Ini kisah tentang istri yang tidak dianggap oleh suaminya. Namanya Nadia. Ia bisa menikah dengan suaminya karena paksaan dari Nadia sendiri, dan Nufus menerimanya karena terpaksa.
Ada suatu hari dimana Nadia berubah tak lagi mencintai suaminya. Dia ingin bercerai, tetapi malah sulit karena Nufus, sang suami, malah berbalik penasaran kepada Nadia.
Dan saat cinta itu hilang sepenuhnya untuk Nufus karena Nadia yang sekarang bukanlah Nadia sesungguhnya, justru ia bertemu dengan cinta sejatinya. Cinta yang diawali dengan seringnya Nadia cari gara-gara dengan pria tersebut yang bernama Xadewa.
Lucunya, Xadewa adalah orang yang ditakuti Nufus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhirnya
"Habis dari mana kamu?" tanya Nufus begitu Nadia menjejakkan kaki ke dalam rumah. Nadia menoleh cepat, lalu menjawab tanpa ada ragu sedikit pun.
"Aku habis beli laptop buat kamu, sama beli beberapa keperluan juga. Nih, hutangku sudah lunas ya. Aku sudah ganti laptop kamu yang rusak."
Nufus menyipitkan mata. "Kamu perginya sama siapa?"
Nadia menganggap ini kesempatan emas untuk mengaku punya orang ketiga. Xadewa sudah setuju namanya dipakai, dengan syarat dia bakal diberi tahu siapa Nadia sebenarnya, juga laki-laki itu akan diajak dalam rencana besar Nadia. Deal sudah dibuat.
"Sama Bang Dewa. Juragan tengkulak."
Dia kira Nufus bakal sewot atau banyak tanya. Tapi reaksi suaminya justru di luar dugaan. Nufus hanya menarik napas berat, menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan, lalu memijat pelipisnya yang berdenyut.
"Yaudah. Have fun," begitu katanya sebelum berbalik menuju ruang kerja, meninggalkan Nadia yang terdiam. Kata-kata itu bikin Nadia berpikir, ternyata cara orang ketiga ini lumayan ampuh juga meski dia heran kenapa Nufus malah terlihat pasrah begitu.
Di ruang kerjanya, Nufus terduduk lama. Matanya kosong menatap ke depan. Kenapa harus Xadewa? Sosok yang sangat ia segani, dan jelas tidak akan bisa ia lawan. Tapi Nufus berusaha menenangkan diri. Ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa perasaan pada Nadia hanya sebatas penasaran belaka. Jadi dia tidak perlu terusik dengan hal ini.
Tapi dia juga mulai curiga. Jangan-jangan Nadia berubah seperti sekarang justru karena kedekatannya dengan Xadewa. Bisa jadi, sosok itu yang membentuk pribadi Nadia yang kini malah terasa lebih menarik bagi Nufus.
Lalu pandangan Nufus jatuh pada laptop baru pemberian Nadia. Terlihat premium, dan dapat dipastikan bukan beli pakai uang Nadia sendiri. Dari mana Nadia dapat duit kalau bukan transfer dari dirinya? Padahal sudah beberapa hari ini dia sengaja menahan transfer untuk Nadia. Sudah bisa ditebak kalau ini pemberian Xadewa.
Sementara itu, malam ini Nadia masih tidur di kamar Nufus. Entah besok akan bagaimana, apa yang akan terjadi, semua masih menjadi misteri. Yang pasti Nadia hari ini lelah, ingin mengistirahatkan diri dari hiruk pikuk dunia.
...****...
Hari ini Xadewa absen dari perannya sebagai tengkulak. Biasanya ia akan membagi waktunya, sebagian dihabiskan di markas, sisanya cosplay jadi juragan. Namun kali ini ia berada di markas dari pagi hingga sore. Sikapnya biasa saja, seakan-akan tidak pernah terjadi apapun
Sementara itu, fokus kerja Nufus jadi terbagi. Pandangannya tidak henti melirik ke arah Xadewa yang duduk anteng di kursi kebesarannya. Sekilas ke layar komputer, sekilas lagi ke Xadewa. Hingga pada satu moment ketika Nufus kembali melirik, pandangan mereka bertemu. Xadewa menoleh tepat ke arahnya. Spontan, Nufus buru-buru kembali menatap layar dan berdehem kecil, menutupi kegugupannya karena ketahuan memperhatikan.
Xadewa yang merasa terus diperhatikan, akhirnya bangkit dari kursinya. Ia berjalan santai ke arah Nufus dan berkata,
"Fus, ikut gua ke ruangan privat. Ada yang mau gua omongin."
Tanpa banyak tanya, Nufus langsung menurut. Sesampainya di ruangan, Nufus duduk lebih dulu ketimbang Xadewa, dan barulah Xadewa menyusul dengan membawa sebuah map cokelat di tangannya yang terlihat seperti dokumen penting.
"Fus, Nadia merengek terus ke gua, minta cerai. Dan lu juga dari dulu belum bisa terima dia sebagai istri. Jadi menurut gua, udah saatnya lu ceraikan dia. Ini dokumen nikah kalian, bisa dipakai buat proses perceraian. Gue bebaskan lu dari pernikahan yang dari awal cuma karena balas budi buat kepentingan gua. Soal orang tuanya Nadia, nanti gua yang urus. Ada yang mau lu tanyain dari semua ini?"
