NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Tersiksa

Pembalasan Istri Tersiksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Menantu Pria/matrilokal / Penyesalan Suami / Selingkuh / Dijodohkan Orang Tua / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: BI STORY

MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Air Mendidih

Malam harinya.

Rahayu melangkah menuju dapur dengan ujung jari yang meraba dinding secara halus. Suasana dapur yang biasanya tenang kini riuh oleh tawa sinis Lilis dan Nancy yang sedang duduk bersantai di meja pantry, sementara tumpukan cucian piring sengaja dibiarkan menggunung di wastafel.

​Begitu mendengar ketukan tongkat Rahayu, Lilis sengaja menjulurkan kakinya ke jalan, namun Rahayu dengan insting yang tajam berhasil menghindarinya.

​"Duh, yang biasanya dilayani sekarang harus turun ke dapur sendiri," sindir Lilis sambil mengikir kuku.

"Kasihan ya, cantik-cantik tapi cuma jadi pajangan yang nggak laku. Kalau aku jadi kamu, mending aku angkat kaki daripada jadi parasit di sini."

​Nancy menimpali sambil mengaduk mi instan di dalam panci kecil yang airnya mendidih hebat.

"Betul banget, Lis. Lagian buat apa punya mata kalau cuma buat hiasan? Makan aja harus masak sendiri, itu pun kalau nggak ngebakar dapur. Hati-hati ya, jangan sampai garam sama detergen ketuker, ntar yang mati bukan cuma harga dirimu, tapi nyawamu juga."

​Rahayu berhenti tepat di depan wastafel. Ia tidak menunjukkan kemarahan, hanya sebuah senyum tipis yang tampak begitu merendahkan di mata kedua ART itu.

​"Kalian tahu?" suara Rahayu mengalun tenang, memotong tawa mereka.

"Pekerjaan sebagai pelayan itu terhormat kalau dilakukan dengan benar. Tapi menjadi anjing penjilat hanya karena ingin cari muka pada majikan... itu level yang bahkan lebih rendah dari debu di lantai ini."

​"Apa kamu bilang?!" bentak Nancy berdiri, tangannya masih memegang gagang panci mi instan.

​"Aku mungkin tidak bisa melihat wajah kalian," lanjut Rahayu sambil menoleh tepat ke arah sumber suara Nancy, seolah matanya benar-benar berfungsi.

"Tapi dari nada bicara kalian, aku bisa mencium aroma keputusasaan. Kalian begitu semangat menghinaku hanya untuk merasa setara, padahal kenyataannya, kontrak kerja kalian bisa aku batalkan dalam satu jentikan jari jika Bu Citra sadar betapa tidak bergunanya kalian."

​"Halah! Mas Andika dan Bu Citra ada di pihak kita! Kamu itu cuma sampah!" teriak Nancy emosi. Ia melangkah maju dengan maksud mengintimidasi Rahayu, membawa panci panas itu terlalu dekat ke arah tubuh Rahayu.

​"Hati-hati, Nancy. Orang yang terlalu sibuk melihat rendah orang lain biasanya lupa melihat langkah kakinya sendiri," ucap Rahayu dingin.

​Tepat saat itu, Nancy yang sedang tersulut amarah tidak menyadari ada tumpahan minyak di lantai dekat kaki Rahayu. Kaki Nancy tergelincir hebat.

​"AAAGHHH!"

​Nancy terjatuh terjungkal. Panci berisi mi instan dengan kuah yang masih mendidih itu terlepas dari tangannya dan menyiram telak ke arah paha dan perutnya sendiri. Uap panas membubung tinggi diiringi jeritan histeris yang memekakkan telinga.

​"Panas! Tolong! Lis, tolongin aku!" Nancy berguling-guling di lantai, kulitnya seketika memerah terkena air panas.

​Lilis terpaku pucat, tidak berani mendekat. Sementara itu, Rahayu tetap berdiri tenang di posisi semula, tidak bergerak satu senti pun dari tempatnya.

​"Aku udah memperingatkan kamu, Nancy," ucap Rahayu tanpa emosi, suaranya terdengar seperti malaikat maut di tengah jeritan itu.

"Lantai ini memang licin bagi mereka yang hatinya kotor. Lilis, kenapa diam aja? Bukannya tadi kalian bilang aku yang beban? Sekarang sepertinya temanmu yang menjadi beban di lantai dapurku."

​Lilis gemetar hebat, melihat Rahayu yang tampak begitu berwibawa sekaligus mengerikan dalam kegelapannya.

​Beberapa jam telah berlalu sejak insiden di dapur. Rumah besar itu kini diselimuti keheningan yang mencekam, hanya sesekali terdengar rintihan tertahan Nancy dari arah kamar pelayan. Namun, rasa sakit di kulitnya ternyata kalah besar dibandingkan rasa haus akan balas dendam yang membakar dadanya.

​Di ruang santai, Rahayu tampak sangat tenang. Ia duduk di sofa beludru dengan postur tegak namun santai. Sepasang earphone putih menyumbat telinganya, menyalurkan alunan musik klasik yang lembut, mengisolasi dirinya dari atmosfer rumah yang penuh kebencian.

​Di balik pilar, Nancy mengintai dengan kaki yang sudah dibalut perban tipis. Tangannya gemetar, bukan karena takut, melainkan karena emosi yang meluap. Ia membawa sebuah cangkir porselen berisi kopi hitam yang baru saja mendidih uapnya mengepul tajam, membawa aroma pahit yang pekat.

