NovelToon NovelToon
Wilona Gadis Desa Yang Jenius

Wilona Gadis Desa Yang Jenius

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Call Me Nunna_Re

Wilona Anastasia adalah seorang gadis yang dibesarkan di desa. namun Wilona memiliki otak yang sangat jenius. ia memenangkan beberapa olimpiade dan mendapatkan medali emas sedari SMP. dia berniat untuk menjadi seorang dokter yang sukses agar bisa memberikan pengobatan secara gratis di desa tempat ia tinggal. Lastri adalah orang tua Wilona lebih tepatnya adalah orang tua angkat karena Lastri mengadopsi Wilona setelah Putri satu-satunya meninggal karena sakit. namun suatu hari ada satu keluarga yang mengatakan jika mereka sudah dari kecil kehilangan keponakan mereka, yang mana kakak Wijaya tinggal cukup lama di desa itu hingga meninggal. dan ternyata yang mereka cari adalah Wilona..
Wilona pun dibawa ke kota namun ternyata Wilona hanya dimanfaatkan agar keluarga tersebut dapat menguasai harta peninggalan sang kakek Wilona yang diwariskan hanya kepada Wilona...
mampukah Wilona menemukan kebahagiaan dan mampukah ia mempertahankan kekayaan sang kakek dari keluarga kandungnya sendiri...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jebakan..

Hari pertama Wilona di SMU Alexandria belum seminggu berjalan, tapi kehidupan di sana terasa seperti dunia lain. Setiap sudut sekolah berkilau mewah, dindingnya marmer, aula besarnya memiliki chandelier besar seperti ballroom hotel, dan kantinnya menjual makanan yang harganya bisa untuk makan seminggu di desanya dulu.

Namun, Wilona bukan tipe gadis yang mudah minder. Ia hanya memperhatikan, menyerap, dan menyimpan semuanya dalam pikirannya yang tajam. Setiap tatapan, setiap bisikan, bahkan ekspresi kecil orang-orang di sekitarnya, semua terekam dengan rapi dalam memorinya.

Sore itu, setelah jam pelajaran terakhir, Wilona berjalan menuju taman belakang sekolah — tempat yang mulai menjadi favoritnya. Ia duduk di bawah pohon flamboyan besar, membuka buku catatan, lalu menatap halaman kosong.

Tiba-tiba seseorang menjatuhkan bayangan di hadapannya.

“Masih suka duduk di sini rupanya,” suara itu tenang, datar, tapi ada nada ringan di dalamnya.

Wilona menoleh.

“Galen.”

Pemuda itu berdiri dengan tangan di saku, kemeja putihnya tergulung santai di lengan, rambutnya sedikit berantakan karena angin sore. Sekilas ia tampak seperti tipikal murid keren dan dingin, tapi Wilona tahu, di balik ketenangan itu ada sesuatu yang lebih dalam — sesuatu yang disembunyikan.

“Kamu suka tempat ini juga?” tanya Wilona.

“Tidak juga. Gue cuma butuh tempat tenang sebelum rapat OSIS. Sekolah ini terlalu ramai,” jawab Galen sambil duduk di bangku sebelahnya tanpa izin.

Wilona menatapnya dari ekor mata. “Rapat OSIS? Jadi kamu pengurus OSIS?”

“Ketua,” jawabnya singkat. “Sayangnya.”

Wilona tersenyum kecil. “Kenapa sayangnya?”

“Karena itu artinya aku harus berurusan dengan banyak orang yang suka berpura-pura,” katanya sambil meliriknya sebentar. “Termasuk lo.”

Wilona tertegun sejenak. “Aku?”

“Ya. Kamu pura-pura jadi gadis polos, tapi mata Lo tidak bisa bohong.”

Wilona menatap lurus ke arahnya. “Lalu, menurutmu aku seperti apa?”

Galen menatapnya kembali, lama, seolah sedang membaca isi kepalanya. “Berbahaya.”

Ada jeda panjang. Angin sore berhembus pelan, membawa guguran daun flamboyan yang jatuh di antara mereka.

