Rania menjalani kehidupan yang monoton. Penghianatan keluarga, kekasih dan sahabatnya. Hingga suatu malam, ia bertemu seorang pria misterius yang menawarkan sesuatu yang menurutnya sangat tidak masuk akal. "Kesempatan untuk melihat masa depan."
Dalam perjalanan menembus waktu itu, Rania menjalani kehidupan yang selalu ia dambakan. Dirinya di masa depan adalah seorang wanita yang sukses, memiliki jabatan dan kekayaan, tapi hidupnya kesepian. Ia berhasil, tapi kehilangan semua yang pernah ia cintai. Di sana ia mulai memahami harga dari setiap pilihan yang dulu ia buat.
Namun ketika waktunya hampir habis, pria itu memberinya dua pilihan: tetap tinggal di masa depan dan melupakan semuanya, atau kembali ke masa lalu untuk memperbaiki apa yang telah ia hancurkan, meski itu berarti mengubah takdir orang-orang yang ia cintai.
Manakah yang akan di pilih oleh Rania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#12
Happy Reading...
.
.
.
Rania terdiam cukup lama. Kedua tangannya meremat gelas kopi panas itu begitu kuat untuk mencari kehangatan. Aroma kopi yang lembut sama sekali tidak membantu menenangkan pikirannya. Setiap ia menarik napas, ingatan itu kembali muncul. Apa yang Arkana ucapkan masih terngiang jelas.
"Melupakan? Bagaimana aku bisa melupakan apa yang sudah lelaki tua itu lakukan kepadaku?" Batin Rania bergema di dalam kepalanya sendiri. Semua itu benar-benar terjadi kepada dirinya. Semua itu juga menyisakan luka untuknya. "Tapi aku harus mencari bukti ke mana? Kejadian itu terjadi di apartemennya. Semua bukti ada di sana. Bagaimana mungkin aku masuk ke tempat itu lagi?" Lanjutnya lagi dalam hati.
Pikiran Rania berputar tanpa arah, membuat dadanya terasa sesak. Ia menunduk, menatap pantulan samar wajahnya di permukaan meja. Sementara itu, Adrian masih duduk dengan tenang di hadapannya. Lelaki itu memandang Rania, ia tidak ingin memaksa Rania untuk apa pun.
Saat Rania kembali menarik napas berat untuk menahan gejolak emosinya, Adrian akhirnya bersuara.
“Jika kamu diberi kesempatan untuk melihat masa depanmu.” ujar Adrian perlahan, suaranya terdengar sangat tenang. “Apa kamu akan kembali untuk memperbaiki masa lalumu?”
Rania mengangkat wajah, menatap Adrian dengan pandangan aneh. Pertanyaan itu terlalu aneh baginya. Tawaran yang bagi Rania tidak akan pernah mungkin terjadi. Tidak masuk akal dan terdengar seperti percakapan yang hanya akan ada di dalam novel fantasi.
“Pertanyaan macam apa itu?” gumam Rania pelan, namun tetap terdengar oleh Adrian.
Lelaki itu tidak tersinggung. Ia malah tersenyum tipis, seolah sudah tahu respon Rania. “Pertanyaan sederhana. Terkadang orang lebih takut melihat apa yang menunggu di masa depan daripada kembali pada masa lalu yang sudah membuat mereka terluka.”
Rania menggelengkan kepalanya. “Jika masa depan itu seperti yang aku inginkan... maka aku akan tetap memilih untuk berada di sana.” Jawab Rania asal.
Adrian mencondongkan tubuh sedikit, menaruh kedua tangannya di atas meja. “Dan bagaimana jika masa depan itu... tidak seperti yang kamu bayangkan? Bagaimana jika masa depan justru membawa kamu pada sesuatu yang lebih menyakitkan daripada masa lalu?”
Rania menelan ludah. Kata-kata itu membuatnya sedikit tidak nyaman.
“Aku tidak tahu,” jawab Rania akhirnya, jujur apa adanya.
Adrian mengangguk pelan, seolah ia memahami apa yang Rania pikirkan. “Ketakutan itu wajar. Tetapi apa pun yang kamu alami sekarang... itu bukan akhir. Kamu masih punya banyak pilihan. Hanya saja, terkadang kita perlu melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda.”
Rania terdiam lagi. Ia memindahkan pandangannya ke jendela kafe yang berkabut. Lampu jalan di luar tampak buram. Suasana tenang itu justru membuat pikirannya semakin kalut.
“Bagaimana kalau aku tidak punya pilihan?” tanya Rania lirih. “Bagaimana kalau semua pintu sudah tertutup untukku?”
“Kamu selalu punya pilihan.” jawab Adrian mantap. "Saat kamu merasa tidak ada jalan keluar, sebenarnya pilihan itu bukan hanya tentang maju atau mundur. Tapi kadang kamu hanya perlu melihat lebih jauh dari apa yang tampak di depanmu.”
