Malam temaram, cahaya siluet datang menyambar. Detak jantung berlarian ke segala arah. Menimpali ubin yang kaku di tanah.
Di sana, seorang anak kecil berdiri seperti ingin buang air. Tapi saat wajah mendekat, Sesosok hitam berhamburan, melayang-layang menatap seorang wanita berbaju zirah, mengayunkan pedang yang mengkilat. Namun ia menebas kekosongan.
Apakah dimensi yang ia huni adalah dunia lain? nantikan terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asyiah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tipuan
Tanpa sadar, ada bayang-bayang orangtua yang menghampiri Stella. Bibi juga ikut membangunkan. Mereka mengitari Stella. Menyentak Stella.
"BANGUNLAHHH!!!! " Ucap mereka serentak.
Stella terbangun dari tidur panjang nya. Dia menoleh ke sekitar, tapi Lucy dan Kick juga tertidur.
"Ternyata hanya mimpi! "
Dia membangunkan Lucy. Mengguncangkan badan yang berbaju besi. Tersentuh sedikit saja sudah sakit bukan kepalang. Ada totol di bagian dada dan perut, seperti duri yang siap menusuk.
"Lucy .... bangunlah!!" Stella menggerakkan dengan kasar.
Seketika Lucy terperanjat. Dia langsung berdiri, menghunus pedangnya yang sangat mengkilat, baru saja selesai dia asah.
Stella menelan saliva. Pertunjukan yang Lucy buat cukup membuat dia terkejut setengah mati.
"Astaga! Apa ini! Apa ini hanya mimpi? " Lucy bertanya dengan mata yang melirik ke mana pun.
Nyatanya mereka hanya di rumah tua. Tak pernah ke manapun kecuali mengobati Stella.
Lucy mengguncang Kick dengan kasar. Dia menendang pantat, laju meninju dada bidang.
"Aww, Sakit! " Refleks Kick ingin meninju balik. Tapi tak jadi, yang ada di hadapannya adalah Lucy.
"Kau lama sekali bangun nya. " Gerutu Lucy.
"Aku pikir kita berhasil mengalahkan si iblis domba itu. " Kick mengatakannya dengan sedikit berbisik.
"Jadi mimpi kita sama? " Tanya Stella.
Itu bukanlah mimpi biasa. Pasti erat kaitannya dengan tipu daya dari iblis.
"Apa sebenarnya keinginan makhluk itu! " Lucy melipat tangan di dada dan berjalan mondar-mandir.
Setelah sekian lama berpikir. Akhirnya mereka menyerah. Tenaga cukup terkuras. Saatnya mereka makan.
Pagi itu mereka kembali memburu ikan. Memanggang dan memakannya bersama. Cukup untuk mengganjal perut.
...***...
Lucy berjalan kembali ke hutan. Ingatannya tidak mungkin lupa. Semalam, mereka memburu iblis itu. Tepat saat Lucy mengejarnya di bukit ini.
Stella dan Kick menyusul di belakang. Mereka tampak terengah-engah mengikuti Lucy hingga ke puncak.
"Kalian juga tau hal yang sama. Tepat saat rembulan menembuskan cahaya nya di kalung batu kristal itu. "
"Dan kemudian kristal bercahaya, menembus hingga ke hati iblis. " Kick menambahkan.
"Lalu menjadi abu. " Stella akhirnya berbicara.
Di sini, intuisi Stella mulai bergerak. Dia mengamati situasi yang terjadi.
"Kalian tidak tau apa artinya? "
"Apa??? " Tanya Kick dan Stella bersamaan.
"Mimpi itu seperti ilusi, tampak sama namun ternyata berbeda. Seperti nyata, namun nyatanya tidak. Kita menemukan jawabannya! "
"Mimpi itu adalah jawabannya. Malam ini posisinya bulan penuh, kan? " Tanya Stella.
"Benar. " Jawab Kick.
"Jadi maksudmu, kita akan mengikuti seperti apa yang mimpi itu terjadi? ingin menjadikan mimpi seperti kenyataan? " Tanya Lucy.
"Apa kau yakin mimpi itu bukan jebakan untuk kita? " Tanya Lucy kembali.
"Aku sangat yakin. Kau percaya saja padaku. Lagi pula semakin lama aku di sini, sedikit demi sedikit aku belajar dan semakin peka dengan segala hal. " Tutur Stella.
"Benar juga. Tapi kau masih terlihat lemah, Stella. Kau harus banyak istirahat. "
"Mungkin juga ini jebakan. Bagaimana lagi, kita harus mengikuti sandiwara dari iblis. Untuk menaklukkannya. " Stella kembali bersuara. Lalu dia pergi ke tempat tidur.
Lucy dan Kick mempersiapkan peralatan. Mereka hendak menuju ke rumah lama milik Lucy di desa dekat pemukiman warga.
Tembok berwarna coklat itu mengkilat. Sepertinya pekerja di rumah baru saja mewarnainya kembali. Mereka masuk dan pintu tidak terkunci. Ada halaman luas dengan kerikil yang memenuhi halaman.
Saat sepatu berjalan, berbunyi, 'Kretttt... ' tandanya sepatu menggesek pada kerikil. Kerikil berhamburan dan sedikit mengenai tanaman bonsai yang tumbuh dengan pot kayu berwarna coklat. Tanaman itu sudah di bentuk kembali, nampak seperti meliuk namun sebenarnya tidak. Hanya di modifikasi dan terlihat seperti air terjun yang menurun, seperti pohon yang ada di bukit. Nyaris sempurna seperti dilukis.
Mereka memasuki ruang utama. Nampak kosong. Lalu berjalan masuk melalui lorong panjang ke sebelah barat. Lurus kembali dan menemukan ruangan tempat menyimpan persenjataan lengkap. Lucy mengambil kuncinya. Lalu membuka.
Tampak benda-benda berkilau dan mengkilat. ada Samurai jenis Katana panjang yang diletak melintang, dengan ditopang oleh kayu pengait. Ada juga pedang dengan berbagai jenis. Suriken yang tertempel di dinding dan beberapa panah.
Mereka mengambil seadanya. Memasukkan ke dalam kain berwarna hitam dan digulung. Memasukkan ke dalam bakul yang sudah berada di punggung Kick.
Mereka kembali melewati lorong itu. Tanpa sadar, Lucy kembali dan ke ruangan tempat lukisan ayah dan ibunya dipajang.
Seketika dia berlutut, bersimpuh dengan kedua tangan dan kepala yang menunduk sejajar ke lantai. Lucy menumpahkan air matanya. Dia kesal, marah dan ribuan pertanyaan bersarang, rasa sesaknya bertambah saat ini karena dia tidak tau apakah pilihan yang dia ambil dan lakukan saat ini adalah yang terbaik.
"Tolong bantu aku. Aku tidak sekuat itu. " Lucy menghapus air mata dan memandangi lukisan.
...***...
Stella sedang tertidur, saat tubuhnya terasa sangat berat, dia mengernyit. Membuka perlahan kedua kelopak matanya.
Tanpa dia tau, dia melihat makhluk hitam yang menaiki badannya. Makhluk itu menatap dengan mata yang memerah. Gigi yang panjang, runcing, dan bertaring. Tatapannya tak berkedip. Stella merasakan semuanya. Namun dia tak bergeming, berpura-pura kembali terlelap.