Wilona tersenyum samar. “Mungkin kamu benar.”

*****

Keesokan harinya, Sinta dan Wijaya duduk di ruang makan besar. Di antara mereka, tumpukan dokumen peralihan aset sudah mulai disusun.

“Kita harus buat Wilona percaya sepenuhnya pada keluarga ini,” ujar Sinta sambil menandatangani satu berkas. “Semakin dia merasa nyaman, semakin mudah kita arahkan.”

Wijaya menatap istrinya dengan nada waspada. “Tapi jangan terlalu terbuka. Gadis itu sepertinya pintar, Sin. Aku lihat caranya bicara dan menatap orang, seperti menganalisis.”

Sinta menyandarkan diri. “Kamu ini, sepintar apa sih anak kampung. Tapi kalau Tania emang udah terbukti, buktinya dia selalu juara kelas. Itu sebabnya aku kirim Tania untuk memancingnya di sekolah. Biar dia tahu seberapa jauh bisa melangkah.”

“Tapi Tania… dia terlalu emosional.”

Sinta tersenyum dingin. “Biarkan saja. Emosi bisa jadi alat. Selama dia tetap terkendali, dia akan jadi tameng yang sempurna.”

****

Di sekolah, rumor mulai beredar cepat.

“Katanya Wilona dijodohin sama Galen.”

“Masa sih? Galen aja nggak pernah deket sama cewek!”

“Tapi aku lihat mereka ngobrol berdua di taman kemarin sore.”

Gosip itu menyebar seperti api. Setiap langkah Wilona di koridor kini diikuti pandangan penuh rasa ingin tahu.

Tania semakin tidak tahan. Ia merasa posisinya terancam di rumah, Wilona jadi pusat perhatian, di sekolah, ia jadi bahan pembicaraan. Semua orang membandingkan.

Saat jam istirahat, ia menghampiri sahabat nya, Celine, gadis kaya yang terkenal licik dan suka gosip.

“Celine, gue butuh bantuan lo.”

Celine tersenyum sinis. “Tentu, Tania sayang. Soal murid baru lagi, kan?”

Tania menatapnya tajam. “Gue ingin semua orang tahu siapa dia sebenarnya.”

“Siapa maksud lo? Anak kampung yang tiba-tiba jadi bangsawan?”

“Lebih dari itu,” bisik Tania. “Gue mau dia jatuh. Di depan semua orang.”

Celine tertawa kecil. “lo punya rencana?”

Tania mengangguk. “Sebuah pesta. Minggu depan, pesta penyambutan murid baru di adakan. Kepala sekolah akan undang semua orang penting di sekolah, termasuk Galen. Dan gue ingin Wilona jadi tamu kehormatan…”

“Dan di saat itu, lo akan…?”

“Bikin dia mempermalukan dirinya sendiri,” jawab Tania dingin. “Biar semua orang tahu, darah Kusuma tidak layak mengalir di tubuhnya.”

****

Hari-hari berikutnya berjalan cepat. Wilona mulai menyesuaikan diri di sekolah baru. Nilainya sempurna, sikapnya sopan, bahkan beberapa guru mulai menaruh perhatian padanya karena kecerdasan luar biasa yang ia miliki.

Namun, di balik semua itu, Wilona tahu ada mata yang terus mengawasinya — bukan hanya antek-antek Tania yang ada di kelas nya, gadis itu sepertinya kebanyakan uang sehingga dia tidak segan-segan untuk membayar orang mengawasi Wilona, tapi juga orang-orang suruhan Sinta yang diam-diam ia temukan dalam daftar nama karyawan keluarga Kusuma.

Ia tidak menegur atau melapor. Ia hanya menunggu. Karena semakin banyak orang memantaunya, semakin banyak celah yang bisa ia temukan.

*****

Hari pesta tiba.

SMU Alexandria malam itu disulap menjadi tempat megah penuh cahaya. Mobil-mobil mewah berjejer di depan gerbang, dan musik lembut terdengar dari ruang dansa utama.

