"Jangan bunuh aku."
Sydney tidak menyangka hidupnya berubah seratus delapan puluh derajat hanya dalam satu malam. Ia melihat saudaranya dibunuh oleh seorang pria, dan dirinya terjebak dalam situasi sulit. Penderitaan ini tidak ia terima, dan alam mengabulkan permohonannya. Namun, ia malah harus menikah dengan seorang pria kejam bernama Ransom Alexander. Dia adalah pria yang paling Sydney benci. Pernikahan ini adalah dendam.
Cover by : Ineed design.
IG : renitaaprilreal
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran Kecil
“Kau sungguh tidak mau menunggu dia?” tanya Bobby.
“Ayahku sudah mendesak agar aku menikah. Jadi, tidak ada alasan untuk menunggunya kembali. Sudah banyak waktu yang kuberikan, tapi dia masih ingin menjalani karier. Memangnya berapa sih yang dia dapat dari penghasilan seperti itu?” Ransom heran sendiri.
“Itu karena dia populer. Lagi pula kau juga membantunya dari dalam. Dia menjual namamu untuk mendapat karier kelas atas.”
“Jangan dibahas lagi, lihat saja calon pengantinku. Dia muda dan dia … .” Ransom terkekeh, membuat Bobby heran sendiri. “Dia menakjubkan. Kucing betina yang siap menerkam.”
“Kupikir kau sudah gila. Malah tertawa sendiri.”
Tirai kembali dibuka. Sydney keluar dengan gaun yang menurutnya sudah pas dan cantik. Ia tersenyum, berputar perlahan agar Ransom dapat melihat betapa indahnya gaun yang ia kenakan.
Gaun panjang yang membentuk tubuh. Bagian atasnya terbuka, tetapi ada lapisan kain lace yang membuat gaun tersebut cocok digunakan di acara yang sakral. Kali ini Ransom tidak akan protes. Ini pas.
“Ya, lumayan,” ucap Ransom, ia tidak mau memuji terlalu wow karena itu sama saja dengan membuat Sydney besar kepala.
“Ini cocok untukmu.” Bobby ikut menambahkan.
“Benarkah? Aku percaya dengan pilihan desaigner sepertimu.”
“Kau tidak percaya dengan pilihan calon suamimu sendiri?” Sudah berapa kali Ransom diperlakukan begini.
“Aku meragukannya.”
“Apa alasannya?” tanya Ransom.
Sydney mengedikan bahu. “Aku tidak percaya saja.”
“Oh, lihat dia.” Ransom jadi kesal.
“Sudahlah, kita lanjutkan saja mengukur bajunya.” Bobby mendekat, ada beberapa hal yang perlu didiskusikan soal gaun pengantin. Sydney suka modelnya, tetapi ada beberapa yang perlu diubah sesuai dengan seleranya.
Ransom harus menunggu mau itu berapa jam karena masalah wanita memang rumit. Kalau soal pakaiannya sendiri, ia menyerahkannya kepada Bobby karena dia yang paling tahu soal ukuran dan semuanya. Masalahnya Sydney juga ingin turut campur dan membuat keduanya menghabiskan waktu di butik ini.
“Apa sudah selesai? Kita selesaikan besok saja,” kata Ransom.
“Memangnya kau ada urusan? Harusnya kau meluangkan waktu untuk acara seperti ini.” Sydney sebal kalau harus terburu-buru. Masih ada yang perlu ia bicarakan kepada Bobby termasuk memilih baju untuk ayah dan kakaknya.
“Aku lelah duduk terus.”
“Main game saja sana. Masih banyak yang perlu kubahas. Oh, kau sungguh tidak perhatian. Di mana makanan untukku?” kata Sydney.
“Kupikir kita akan makan siang bersama.”
“Ini belum selesai.”
“Aku akan pesan makanannya.”
“Harusnya dari tadi.”
“Aku sudah mengusahakannya. Kau tidak lihat aku akan pesan makanan.”
“Itu setelah aku menegurmu.”
“Cukup.” Bobby menghentikan keduanya. “Kita istirahat satu jam. Pergilah makan di luar.”
Sebenarnya Sydney tipe orang yang malas menunda-nunda seperti ini, dan Bobby pun sama. Ya, apa boleh buat karena kondisinya juga sudah tidak enak begini.
“Bagaimana kalau besok saja?” tanya Sydney.
“Pukul 10 pagi, bawa kakak dan ayahmu untuk pengukuran baju.”
Sydney tersenyum. “Besok, aku akan pergi bersama mereka.”
“Baguslah, kau pengertian juga akhirnya.” Ransom paling malas berlama-lama di butik. “Ayo, kuajak kau makan siang.”
“Aku mau langsung pulang,” kata Sydney.
“Begitu saja kau merajuk. Aku tidak mungkin memulangkanmu dalam keadaan lapar. Kita makan dulu. Kau sudah berjanji akan makan malam dengan keluargaku, kan?”
