NovelToon NovelToon
Pelacur Milik Sang CEO

Pelacur Milik Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Terlarang / Mengubah Takdir
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keciduk Berciuman

Ayla melangkah santai dan tenang menyusuri lorong menuju toilet di dalam gedung megah tempat acara berlangsung. Suasana di lorong begitu ramai, dipenuhi tamu-tamu yang lalu-lalang dengan kesibukan masing-masing. Matanya sudah menangkap keberadaan toilet di depan sana, namun ketika hendak melangkah lebih dekat, tiba-tiba terdengar suara yang tidak mengenakkan di telinganya, mengusik pikirannya yang baru saja ingin beristirahat sejenak setelah semua yang dilewatinya.

Langkahnya terhenti, Ayla mundur perlahan dengan dahi berkerut, lalu menoleh ke samping, ke arah sebuah ruangan yang tidak terlalu besar dengan pintu yang dibiarkan terbuka. Pandangannya masuk ke dalam ruangan tersebut, dan seketika dia menatap jijik pada apa yang dilihatnya. Spontan, ia memalingkan wajah sambil mengerutkan kening. "Apa mereka tidak punya malu berciuman di tempat umum seperti ini, ish!" gumamnya pelan, merasa geli sekaligus risih dengan adegan yang secara tak sengaja dia saksikan.

Sepasang manusia tampak sedang berciuman mesra tanpa memperhatikan sekeliling. Mata Ayla benar-benar ternodai oleh pemandangan itu. Namun, sesuatu membuatnya menoleh lagi. Ia memaksa diri menatap pasangan tersebut dengan lebih saksama. Fokusnya kali ini tertuju pada si wanita. Penampilannya, pakaian yang dikenakan, bentuk tubuh, hingga gaya rambutnya—semuanya sangat familiar. Bukankah itu wanita yang tadi bersama Kenzo?

Ayla menajamkan pandangannya pada pria yang kini memeluk erat wanita itu. Tapi tunggu, pria itu bukan Kenzo. Lalu siapa dia? Bukankah barusan wanita itu bersama Kenzo? Kenapa sekarang dia bisa berada di sini, di ruangan terbuka, dan melakukan hal tidak senonoh seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala Ayla, membuatnya memijit pelipis karena pusing sendiri. Akhirnya, ia memilih untuk tidak ambil pusing dan memutuskan mengabaikan semuanya, melanjutkan langkah menuju toilet yang sempat tertunda.

"Hais, sudahlah... malu dilihatin orang," ujar wanita itu, melepas ciumannya dari pria yang berada di hadapannya. Dengan gerakan pelan namun mantap, ia mengusap bibirnya yang masih basah bekas ciuman, matanya sedikit melirik ke arah pintu, memastikan tak ada yang melihat lebih lama dari yang seharusnya.

Namun pria di hadapannya belum puas. Wajahnya mendekat lagi, sorot matanya masih menyala penuh hasrat. "Aku masih menginginkannya," ujarnya pelan tapi tegas, lalu dengan cepat menarik tubuh wanita itu agar kembali masuk ke dalam pelukannya, berharap bisa melanjutkan apa yang sempat terhenti.

Sayangnya, niatnya itu tak berjalan sesuai harapan. Si wanita dengan sigap menepis tubuh pria itu, menahannya agar tak semakin dekat. "Kau ini," ucapnya dengan nada datar bercampur kesal, lalu merapikan sedikit bajunya yang sempat berantakan. Ia menatap pria itu sejenak, lalu berkata, "Rapikan penampilanmu. Aku harus pergi," suaranya tegas dan tidak bisa ditawar lagi.

Tanpa menunggu respons lebih jauh, ia berbalik dan melangkah cepat meninggalkan pria yang kini berdiri sendiri, tampak kesal, wajahnya berubah masam karena ditinggal begitu saja dalam keadaan setengah panas.

Sementara itu, di tempat lain, tepatnya di tengah pusat acara yang masih ramai, Leo—atau lebih lengkapnya Leonard—terus disambut oleh berbagai ucapan selamat dari para tamu. Tangannya tak berhenti menjabat tangan orang-orang yang datang, senyum kecilnya tetap terjaga, walau sedikit lelah mulai terasa di wajahnya.

