NovelToon NovelToon
Tangisan Di Malam Pertama

Tangisan Di Malam Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Naia Seora 25 tahun, pengantin baru yang percaya pada cinta, terbangun dari mimpi buruk ke dalam kenyataan yang jauh lebih mengerikan yaitu malam pertamanya bersama suami, Aryasatya, berakhir dengan pengkhianatan.


Naia dijual kepada pria bernama Atharva Aldric Dirgantara seharga dua miliar. Terseret ke dunia baru penuh keangkuhan, ancaman, dan kekerasan psikologis, Naia harus menghadapi kenyataan bahwa kebebasan, harga diri, dan masa depannya dipertaruhkan.


Dengan hati hancur namun tekad menyala, ia bersumpah tidak akan menyerah meski hidupnya berubah menjadi neraka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 13.

Setelah keluar dari toko swalayan Pak Hadi, Naia kembali mengemudikan pick-up tuanya yang sarat muatan telur ayam kampung, bebek, dan telur boiler. Di kursi sebelah, Kadir dan Safar sibuk mencatat orderan sambil sesekali bercanda untuk mengusir rasa lelah.

Jalanan desa yang lengang membuat suasana semakin akrab. Kadir tiba-tiba membuka obrolan yang membuat kedua temannya terperangah.

“Mbak Naia,” ujarnya polos, “aku perhatikan tadi Pak Hadi kayaknya suka sama Mbak deh. Tatapannya aduh, nggak bisa bohong kalau ada apa-apanya.”

Safar terkekeh, ikut menimpali. “Iya, aku juga lihat tadi. Matanya itu, genit sekali. Ngomong-ngomong, katanya Pak Hadi tuh sudah menikah lima kali, tapi ujung-ujungnya cerai semua. Kalau sudah bosan sama istri, ya ditinggal begitu saja.”

Naia yang sedari tadi fokus pada setir tak kuasa menahan tawa. Suaranya terdengar cukup membahana di dalam kabin pick-up yang cukup sempit.

“Hahaha! Amit-amit jabang bayi kalau aku sampai mau jadi istri kelimanya. Lagian, aku ini masih punya suami, belum cerai juga.” Ucapannya ringan, seolah tak ada beban, tapi suaranya menyisakan getir yang tak bisa ia sembunyikan.

Kadir dan Safar sontak saling berpandangan, terkejut bukan main setelah mendengarkan kejujuran Naia tentang statusnya.

“Ya Allah, Mbak Naia serius? Mbak sudah menikah? Nggak mungkin, kan Mbak masih muda banget!” seru Kadir, matanya membesar tak percaya.

“Cantik begini, masa depannya masih panjang. masa sih sudah bersuami? Jangan-jangan Mbak lagi bercanda sama kita atau mungkin ngeprank?” tambah Safar, masih menyangkal kenyataan yang baru ia dengar.

Naia menarik napas panjang, matanya menatap jalan lurus ke depan. Hening beberapa detik, sebelum akhirnya ia berkata lirih namun tegas.

“Aku nggak bercanda kok dan memang kalian lihat dari wajahku ini apakah sedang bercanda atau apa!? Aku sudah dua kali menikah.” ngaku Naia yang tersenyum simpul.

Kadir dan Safar terdiam, menunggu penjelasan lebih detail. Sementara Naia melanjutkan dengan suara bergetar, seakan membuka luka lama yang selama ini ia simpan rapat.

“Pernikahan pertamaku hanya bertahan sehari semalam. Aku malah dijual ke lelaki lain. Namanya Atharva Aldric Dirgantara, seorang pengusaha kaya raya. Dari luar tampak terhormat, tapi dibalik itu, dia kejam, suka menyakiti. Rumah mewah yang orang lihat itu, buatku bukan istana tapi penjara. Aku diperlakukan bukan sebagai istri, tapi tahanan. Sampai akhirnya aku kabur meninggalkan semua demi selamatkan nyawaku.”

Safar refleks menelan ludah, hatinya mencelos mendengar kisah itu. Kadir menunduk, merasa bersalah karena sempat mengira Naia cuman bercanda.

Naia tersenyum tipis, meski jelas sekali hatinya perih. “Jadi... kalau ada orang bertanya, kalian cukup bilang aku sudah menikah dan merantau ke Jakarta cari nafkah. Aku mohon rahasiakan yang lainnya. Jangan sampai orang tahu aib rumah tanggaku.”

Kadir pelan menepuk bahunya. “Mbak... maaf, tadi aku lancang. Aku janji, aku sama sekali nggak akan bocorin cerita ini ke siapa pun.”

Safar mengangguk mantap. “Iya, Mbak. Mulai sekarang, anggap kami adik sendiri. Nggak usah khawatir, rahasia ini aman sama kami.”

Naia tersenyum hambar, matanya basah menahan air mata yang hampir tumpah. Sambil tetap menatap lurus ke jalan, ia berbisik lirih, seolah pada dirinya sendiri.

“Aku hanya ingin hidup tenang tanpa harus terus dibayangi masa lalu.”