​“Rasakan ini, buta sialan! Kita lihat apa kamu masih bisa berlagak sombong setelah wajahmu melepuh,” batin Nancy dengan senyum menyeringai.

​Ia melangkah berjinjit, mendekati sofa dari arah samping. Ia memastikan posisinya tepat di atas kepala Rahayu yang sedang menyandarkan punggungnya.

​Namun, tepat saat Nancy mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk menyiramkan kopi itu, terdengar suara langkah berat yang terburu-buru dari arah koridor.

​"Nancy! Mana berkas yang tadi saya minta di meja pantry?!"

​Itu suara Andika. Ia muncul dengan wajah gusar, matanya tertuju pada ponsel di tangannya, berjalan cepat tanpa melihat ke arah depan.

​Rahayu, yang indra pendengarannya tetap tajam meski menggunakan earphone dengan volume rendah, menangkap getaran langkah kaki Andika yang mendekat dengan kecepatan tinggi.

Di saat yang hampir bersamaan, ia merasakan pergerakan udara yang tidak wajar di samping kirinya gerakan tangan seseorang yang sedang bersiap menyiramkan sesuatu.

​Dengan gerakan yang sangat halus, seolah-olah ia hanya ingin membetulkan posisi duduknya, Rahayu sedikit memiringkan tubuhnya dan menarik kakinya ke arah dalam.

​"Tuan?!" Nancy tersentak kaget melihat kehadiran Andika yang tiba-tiba muncul tepat di hadapannya.

​Karena kaget dan kakinya yang masih perih akibat luka panas tadi tidak cukup kuat menahan tumpuan saat ia mencoba berhenti mendadak, Nancy kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terhuyung ke depan.

​BYUURRR!

​"AAAKKKHHHHH!!!!"

​Teriakan itu bukan berasal dari Rahayu, melainkan teriakan menggelegar dari Andika. Cangkir porselen itu terlepas dari tangan Nancy dan isinya kopi yang masih mengepul panas tersiram telak tepat di paha dan celana kain yang dikenakan Andika.

​Andika melompat mundur, wajahnya memerah padam. Panas kopi itu langsung menembus serat kain, membakar kulit sensitif di area pahanya. Cangkir itu sendiri jatuh dan pecah berkeping-keping di lantai.

​"GOBLOK! APA YANG KAMU LAKUKAN, NANCY?!" raung Andika sambil berusaha mengibaskan celananya yang basah kuyup dan panas.

​Nancy jatuh terduduk, wajahnya pucat pasi seperti mayat.

"Tuan... maaf, Tuan! Saya... saya tadi mau..."

​Rahayu perlahan melepas earphone-nya. Ia menoleh ke arah sumber keributan dengan wajah tanpa dosa, meskipun sudut bibirnya sedikit terangkat, membentuk kurva kemenangan yang samar.

​"Mas Andika? Ada apa? Baunya harum sekali... seperti aroma kopi yang tumpah," ucap Rahayu dengan nada bicara yang sangat sopan namun sarat akan sindiran.

​"Diam kamu, Rahayu!" bentak Andika menahan perih.

​Rahayu berdiri, meraba tongkatnya, lalu berjalan mendekat ke arah Nancy yang sedang menggigil ketakutan.

"Nancy, sepertinya kamu benar-benar harus memeriksakan matamu. Tadi siang kaki kamu, sekarang Mas Andika. Kalau kamu gak hati-hati, mungkin besok nyawamu sendiri yang akan tumpah."

​Ia kemudian 'menatap' ke arah Andika.

"Mas, lebih baik segera disiram air dingin. Luka bakar di area seperti itu... bisa berakibat fatal kalau gak segera ditangani. Kasihan kan, kalau sampai fungsinya terganggu hanya karena kecerobohan 'anjing penjilat' kesayanganmu ini."

​Setelah mengatakan itu, Rahayu melangkah pergi dengan anggun, meninggalkan Andika yang mengerang kesakitan dan Nancy yang hanya bisa meratapi nasibnya karena baru saja menyerang orang yang salah.

BERSAMBUNG

1
Ariany Sudjana
ini ga ada ceritanya gimana agung bisa menemukan Rahayu? tahu-tahu Rahayu sudah sadar dari koma
Ariany Sudjana: maksudnya saya gimana mulanya sampai agung ketemu Rahayu? kan Rahayu dibuang ke sungai, yang katanya banyak buaya, apa pas agung lewat, jadi ditolong sama agung? atau gimana? itu yang saya masih ga ngerti, tahu-tahu Rahayu bangun dari koma
total 2 replies
Anonymous
makin seru thor pembalasan dendam dimulai
Ara putri
semangat nulisnya kak.
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏
Ariany Sudjana
semoga ada yang datang menyelamatkan Rahayu dan pak Rio
Ariany Sudjana
he citra kamu beneran yah iblis berwujud manusia, sudah jelas kamu salah, masih juga mau berkelit dan mau membunuh pak Rio, jangan coba-coba kamu yah citra. sudah pa Rio bawa saja semua orang yang terlibat dalam penganiayaan Rahayu, biar hukum dunia bawah yang bertindak
Anonymous
makin gregetan thor
Ariany Sudjana
mampus kalian Andika dan citra, siap-siap saja kalian menghadapi papanya Rahayu
Anonymous
apa yg akan terjadi selanjutnya😍
Anonymous
seruu
Anonymous
mkin seru👍
Anonymous
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!