Wilona datang mengenakan gaun sederhana berwarna biru muda yang dipilihkan oleh Sinta. Rambutnya dibiarkan terurai, wajahnya polos tanpa riasan berlebihan, tapi justru itu yang membuat semua orang terpana saat ia masuk.

“Gadis itu… cantik sekali.”

“Serius dia cuma anak dari kampung?."

“Lebih elegan dari Tania.”

Bisikan itu terdengar di setiap sudut ruangan.

Tania tersenyum palsu saat menyambutnya.

“Wilona, lo cantik sekali malam ini.”

“Terima kasih,” jawab Wilona sopan, meski ia tahu senyum itu beracun.

Beberapa menit kemudian, pesta dimulai. Musik berdentum lembut, para tamu berdansa, sementara Wilona memilih berdiri di tepi ruangan, menikmati suasana.

Tiba-tiba seseorang mendekat dari belakang.

“Tidak ikut dansa?”

Wilona menoleh, Galen berdiri di sana, mengenakan setelan hitam, terlihat sangat berbeda dari biasanya.

“Bukan aku orang nya,bukan Style aku juga. ” jawab Wilona ringan.

“Kalau begitu, jadi style siapa lo?”

Wilona tersenyum samar. “Aku bahkan belum tahu apa style yang aku suka.”

Galen terdiam sejenak, lalu mengulurkan tangan. “Kalau begitu, biar gue bantu lo mengetahuinya.”

Ia menarik Wilona ke tengah ruangan sebelum gadis itu sempat menolak. Musik melambat, lampu meredup, dan semua mata kini tertuju pada mereka.

Tania yang melihatnya dari jauh mengepalkan tangan kuat-kuat. Tidak. Itu seharusnya gue, bukan dia.

Saat lagu berakhir, Galen melepaskan genggaman tangannya. “Kamu memang bukan gadis biasa,” katanya pelan sebelum berbalik pergi.

Namun sebelum Wilona sempat menenangkan diri, Celine menghampirinya sambil membawa minuman.

“Wilona, minum ini. Anggur impor, spesial malam ini.”

Wilona tersenyum tipis. “Aku tidak minum alkohol.”

“Oh, ayolah. Sedikit saja. Ini ringan,” bujuk Celine.

Wilona menatap gelas itu sejenak. Tatapannya tajam, lalu ia menurunkannya perlahan. "Sepertinya kamu mau main-main sama aku, dari sini saja aku bisa mencium aroma nya. Aku bisa tahu dari aroma kalau ini bukan sekadar anggur biasa.”

Celine tertegun sesaat. “Maksud lo—”

“Obat tidur dosis rendah, ya? Tidak cukup untuk membunuh, tapi cukup untuk membuat seseorang pingsan dan kehilangan kesadaran beberapa jam.”

Wajah Celine memucat. “gue… gue tidak tahu apa-apa!”

Wilona tersenyum. “Tentu saja kamu tidak tahu. Tania yang menyuruhmu, kan?”

Celine mundur pelan. “Aku—”

“Tolong sampaikan pada Tania,” kata Wilona dengan suara rendah tapi tegas, “kalau mau bermain kotor, sebaiknya bersiap menerima balasan yang lebih kotor.”

Ia menaruh gelas itu di meja, lalu berjalan meninggalkan ruangan dengan kepala tegak.

Beberapa menit kemudian, Tania panik mencari Celine.

“Bagaimana? Sudah?”

Celine hanya bisa menggeleng lemah. “Dia tahu. Semuanya.”

“Apa?!”

“Dia tahu tentang obat di minuman itu. Tania, dia bukan gadis biasa…”

Tania mengepalkan tangan. “Kalau begitu, gue akan buat dia tahu siapa yang berkuasa di sini.”

Namun sebelum sempat melanjutkan kata-katanya, langkah kaki terdengar dari belakang.

Wilona berdiri di sana dengan tenang, dengan senyum samar di bibirnya.

“Kamu benar, Tania,” katanya pelan. “Kamu berkuasa di sini. Tapi hanya di tempat yang kamu pahami. Dunia yang kamu tidak kenal jauh lebih luas dari itu.”