“Pilih restoran yang paling bagus.” Sydney masa bodoh, calon suaminya sangat kaya, ia akan menguras uang Ransom.
Keduanya masuk mobil. Ransom segera menjalankan kendaraannya menuju restoran yang sering ia kunjungi. Sebelum pernikahan, ia harus menyembunyikan wajah Sydney karena pernikahan ini akan diumumkan saat waktunya sudah tepat.
“Aku pernah ke restoran ini,” ucap Sydney.
“Seleranya kita sama berarti.”
“Oh, aku harus berganti pakaian untuk menemui orang tuamu, kan?”
“Setelah ini, kau pergi belanja.”
“Wah! Kau baik sekali.” Sydney jadi senang. Ia segera menuju meja yang kosong.
“Wanita sama saja. Paling suka soal belanja.”
Pelayan segera mencatat makanan yang dipesan oleh Sydney dan Ransom. Di sini keduanya tidak banyak bicara karena Sydney tidak ingin membuka dirinya. Begitu pula Ransom. Situasinya kembali menjadi canggung.
“Ini kartuku, kau pegang saja.” Ransom menyodorkan kartu hitam miliknya. “Pinnya akan aku kirimkan lewat pesan.”
“Kau punya saudara?” tanya Sydney.
“Aku punya dua saudara tiri.”
“Ternyata kehidupan orang kaya sama saja.”
“Mereka bisa apa tanpa aku? Siapa yang tidak mengenal Ransom Alexander?”
“Jika kau yang berkuasa, kenapa kau tidak menikah dengan wanita pilihanmu sendiri? Kau pasti punya pacar, kan?”
“Aku ini anak yang berbakti.” Pernikahan juga sebagai tanda jika Ransom yang akan meneruskan kepemimpinan keluarga besarnya. Ia harus punya penerus karena masih ada warisan yang perlu diklaim. Ransom tidak akan memberikan saudara tirinya harta yang begitu banyak.
Makanan dihidangkan. Sydney dan Ransom menyantap makanan mereka dulu setelah itu, keduanya melanjutkan kepergian ke pusat perbelanjaan. Apalagi kalau bukan berburu pakaian. Sydney tidak akan menyia-yiakan kesempatan. Ia membeli barang mahal. Ya, siapa tahu saja Ransom akan membatalkan pernikahannya. Sydney sangat bersyukur akan hal itu.
“Hanya ini saja?” tanya Ransom.
“Kenapa?” Sydney sudah membeli baju, sepatu serta tas yang lumayan harganya.
“Harusnya kau membeli yang lebih banyak.” Karena ini saja hanya sekian persen pengeluaran yang Ransom berikan untuk wanita-wanitanya.
“Setelah ini, antar aku pulang.”
“Aku akan menunggumu.” Hitung-hitung mengakrabkan diri kepada calon mertua dan ipar.
Selesai berbelanja, Ransom mengantar Sydney pulang. Namun, ketika sampai di kediaman, Sydney dan Ransom melihat seorang pria yang berlutut di depan rumah.
Klakson dibunyikan. Namun, pria di depan sana tidak mau bergerak. Ya, Sydney tahu siapa lelaki yang memohon itu. Dia adalah mantan tunangannya, William.
“Lebih baik kutabrak saja dia,” ucap Ransom.
“Kau itu sembarangan sekali bicara.”
“Oh, kau masih suka padanya? Dia itu pria yang menjual dirimu padaku.”
“Bukan begitu, tapi kau berniat menghabisi nyawa seseorang.”
“Apa peduliku.”
Sydney berdecak, ia membuka pintu, lalu turun dari mobil. “William.”
“Syd, aku mohon padamu. Maafkan aku.”
“Kenapa kau ada di sini? Bukankah kau sudah dilarang menginjakkan kaki di sini?” Sydney berkacak pinggang.
“Syd, kita sudah lama menjalin hubungan. Bagaimana kau bisa memutuskan perpisahan kita begitu saja.”
“Hentikan, William. Padahal kau sendiri yang selingkuh, menjualku, aku belum membuat perhitungan denganmu.” Sydney mendekat, lalu menampar William.
“Mau apa lagi pria ini?” Ransom muncul dan langsung menarik Sydney agar berdiri di sampingnya. “Sepertinya keluargamu ingin sekali dihancurkan.”
“Tu-Tuan Ransom.” William tadinya tidak percaya kalau Sydney pergi bersama Ransom. Rupanya benar. Sydney bukan wanita yang mudah akrab, dan ia tahu betapa cintanya Sydney padanya. Tapi, apa ini? Sial jika harus berurusan dengan Ransom.
“Pergi dari sini!” usir Ransom.
“Ma-maaf, Tuan.” William segera bangkit berdiri, dan pergi begitu saja.
.