ISTRI GILA TUAN GEORGE

Satu peluru menembus kaca spion, tetapi, Max tetap mengemudikan mobil itu dengan kecepatan tinggi, sementara musuh terus mengejar.

“Tuan, Anda baik-baik saja?" Tanya Max.

“Cepatlah!!..Nafla pasti ketakutan!" George tidak memperdulikan dirinya, dia khawatir akan keselamatan sang istri.

Max mengangguk, dia juga sudah menghubungi anak buahnya untuk menghadang para musuh, namun sayang sekali, entah dari mana datangnya, mobil hitam datang dengan cepat menyusul mereka.

Satu peluru kembali melesat dan sasarannya adalah ban mobil. “Oh!! Shit!!!."

George sedikit membuka jendela kacanya, lalu dengan cepat menembak dua sisi ban mobil musuh sampai membuat kehilangan keseimbangan.

Dor!!

Dari arah belakang, mobil George kembali mendapatkan serangan.

Chiitttttt!!!

Max mengerem mendadak dan memuat setir sehingga mobil berdecit kesamping!.

Kedua menarik nafas dalam-dalam. “Kita terkepung, Tuan." Ucap Max, pandangannya lurus kedepan, dari jarak kurang lebih tiga meter, beberapa orang berdiri dengan tegak dan menodongkan senjata.

George memejamkan matanya untuk sesaat, lalu membuka matanya perlahan.

“Keluar!!" Jendela kaca itu di ketuk dari luar, George sangat mengenali suara itu.

“Tuan.. " Max menoleh kebelakang guna melihat sang Tuan.

“Habisi semua yang menghalangi jalan kita, Max." Sela George.

Jelas yang mereka serang saat ini adalah George seorang CEO muda dari perusahaan G&V Zionathan bukan George ketua organisasi dari Black wolf, itu artinya musuh mereka yang menyerang saat ini bukan dari kalangan Mafia.

“Keluar!!" Kaca kembali di ketuk menggunakan ujung pistol.

Namun, suara yang terdengar kali ini, George sangat mengenalnya. “Rick?" Gumamnya dan menoleh kesamping.

Benar saja, pemuda itu adalah keponakannya sendiri, sial.. situasi yang membuat George tidak bisa bebas bergerak.

Pintu mobil terbuka, tentu saja membuat Rich melangkah mundur, membiarkan George keluar. sungguh merepotkan harus menggunakan kursi roda.

“Apa yang kau inginkan, Rick?" Tanya George.

Mendengar suara nan dingin dengan wajah tanpa ekspresi sebenarnya membuat Rick merinding.

Rick tertawa pelan, dia suka gaya George yang tenang meskipun terkepung seperti ini.

“Aku menginginkan kekuasaan."

George menaikan sebelah alisnya. “Lalu, untuk apa kau mengatakannya padaku? apa kau juga menginginkan perusahaan Grandpa?"

“Ck, aku tidak butuh perusahaan, tetapi aku menginginkan apa yang kamu sembunyikan dari keluarga kita."

Tatapan mata setajam anak panah itu seakan langsung menusuk tepat mengenai jantung Rick. Seringaian kecil itu membuat siapapun bergidik ngeri.

Setelah beberapa tahun tidak bertemu, rupanya Rick baru menyadari jika George banyak berubah, tidak ada tatapan hangat seperti dulu, tidak ada senyum manis yang pernah dia lihat dulu.

“Kau terlalu cepat menampakkan diri dan juga terlalu bodoh, Rick." Ucapnya menarik sudut bibirnya.

“Apa aku salah jika menginginkan kekuasaan? bukankah di keluarga kita sudah menjadi turun temurun merebut kekuasaan dan mengambil alih. Hmm?" Jawab Rick santai.

George terkekeh pelan. “Ambillah kalau kau memang mampu dan menyingkirlah, jangan menghalangi jalanku." Titahnya, George tidak ada waktu untuk meladeni keponakannya.

Max hendak membawa sang Tuan pergi, sungguh jika Rick ingin bermain, keduanya akan meladeni, tetapi tidak untuk malam ini, George benar-benar sedang mengkhawatirkan istrinya.

Namun beberapa anak buah Rick kembali menghadang jalan Max.

Dor!!

“Brengsek!!" Rick mengumpat melihat satu anak buahnya tewas dengan luka tembak di kepalanya.

George memejamkan matanya, Max tidak bisa menahan diri lagi. “Kendalikan dirimu, Max."

“Tuan, di dunia gelap, tidak ada ikatan saudara ketika terlihat wujud aslinya, Diayang menginginkan kekuasaan kita maka harus diberikan peringatan." Jawab Max.

Dor!!