Tania menatapnya dengan wajah marah bercampur bingung. “Apa maksud lo?”

Wilona mendekat satu langkah, berbisik di telinganya.

“Mulai malam ini, aku tidak akan jadi pion lagi dalam permainan kamu maupun orang tua kamu.”

Lalu ia berbalik dan pergi meninggalkan pesta, meninggalkan Tania yang gemetar karena amarah dan rasa takut yang tak ia pahami.

***

Malam semakin larut. Di balkon lantai atas, Sinta menyaksikan semuanya dari jauh.

Ia melihat Wilona berjalan masuk rumah dengan wajah tenang.

Sinta menatap ke arah Wijaya. “Dia mulai mencurigai kita.”

Wijaya menarik napas berat. “Dan sekarang?”

Sinta menatap malam yang dingin. “Sekarang kita harus memastikan dia tidak punya siapa pun yang bisa dia percayai.”

Beberapa hari kemudian, di sekolah, Wilona masuk laboratorium komputer setelah jam pelajaran usai. Ia menyalakan komputer sekolah, menyambungkan flashdisk kecil ke port USB, dan dalam hitungan detik, layar komputer menampilkan barisan kode yang kompleks.

Dari luar, terlihat seperti dia hanya mengerjakan tugas, tapi sebenarnya ia sedang menembus sistem keamanan internal perusahaan Kusuma Corp.

Saat data mulai terbuka, matanya menatap tajam.

Salah satu file tertulis:

Proyek: Pengambil alihan Saham Atas Nama Pewaris Kusuma (Wilona A.K.)

Pelaksana: Sinta Kusuma

Wilona tersenyum pahit. “Jadi benar… mereka ingin menggunakan namaku untuk mengambil semua aset kakek.”

Ia menutup file itu, lalu menyalin seluruh isi server ke flashdisk.

Ketika hendak mematikannya, suara seseorang terdengar dari pintu.

“Kamu tidak seharusnya di sini.” ucapnya yang sudah mulai menyeimbangi Wilona dengan logat aku kamu.

Wilona menoleh cepat. Galen berdiri di ambang pintu, menatapnya tajam.

“Apa yang kamu lakukan?” tanyanya datar.

Wilona menatapnya lama. “Kamu tidak akan percaya kalau aku bilang aku sedang mencari kebenaran.”

“Coba saja.”

Wilona mendekat pelan, menatap lurus ke matanya. “Keluargaku… keluarga Kusuma… menyembunyikan sesuatu. Dan aku pikir kamu tahu sesuatu juga.”

Galen terdiam sesaat, lalu berkata pelan, “Kebenaran tidak selalu membawa kebebasan, Wilona. Kadang justru bisa membunuhmu.”

Wilona tersenyum samar. “Aku tidak takut mati. Aku hanya takut hidup tanpa tahu siapa musuhku sebenarnya.”

Mata mereka bertemu — dua jiwa yang sama-sama berdiri di antara rahasia besar dan bahaya yang mulai menutup dari segala arah.

Malam itu, Wilona duduk di depan layar laptop di kamarnya. Ia membuka kembali hasil data yang berhasil ia salin. Di antara ratusan dokumen, satu file terakhir menarik perhatiannya.

Nama file itu: “Wilona’s Birth Record.”

Ia mengkliknya — dan matanya melebar.

Nama Ibu: Lestari Kusuma

Nama Ayah: — (Dirahasiakan)

Catatan Dokter: Anak ini lahir dalam kondisi rahasia, atas perintah langsung Tuan Kusuma. Ayah biologis tidak tercatat.

Wilona menatap layar itu lama, hingga air mata menggenang di sudut matanya.

“Siapa ayahku sebenarnya…?”

1
Evi Lusiana
jd tania itu wilona y thor?
Yurin y Meme
Membuat saya terharu
Call Me Nunna_Re: makasi kk sudh mampielr🙏 semoga suka
total 1 replies
Call Me Nunna_Re
makasi kk sudh mampir🙏
Tachibana Daisuke
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!