Kabin pick-up itu kembali hening. Hanya suara mesin yang menemani mereka, namun dalam hati masing-masing, terpatri rasa iba sekaligus kagum pada keteguhan seorang perempuan muda yang berjuang melawan luka hidupnya.

Beberapa hari kemudian…

Pagi itu, embun masih menempel di dedaunan ketika Naia berjalan menyusuri peternakan yang cukup luas milik bapak angkatnya, Haji Abidin.

Dengan mengenakan sepatu boots, sarung tangan, serta masker sederhana, ia memeriksa kandang ayam petelur, lalu kandang bebek, kambing, hingga akhirnya menuju kandang sapi yang berada agak jauh di sudut belakang.

Bagi Naia, rutinitas ini sudah menjadi bagian hidupnya. Meski berat, ia merasa punya tanggung jawab menjaga amanah bapak angkatnya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki disertai derap nafas yang terengah-engah terdengar dari arah jalan setapak.

Naia menoleh, lalu mendapati Kadir, remaja SMA yang harus berhenti sekolah karena keterbatasan biaya, berlari sekencang-kencangnya hingga wajahnya merah padam.

Naia mengangkat alis sambil berdecak geli melihat tingkahnya Kadir, “Eh, kamu kenapa harus lari-larian segala, Dir? Kalau ada hal yang sangat penting, nelpon kan lebih gampang daripada harus berlarian segala.” Ucapnya sambil terkekeh, mencoba mengurangi ketegangan di wajahnya Kadir.

Remaja itu berhenti di depan kandang kambing, menunduk, tangannya sibuk mengusap keringat yang mengucur deras dari wajah hingga ke lehernya. Lalu ia nyengir khasnya, meski jelas masih ngos-ngosan.

“A-anu… itu, Mbak,” ucapnya terbata-bata, “ada Pak Hadi cari Mbak.”

Nama itu membuat Naia sontak mengerutkan kening. Pak Hadi salah satu pelanggan setia telur Haji Abidin sudah terkenal di kampung. Lelaki paruh baya, duda, tapi sifat genitnya sering jadi bahan gunjingan para warga kampung di pinggiran Jakarta tersebut.

“Pak Hadi?” gumam Naia sambil mengernyit. “Apa urusannya coba sama aku? Setahuku aku nggak punya hutang sama dia. Palingan juga pesan telur lagi, kan?” tebaknya Naia yang masih bersikap santai.

Kadir gelagapan, matanya celingukan sebentar sebelum kembali menatap Naia.

“Bukan soal telur, Mbak…” ujarnya dengan suara terputus-putus, “tapi Pak Hadi datang bawa rombongan banyak orang katanya mau melamar Mbak. Sekarang mereka sudah duduk di rumah, dijamu dengan baik langsung sama Bos, Pak Haji Abidin.”

Naia tertegun, jantungnya serasa melompat ke tenggorokan. Perlengkapan pakan yang ia bawa tiba-tiba terlepas dari genggamannya.

Prang!!

Jatuh berdebam ke lantai kandang, bahkan sebagian menimpa punggung kakinya Kadir.

“Argh! Mbak sakit…” seru Kadir refleks, meringis sambil mengusap kakinya yang merah terhantam benda yang cukup berat sampai-sampai membuat Kadir lompat-lompat.

Alih-alih panik, Naia justru tertawa terbahak-bahak melihat wajah kesakitan sekaligus cemberut Kadir.

“Hahaha,” suara tawa Naia pecah hingga menggelegar saking lucunya melihat reaksinya dan ekspresi wajahnya Kadir hingga ia memegangi perutnya.

Sejenak ia lupa bahwa ada rombongan besar tengah menunggunya di rumah.

“Ya Allah, Dir… ekspresimu itu loh bikin aku nggak bisa nahan ketawa,” kata Naia sambil memegang perutnya sendiri.

Kadir mendengus, separuh kesal separuh malu. “Mbak ini bisa-bisanya masih ketawa. Padahal di rumah ada orang-orang nungguin, bawa niat serius lagi. Aku saja yang denger kaget, apalagi Mbak sendiri.”

Tawa Naia perlahan mereda. Senyum di bibirnya mendadak memudar, digantikan bayangan wajah-wajah asing yang mungkin sekarang tengah menatap pintu rumah Haji Abidin dengan penuh harap.

Ada perasaan asing yang menyusup antara bingung, takut, sekaligus tidak percaya.

“Lamaran?” bisiknya pelan, nyaris tak terdengar. “Kenapa secepat ini dan kenapa harus aku?”

Naia menggerutu, wajahnya penuh penolakan.

“Bukannya beberapa hari yang lalu waktu ketemu di jalan aku sudah bilang langsung ke Pak Hadi kalau aku masih punya suami. Dan sampai kapanpun aku nggak akan menikah dengan pria manapun, meskipun suatu saat nanti aku cerai dengan suamiku!” Suaranya meninggi, lebih pada melawan rasa panik yang berusaha ia sembunyikan.