Nufus menatap map di hadapannya. Benar saja dugaan Nufus setelah memergoki Nadia dan Xadewa malam itu. Xadewa akan memintanya untuk menceriakan Nadia. Nufus melontarkan sebuah pertanyaan kepada bos nya tersebut.
"Kalau boleh tahu, kenapa bos meminta saya menceraikan Nadia sekarang, sementara dari dulu bos tahu saya tidak menyukainya?"
Xadewa menarik napas sebentar sebelum menjawab
"Karena kali ini ada dua pihak yang saling tidak mau di pernikahan ini. Dan waktu itu gua pikir kalian suatu saat nanti bisa bersatu. Tapi sekarang baik Nadia maupun lu, udah nggak ada yang mau mempertahankan."
Padahal kenyataannya tidak begitu. Kini Nufus justru mulai berusaha mempertahankan rumah tangganya. Tapi apalah daya. Jika Xadewa sudah mengambil keputusan, Nufus tidak bisa banyak membantah. Hidupnya selama ini memang selalu mengikuti kehendak Xadewa.
Tanpa banyak tanya lagi, Nufus meraih map cokelat berisi dokumen pernikahannya.Dengan wajah datar, ia menyiapkan diri untuk segera menyerahkan berkas itu ke Nadia dan memintanya menandatangani gugatan cerai.
Selama ini memang dokumen nikah mereka tidak pernah ada di rumah. Nadia dulu sampai sibuk membongkar apa saja di rumah Nufus guna mencari keberadaan benda itu. Tapi Nadia tidak pernah menemukan apa pun, karena memang sejak awal dokumen itu ada di tangan Xadewa.
...****...
Di rumah Nufus.
Sore itu, Nadia baru saja selesai mandi. Rambutnya masih setengah basah. Ia tidak pergi sampai malam karena Xadewa hari ini tidak ke ladang. Jadi sejak sore ia sudah pulang, bersih-bersih, dan santai di rumah. Kebetulan sekali Nufus juga pulang lebih cepat dari biasanya.
Begitu mendengar suara pintu terbuka, Nadia menoleh. "Mas Nufus tumben sudah pulang?"
"Iya. Ada yang mau aku bicarain sama kamu, Nad."
"Baiklah, aku juga sudah selesai beres-beres. Ayo kita bicarakan sekarang."
Nufus mengangguk. Keduanya lalu duduk di ruang tengah.
Tanpa basa-basi, Nufus membuka tas kerjanya dan mengeluarkan map cokelat yang ia bawa dari markas. Ia menarik satu lembar kertas dari dalamnya berupa dokumen gugatan cerai. Ia sodorkan ke Nadia.
Nadia menatap kertas itu, membaca isinya secara seksama. Kemudian bibirnya melengkung membentuk senyum tipis.
"Ini serius? Padahal kemarin Mas Nufus ngotot banget mau mempersulit cerai."
Nufus menarik napas dalam-dalam.
"Namanya juga manusia, Nad. Mudah berubah. Hari ini lain cerita dengan besok, lain juga keputusannya. Kamu aku ceraikan. Mulai sekarang, kamu bukan istriku lagi."
Nadia mengangguk. Masih tetap tersenyum senang. "Baiklah kalau begitu. Sampai ketemu di sidang cerai kita nanti. Lebih cepat lebih baik. Malah mending salah satu dari kita nggak usah hadir biar lancar. Tapi terserah kamu sih."
"Kita lihat saja nanti gimana, yang jelas aku nggak akan mempersulit."
Nadia kembali mengangguk.
"Kalau begitu, aku akan kemasi barang-barangku dan pergi dari sini. Terima kasih ya, Mas, sudah membebaskan aku. Selamat beristirahat."
Nufus menahan napas. "Kamu mau pergi ke mana?"
"Ke rumah orang tuaku, mungkin. Yang jelas aku sudah nggak pantas tinggal di sini."
"Aku antar."
"Tidak usah, aku pesan taksi online saja." Ia lalu tersenyum. "Oh iya, aku sudah masak di dapur. Di meja makan sudah aku siapkan. Tumben aku pengen masak hari ini. Eh ternyata memang pas jadi hari terakhirku di rumah ini. Hehehe."
Nufus diam membeku. Matanya menatap kosong ke arah Nadia yang sudah beranjak ke kamar untuk beres-beres. Tidak ada air mata yang tumpah dalam perpisahan ini. Yang ada tawa Nadia yang terdengar ceria.
Nadia sibuk melipat pakaian, mengemasi barang-barangnya satu per satu. Sementara itu, Nufus hanya bisa duduk di meja makan, menatap piring berisi makanan buatan Nadia. Ia mulai makan dan sembari menyuap, tangannya mengepal erat, menahan emosi yang tidak ia tunjukkan pada siapa pun.
.
.
Bersambung.
Lanjut baca, dari tadi rebutan ponsel sama bocil
apa dia ingin melindungi dewa atau hanya alibi ingin menguasai harta,??? /Doubt//Doubt//Shame/