"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."
🌊🌊🌊
Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.
Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.
Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.
Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.
Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.
Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.
Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Pencarian Di Laut
Frustasi Elio memuncak bagai ombak yang menabrak karang. Setiap hari adalah ritual yang sama. Menyaksikan Serafina yang perlahan layu, mendengar namanya bukan ‘Elio’ melainkan ‘Rafael’ yang terucap dalam tangis dan mimpi.
Kekesalannya memuncak karena Serafina bertingkah seolah tidak bisa hidup tanpa Rafael, padahal masa mereka bersama begitu singkat. Ada momen di mana dia hampir saja mengatupkan tangan Serafina dan berteriak, “Sostituirmi! Lascia che io prenda il suo posto!”
*Gantikan aku! Biarkan aku mengambil tempatnya
Tapi dia tahu itu hanya akan menjadi lelucon pahit bagi Serafina. Hatinya yang paling dalam tahu, dia hanyalah bayangan, pengganti yang tak diinginkan.
Hari ini, di jam tiga pagi yang pekat, Serafina kembali ngotot. “Aku harus ikut mencari ikan. Apa kalian tidak mengerti? Mungkin saja dia muncul di suatu tempat!” rengeknya, wajahnya pucat dan mata yang tak pernah lagi bersinar.
Marco dan krunya hanya berdiri dengan wajah masam, lelah dengan drama yang tak kunjung usai.
Elio, dengan sisa kesabaran, mendekati Marco. “Aku akan menjaganya. Ti prego,” pinta Elio.
*Aku mohon padamu
Marco akhirnya mengangguk singkat, lalu menggerakkan tangannya sebagai izin. Dengan hati-hati, Elio membantu Serafina naik ke kapal yang bergoyang.
Perjalanan di tengah gelapnya laut adalah siksaan bagi Serafina. Dia muntah-muntah, tubuhnya menggigil kedinginan. Elio memijit tengkuknya, membersihkan mulutnya, dan akhirnya melepas mantel tebalnya sendiri untuk menyelimuti bahu Serafina yang ringkih.
“Masuklah ke dalam, Sera. Di luar masih gelap, kau tidak akan melihat apa-apa,” bujuk Elio.
“Tapi Rafael—”
“Rafael tidak akan muncul dari kegelapan seperti hantu. Tidurlah dulu. Aku janji akan membangunkanmu saat matahari terbit.”
Akhirnya, Serafina menyerah. Di dalam kabin yang sempit dan bau amis, Serafina bersandar pada Elio, memeluk selimut erat-erat ke perutnya untuk menekan mual. Elio dengan lembut menyingsingkan rambut Serafina yang menutupi wajahnya. Sentuhan itu membuat Serafina bergidik.
“Jangan ... jangan melewati batas, Elio,” bisiknya lemah, tapi tanpa tenaga untuk menjauh.
“Kau yang menggodaku,” balas Elio dengan suara serak. “Kau yang selalu memulai. Aku tidak sepenuhnya bisa disalahkan.”
Dari pintu atas kapal, seorang yang sedang beristirahat mengamati mereka dengan mata tajam. Ada sesuatu dalam cara Elio memandang Serafina—bukan seperti kakak pada adik, melainkan seperti seorang pria yang kelaparan melihat satu-satunya sumber kehidupannya.
Saat matahari mulai menyembul dari ufuk, mengubah langit menjadi kanvas jingga dan emas, Serafina langsung terbangun dan naik ke geladak. Dia melihat para pria ber-tanktop itu bekerja di bawah terik mentari pagi. Langit biru, laut tenang, tapi bau amis ikan yang melompat-lompat di kapal langsung membuatnya muntah lagi.
Kru-kru yang melihat hanya menghela napas dan melanjutkan pekerjaan. Marco, yang tiba-tiba membayangkan jika Giada yang berada di posisi Serafina, merasa iba. Dia mendekat dan menyodorkan sebotol minyak aromaterapi.
“Ecco. Untuk meredakan mual,” ujarnya, nadanya datar.
*Nah
“Grazie.” Serafina berterima kasih, memegang botol itu. “Kau calon suami kakak ipar yang baik.”
*Terima kasih
Marco tersenyum sinis. “Aku akan memenangkan Giada dan menikahinya. Kau? Apakah kau akan menikahi Rafael?” Tantangannya menggantung di udara.
Serafina memegang botol minyak itu dengan dua tangan, matanya berbinar dengan keyakinan yang tak tergoyahkan. “Ya. Aku akan menikahinya.”
Marco berkacak pinggang di hadapannya. Wajah tampannya yang penyayang kini berubah sinis. “Oh ya? Di mana Rafael sekarang? Bagaimana kau bisa menikahi seorang mayat yang sudah empat hari hilang, dicari tapi tak ditemukan?”
Serafina menatap jauh ke garis horizon. “Dia masih hidup. Dan aku akan menikahinya.”
Marco, yang merasa ada sesuatu yang disembunyikan Serafina, mendesaknya. “Kalau kau memang serius, jujurlah tentang hidupmu! Rafael membenci pengkhianat dan kebohongan!”
Kata-katanya seperti tamparan. Serafina langsung merasa khawatir, rahasia besar tentang darah Romano-nya bagai pedang di atas kepalanya.
Di bawah, Elio terbangun dan menemukan Serafina menghilang. Dia bergegas naik, disambut silau matahari pagi. Dan yang dia lihat adalah Serafina, dengan sarung tangan kotor, sedang mencoba memilah-milah ikan di antara tumpukan hasil tangkapan.
“Basta!” Elio membentak, bergegas mendekat. “Apa yang kau lakukan? Hentikan itu!”
*Cukup
Serafina malah tersenyum, wajahnya untuk sesaat terlihat cerah. “Ini menyenangkan, Elio! Lihat, ikan yang besar dan kecil harus dipisahkan!” teriaknya riang saat seekor ikan melompat.
Elio menghela napas panjang. Marco melemparkan sepasang sarung tangan ke arah Elio. “Kalau mau bersamanya, bekerjalah! Ini untuk membayar bahan bakar.”
Dengan kesal, Elio menyambar sarung tangan itu dan akhirnya menuruti. Dia bergabung dengan Serafina, menyaksikan bagaimana untuk sesaat, Serafina bisa melupakan kesedihannya yang dalam dalam kesibukan sederhana ini.
Tapi di dalam hati Elio, di balik semua pengorbanan dan perhatiannya, sebuah harapan gelap terus menggerogoti. “Mungkin ... mungkin lebih baik jika mereka tidak menemukannya.”
...🌊🌊🌊...
“Tidak mungkin. Itu hanya harapanku yang mengkhianatiku.”
Tapi kemudian, kerumunan itu sedikit terbuka. Sebuah bayangan tinggi…