Kadir yang masih jongkok sambil mengusap punggung kakinya mendongak, wajahnya meringis tapi masih sempat menyahut.

“Ya aku juga heran, Mbak… lha wong aku dengar sendiri Mbak udah tolak dia mentah-mentah. Eh, sekarang malah nekat bawa rombongan kayak gini. Nekat bener itu orang tua gatelan…” sungutnya Kadir.

Naia spontan menoleh ke Kadir, matanya membelalak.

“Dir! Jaga omonganmu, jangan sampai ada yang dengar. Bisa runyam urusannya!” ketusnya Safar yang mengingatkan sahabatnya.

Kadir manyun, tapi tetap meringis menahan sakit. “Iya, Mbak. Tapi bener kan, rasanya nggak masuk akal. Orang kayak dia harusnya ngerti diri sudah fokus memperbanyak pahala malah gatel ingin menikah lagi.”

Belum sempat Naia membalas, suara berat dan tenang terdengar dari arah samping.

Ternyata Pak Hasan, salah satu pekerja senior yang sedang duduk jongkok memeras susu sapi di ember besar, sejak tadi memperhatikan percakapan itu.

Ia menoleh pelan, tangannya tetap cekatan memeras puting sapi. Dengan nada penuh kebapakan, ia berkomentar memberikan nasehat untuk Naia seorang.

“Naia urusan lamaran itu jangan dianggap sepele. Orang datang bawa rombongan, artinya mereka datang bawa harga diri. Kalau Mbak nggak ada niat, jangan sampai sikapnya bikin malu Pak Haji Abidin. Harus ditolak dengan cara baik-baik, jangan pakai emosi.”

Naia terdiam, kepalanya sedikit menunduk. Kata-kata Pak Hasan menampar sisi logikanya yang sebenarnya terhasut amarah.

“Tapi, Pak… saya ini sudah jelas bilang masih istri orang. Apa kurang jelas lagi? Kenapa dia masih datang juga?” suaranya bergetar, ada marah bercampur putus asa.

Pak Hasan menghela napas panjang, menaruh ember susu ke samping, lalu berdiri sambil mengusap tangannya dengan lap kain. Wajahnya penuh iba menatap Naia.

“Itulah manusia, Nak. Kadang buta oleh keinginan. Tugasmu sekarang cuma satu yaitu tegas, tapi tetap menjaga marwah dirimu dan nama baik keluarga yang sudah menampungmu. Ingat jangan sampai karena satu sikap, nama baik Pak Haji tercoreng di kampung ini.” ujarnya.

Naia menggigit bibir bawahnya, matanya panas menahan air mata. Sedang Kadir, meski masih meringis memegangi kakinya, ikut mengangguk pelan mendukung ucapan Pak Hasan.

“Betul itu, Mbak. Aku ikut deg-degan dengarnya. Tapi aku yakin Mbak bisa hadapi.” sahutnya Sahir.

1
Isma Isma
baguss Leni kasih tau niaa biar Ndak timbul masalah baruu 🥰🥰🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kan bagus kalau banyak fans 🤭🤣
total 1 replies
Hana Ariska
gak sabar nunggu kelanjutan nya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak.. insya Allah besok double update
total 1 replies
Milla
Pasti nyaaa anak buah tuan muda arthava 🤭 semangat up thorrr🙏🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Belum tentu 🤭🤣
total 1 replies
Hijriah ju ju
sangat bagus menghibur
Marlina Taufik
seru ni di tunngu lanjut y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰

insha Allah besok lanjut soalnya kalau malam mau jualan dulu cari tambahan penghasilan meski dikit ☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Milla
Lanjutt thorrr💪🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Hijriah ju ju
sungguh miris kisah hidupmu
Rahmi Jo
kenapa nggak dibantu??
Hijriah ju ju
najong loh Arya
Rahmi Jo
kok bisa dahulu bisa jatuh cinta??
Hijriah ju ju
wajar dikasari
Uba Muhammad Al-varo
semoga semua usaha kamu berhasil Naia dan kamu bisa bangkit sementara Artharva menjalani kesembuhan, sebenarnya Artharva orang nya baik tapi caranya salah besar membuat Naia menderita dan kau Arya tunggu detik2 kehancuran mu
Uba Muhammad Al-varo: 👍👍👌 ditunggu kehancurannya Arya dan kedua orang tuanya yang mulutnya embreng
total 2 replies
Uba Muhammad Al-varo
sungguh memilukan hidup mu Naia, semoga ditempat baru nanti hidup mu akan bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
ayo Naia pergi dari kampung mu,cari daerah/tempat untuk menata hidup mu lebih baik lagi dan bikinlah hidup mu dan anakmu kuat,agar bisa membalas semua perbuatannya si Arya
Uba Muhammad Al-varo
kenapa kejadian tragis hanya terjadi pada Artahrva seharusnya terjadi juga pada si Arya keparat
Siti Aminah
ceritanya bagus
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
semoga bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Ana Natsir
setuju
Ana Natsir
semoga nggak gila
Ana Natsir
sedih jdi mewek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!