalan mengitari rumah menuju ke arah belakang. Di belakang ruli di atas tempat duduk yang terbuat dari semen, Rudi melihat Sardi sedang minum kopi.
"Wah.. Ada tamu jauh ternyata," ucap Sardi sedikit kaget dan langsung berdiri.
Setelah berjabat tangan, Rudi dipersilahkan duduk oleh Sardi.
"Ada angin apa kamu ke dunia antah berantah ini, Rud? tanya Sardi sedikit bercanda.
"Aku terdampar dari selat Malaka" balas Rudi tak mau kalah.
Setelah bersenda gurau seperlunya, Rudi akhirnya mengutarakan niatnya datang ke tempat tersebut.
Dengan mengernyitkan alisnya Sardi bertanya.
"Kamu serius Rud?" mimik tidak percaya.
Latar belakang Rudi memang bukanlah orang terkaya di kampungnya. Namun orang tuanya lumayan terpandang. Ayahnya adalah Kepala Desa saat ini, dan Ibunya adalah seorang Kepala Sekolah.
Menurut pemikiran Sardi, andai saja Rudi meminta dana dari orang tuanya. Dia tidak harus tinggal di tempat liar ini. Minimal Rudi sanggup menyewa rumah kost sederhana.
Tapi apa yang dilakukan Rudi menurut orang awam tidak masuk logika.
"Baiklah Rud, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Selamat datang di istana liar ini." pungkas Sardi dengan tersenyum.
Secara pribadi Sardi merasa sangat senang jika Rudi tinggal karena akan menambah ramai suasana. Selama hampir setahun Sardi tinggal di tempat tersebut tak ada orang yang nekad menemaninya.
"Kamu pakai kamar yang di depan, aku menempati kamar yang di belakang." ucap Sardi.
"Oh ya, aku baru pulang kerja shift malam dan mau istirahat. Kalau kamu mau masak, di dapur ada beras. Tapi tak ada lauk. Maklum aja, dapur perang," jelas Sardi sambil tersenyum.
Lalu Sardi mohon diri untuk istirahat.
Sepeninggal Sardi, Rudi lalu bergerak menuju kamarnya.
Di dalam kamar hanya ada karpet plastik dan di atasnya ada kasur yang jika diperhatikan usianya lebih tua dari Rudi.
Kumal penuh dengan pulau sambung menyambung menjadi satu.
Dengan segera Rudi membersihkan ruangan kamarnya.
Setelah selesai merapikan kamar, Rudi berniat untuk melihat-lihat pekarangan sekitar. Lalu dia keluar dan mulai mengitari sekeliling rumah. Di belakang rumah ada kamar mandi dengan sumur galian sebagai sumber airnya. Dindingnya terbuat dari plastik sungguh sangat sederhana. Kemudian dia berjalan lebih ke belakang ternyata di sana terdapat parit dengan lebar kira-kira dua meter.
Dan ketika dia memandang ke arah hulu parit, dia melihat ada dua orang yang sedang mengeruk pasir.
"Hmmm... Mungkin inilah lokasi pengerukan pasir Om Zen." pikirnya.
Dia berjalan ke hulu menghampiri dua orang yang sedang bekerja tersebut.
Setelah menyapa lalu Rudi memperkenalkan diri. Dari perkenalan tersebut Rudi tahu nama pria separuh baya namanya Sagala sedangkan yang masih kelihatan lajang bernama Lubis.
Tanpa basa-basi lagi Rudi menjelaskan niatnya ikutan dalam pengerukan pasir.
Pria paruh baya yang bernama Sagala tersebut lalu angkat bicara.
"Kamu boleh saja mengeruk pasir di sini, karena sudah dapat izin dari Bang Zen. Tapi kawasan hulu ini dari awal kami sudah merintisnya. Oleh sebab itu, kamu ambil daerah yang di hilir sana." Jelas Sagala sambil menunjuk ke arah belakang rumah yang ditempati Rudi.
"Ohh begitu ya,Bang. Baiklah aku akan ambil di sebelah hilir," ucap Rudi.
"Owh ya Rud, kalau kamu belum punya alat. Ini aku pinjamkan, nanti kalau kamu sudah punya uang kamu boleh menggantinya." Sambil menyodorkan cangkul dan sekop.
"Terima kasih banyak Bang, Aku pasti akan menggantinya nanti." Ucap Rudi dengan wajah terharu.
"Ternyata masih banyak juga manusia baik di sini." Ucap Rudi dalam hati.
Lalu Rudi membawa alat kerjanya dengan langkah pasti.
Batam... Ohh... Batam.
Bila Anda Tabah Anda Menang.
Bersambung...
###
Hai Readers.
Ketemu lagi dengan Rudi.
Ma'af upnya ngga rutin, bukan mau hiatus atau kehilangan arah cerita.
Hanya sibuk RL cari baju lebaran..😂🙊
Makasih yang masih setia.
🙏🙏🙏
###