Dor!!

Max menembak beberapa anak buah Rick.

“GEORGE!!.. Matilah ka.. "

Dor!!

Rick membali mengumpat dan mengerang kesakitan, kala sebelah kakinya tertembak oleh Max.

“Ini peringat untuk Anda Tuan Rick, sampai kapanpun, Anda tidak akan bisa mengambil secuilpun dari kekuasaan kami." Ucap Max.

“Berhenti bicara Omong kosong!! kau hanya an*ng pelihara George, kalian berdua memang sudah sepantasnya membusuk di neraka!!" Emosi Rick, mencoba memprovokasi Max,

Max mengangkat kedua bahunya. Dia sama sekali tidak perduli dengan ucapan Rick. lalu melanjutkan langkahnya. buang-buang waktu saja.

“Max, cari tau siapa orang yang berada di belakang Rick." Titah George. Dia tidak yakin jika keponakannya bertindak atas kemauannya sendiri, pastinya ada yang memanipulasi untuk Keuntungan sendiri.

Jika memang itu kemauan Rick, tidak mungkin pemuda itu menampakkan dirinya secara terang-terangan.

“Baik, Tuan."

Sedangkan di sisi lain, Felix dan anak buahnya terengah-engah setelah berhasil menyelamatkan Nafla. Sementara Arsen hanya menatap tidak percaya atas tindakan menantunya.

“Dia gila." Ucapnya menggelengkan kepalanya.

“Kakak ipar memang gila Dad." Timpal Carey terkekeh geli melihat ekspresi Ayahnya.

“Diamlah!!..hanya Mansion yang terbakar jangan di permasalahkan, yang penting Nafla selamat, itu sudah lebih dari cukup, kalau sampai kita telat menyelamatkannya, mungkin seluruh bangunan di New York akan hancur oleh putramu." Luna ikut menimpali.

“Hanya Mansion? dia pikir belinya tidak pakai uang?" Gumam Arsen melirik istrinya.

Wanita itu dengan telaten merapihkan ramput menantunya, tersenyum hangat. “Kau baik-baik saja?" Tanya.

Nafla mengangguk senang Sembari bertepuk tangan. “Bakar.. Tidak berguna." Ucapnya mengulang ucapan anak buah George tadi.

Luna tersenyum. “Benar, bakar semua yang tidak berguna." Jawabnya, memberikan lirikan pada suaminya.

Arsen menghela nafas panjang, dia tau ucapan istrinya untuk menyindir dirinya yang masih menyimpan satu kenangan yang di tinggalkan oleh mendiang Rubby.

“Yeah!! George bakar.. Bakar mati..yeahh.. "

Grep

“Astaga!! Arsen, apa yang kau lakukan!" Teriak Luna, terkejut melihat suaminya yang mencekik Nafla.

Perempuan gila itu meringis kesakitan, kala cengkraman tangan Arsen semakin kuat.

“Arsen, lepaskan! dia bisa mati!" Luna menarik tangan suaminya, tetapi Arsen sama sekali tidak bergerak, tatapan matanya begitu berapi-api. Dia paling tidak menyukai siapapun mengumpat George ataupun berniat ingin menyakiti putra sulungnya.

“Dad, kau akan mendapatkan masalah jika sampai kakak Ipar kenapa-napa, George tidak akan memaafkanmu." Felix ikut menimpali.

“Aku akan membunuhnya, berani sekali kau ingin menyakiti putraku." Desisnya.

Wajah Nafla sudah memerah, kedua tangannya menepuk-nepuk lengan Arsen.

“Apa yang kau lakukan apa Istriku, Dad!"

Arsen menoleh kebelakang, kala mendengar suara putra kesayangannya. Sementara itu Max segera mempercepat dorongan kursi roda sang Tuan.

“George.. "

“Lepaskan istriku, Dad." Sela George.

“Wanita ini ingin mem.. "

“Kau percaya dengan ucapan orang gila Dad?" Sela George menaikan sebelah alisnya.

“Tentu saja Daddy percaya, kan sama gilanya." Carey selalu menimpali dengan kekehan kecil.

Arsen melepaskan Nafla, membuat perempuan itu langsung menghirup udara banyak-bayak. matanya berkaca-kaca.

“George!." merengek

George tersenyum. “Kemarilah" merentang kedua tangannya.

Nafla menggelengkan kepalanya. “Bakar.. " ucapnya menoleh kebelakang, dimana api masih menyala.

George menghembuskan nafas panjang, “Tidak apa-apa.. kemarilah."

Nafla mengangguk, menghampiri suaminya. “George, kamu senang?"

“Hmmm, lain kali jangan melakukan hal bodoh yang membahayakan dirimu."