Rania memandang Adrian lebih lama kali ini. Ada sesuatu pada lelaki itu, sesuatu yang membuatnya merasa ia bisa percayanya. Meski baru bertemu, kata-katanya terasa... berbeda. Dalam, namun tetap terdengar sederhana.
“Aku hanya ingin semuanya sedikit lebih mudah untuk aku jalani.” ucap Rania lirih, hampir seperti bisikan. “Aku lelah.”
Adrian tersenyum simpul, bukan senyum kasihan tetapi lebih ke senyum seseorang yang mengerti perasaan Rania. “Masa depan tidak menjanjikan kemudahan, Rania. Tapi ia selalu memberikan kesempatan. Pertanyaannya... apakah kamu siap menerimanya?”
Hati Rania mulai dipenuhi keraguan. Kata-kata Adrian seolah terus menggema, saling bertabrakan dengan pikiran-pikirannya yang sudah kacau sejak awal.
Apa aku akan sanggup? Pertanyaan itu menjadi yang paling sering muncul. Lalu muncul pertanyaan yang lain. Bagaimana jika kehidupan masa depanku tidak seperti yang kuinginkan? Bagaimana jika justru lebih buruk?
Namun sisi lainnya kembali berbisik, Tapi bagaimana jika kehidupan itu justru seperti yang aku inginkan? Bagaimana jika semua rasa sakit ini akhirnya terbayar?
Pertanyaan itu belum berhenti sampai di sana. Jika masa depan itu benar-benar menjanjikan kebahagiaan, apa yang harus Rania korbankan untuk sampai ke sana? Keluarga? Masa lalu? Diri sendiri?
Rania mengusap tengkuknya pelan, merasa kepalanya terasa berat. Terlalu banyak pertanyaan untuk sebuah pertanyaan singkat. Terlalu banyak kemungkinan untuk sesuatu yang bahkan tidak ia pahami.
Adrian, yang sejak tadi memperhatikan gelisahnya Rania, tiba-tiba mengeluarkan sebuah benda kecil dari sakunya. Sebuah jam saku berwarna perak, tampak tua namun terawat. Ia meletakkannya tepat di depan Rania dengan gerakan yang sangat hati-hati, seolah benda itu memiliki nilai yang tidak biasa.
“Jika kamu sudah menentukan,” ucap Adrian tetap menunjukkan ketenangan seperti sebelumnya, “Tekan tombol ini.” Ia menunjuk sebuah tonjolan kecil di sisi jam tersebut. Rania hanya bisa menatapnya, bingung.
“Sesekali aku akan datang untuk mengunjungi kamu.” Lanjut Adrian sebelum ia berdiri dari kursinya.
Rania spontan mengerutkan kening. “Tunggu.. Tapi apa maksudmu? Mengunjungiku ke mana?”
Namun Adrian hanya tersenyum samar. “Kamu nanti akan mengerti."
Tanpa menjelaskan apa pun lagi, adrian melangkah pergi meninggalkan meja. Langkahnya tenang bahkan hampir tanpa suara. Hingga akhirnya sosoknya benar-benar menghilang di balik pintu keluar kafe.
Rania masih terpaku. Jam saku itu memantulkan cahaya lampu dari atasnya.
“Apa maksud semua ini?” gumam Rania. Ia menyentuh jam itu dengan ragu, mencoba memahami maksud Adrian.
Tapi rasa penasaran, ketakutan dan harapan bercampur menjadi satu hingga akhirnya mendorongnya untuk mengambil jam itu. Jemarinya menggenggam logam dinginnya itu dengan kuat. Seolah hal itu dapat memberinya jawaban.
Ia menarik napas panjang lalu berdiri dari kursinya. Langkahnya menuju kasir terasa ringan namun gugup. Ia membayar minumannya, mengucapkan terima kasih singkat lalu keluar dari kafe.
Udara malam menyambutnya, dingin seolah menusuk tulang- tulangnya. Lampu-lampu kendaraan membentuk garis panjang di sepanjang jalan. Rania menatap seberang jalan, berniat untuk menyeberang.
Namun begitu ia melangkah, sebuah suara keras terdengar.
“Rania!”
Seseorang memanggil, namun Rania tidak sempat menoleh. Dalam hitungan sepersekian detik, sebuah cahaya putih dari arah kiri menyilaukan matanya.
BRUK!
Tubuh Rania terpental jauh. Rasa sakit menjalar begitu cepat hingga ia tidak bisa membedakan mana yang paling sakit. Dunia di sekitarnya berputar, semua suara seolah menjauh dan menggema. Dalam kondisi panik dan refleks memegang sesuatu, jari Rania menekan benda di genggamannya. Tombol kecil pada jam saku itu tertekan secara tidak sengaja.
Pandangan Rania berubah. Cahaya putih menyelimuti matanya. Suara klakson, teriakan orang-orang, semuanya menghilang.
Hanya satu hal yang ia ingat sebelum semuanya menggelap, bahwa dirinya tanpa sengaja sudah menekan tombol itu.
.
.
.
Ini sudah di usahakan untuk up setiap hari lohhh.... Please,,, tinggalkan jejak dong....