Sampai akhirnya, tampak dua sosok yang sudah cukup dikenal Leo mulai mendekat ke arahnya.

"Selamat, Tuan Muda Leonard. Kau kembali memenangkannya," ucap Vino dengan senyum khas dan nada suara yang seolah tak pernah berubah—santai tapi menyimpan sindiran halus. "Hais, aku kalah lagi," lanjutnya dengan gaya yang seakan ingin memancing reaksi Leo, seperti biasa.

Leo hanya terdiam, menatap Vino sekilas, tanpa membalas dengan kata-kata. Dia tahu betul, meski Vino terdengar bercanda, namun dalam hatinya pasti ada rasa tidak senang, rasa kesal karena harus kalah lagi untuk kesekian kalinya.

"Sayang, kau tidak mau mengucapkan selamat kepada mantan kekasihmu ini?" ujar Vino sambil melirik ke arah Viola yang berdiri di sampingnya. Suaranya terdengar datar, tapi jelas menyimpan sesuatu. Viola yang mendengar itu hanya menunduk, matanya tak sanggup menatap Leo, pria yang dulu begitu dekat dengannya.

Leo, yang sedari tadi hanya memperhatikan mereka, kini mengalihkan pandangannya pada Viola. Pandangan itu tak sekadar tatapan biasa—itu tatapan yang menyimpan luka, kenangan, dan perasaan yang belum benar-benar bisa dilepaskan. Viola... wanita yang masih memiliki tempat di hatinya, wanita yang hingga kini belum mampu ia ikhlaskan sepenuhnya.

"Selamat, Leo," ucap Viola akhirnya, suaranya lirih dan sedikit bergetar. Ia masih tak berani menatap langsung ke dalam mata Leo, mungkin takut jika dirinya sendiri akan tenggelam semakin dalam ke dalam kenangan masa lalu.

Leo terus menatapnya, menahan emosi yang pelan-pelan menggerogoti hatinya. Tahun lalu, ketika dia menang, Viola berada di sisinya, menggenggam tangannya dan dengan penuh cinta berkata, “Selamat, sayang.” Kini, hanya ada jarak dan suara canggung yang memisahkan mereka.

"Jangan tatap istri orang lain seperti itu, itu tidak sopan," ujar Vino tiba-tiba, suaranya datar tapi mengandung peringatan. Ia memperhatikan cara Leo menatap Viola dengan mata yang terlalu dalam—terlalu intens untuk wanita yang kini bukan lagi miliknya.

"Leo!" suara berat Kenzo memecah ketegangan, menghentikan suasana yang mulai memanas. Ia datang dengan langkah cepat, matanya langsung bergantian menatap Vino, Viola, lalu Leo yang kini tampak memerah wajahnya. Kenzo tahu betul, dia sedang menahan amarah dan luka di waktu yang sama.

"Eh, Tuan Vino yang terhormat," ujar Kenzo dengan gaya santainya yang khas, tapi jelas mengandung sindiran. "Kau sudah memberikan selamat kepada Leo karena berhasil mengalahkanmu lagi, kan?" ucapnya sambil tersenyum menyeringai.

Vino hanya diam. Wajahnya berubah masam, jelas menunjukkan ketidaksenangan. Namun Kenzo belum selesai.

"Ah, sepertinya kau sudah berusaha keras untuk mengalahkannya, ya? Tapi tetap saja tidak berhasil. Sayang sekali," lanjut Kenzo sambil tertawa ringan. "Tapi tak apa, kalau kau ingin tahu caranya menang, kami terbuka, kok. Kau boleh menghubungi kami kapan saja."

Ucapannya santai, namun sindirannya tajam dan tak bisa diabaikan. Suasana seketika jadi tegang, dan hanya Leo yang tetap diam—namun bukan berarti tenang. Di balik diamnya, ada badai yang berusaha ia kendalikan.

1
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
Maisya
lanjut kak
Maisya
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!