JANGAN DIBACA!!!
ASLI, BUKAN TIME TRAVEL, YA!
HANYA KISAH ASAL PENUH PERKETYPOAN!
KALAU UDAH BACA, YA JANGAN NYESEL! BISA MENYEBABKAN MUAL DADAKAN, GANGGUAN SUSAH TIDUR, DIABETES BERLEBIHAN, DAN BUCIN DADAKAN.
(Gejala di atas berdasarkan survey dari zaman kuno hingga saat ini).
Bagai bulan yang tertutup awan, aku harus membuang semua hal tentangku, semua jati diriku, dan melanjutkan hidup sebagai kembaranku sendiri.
Terasa susah. Namun, itulah yang harus kulakukan. Hanya karena paksaan sang ayah dan juga kesalahan yang sepenuhnya bukan milikku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggrek, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akting atau berbohong?
Tubuh Adriana yang mungil membuat gadis itu mudah menyamar menjadi pria, meski terlihat lebih kecil dari anak laki-laki seusianya, tapi itu bukan masalah. "Hah, beberapa tahun lagi akan lebih susah untuk menyamar," keluh Adriana menatap dirinya dari pantulan cermin.
"Terlalu cepat memikirkannya sekarang, nikmati saja hari ini!" ucap Adriana acuh.
Pintu kamar gadis itu diketuk pelan. "Tuan muda, guru yang mengajarkan anda menunggu di ruang baca," katanya dengan sopan dari luar.
"Hmm, aku akan ke sana, terimakasih," balas Adriana cepat.
"Sudah tugas saya, tuan muda! Anda tidak perlu berterimakasih, kalau begitu saya permisi tuan muda!" suara langkah kaki terdengar menjauhi pintu kamar Adriana.
Adriana menghela napas panjang sebelum melangkah keluar kamar. "Ha-ah, waktunya mengisi otak dengan tumpukan ilmu yang bermanfaat. Semangat diriku!" katanya. Adriana melangkah dengan langkah yang lumayan cepat ke ruang baca, dia tak mau membuat orang lain menunggu dirinya terlalu lama.
"Selamat pagi, maaf membuat anda menunggu nona," kata Adriana menyapa dengan ramah.
"Fu-fu-fu, tak apa, saya juga baru datang," balas sang guru terdengar bahagia.
"Senang mendengarnya, bagaimana kabar anda?" tanya Adriana lagi, gadis itu duduk di kursi yang ada di depan gurunya.
"Seperti yang anda lihat tuan muda, saya sangat baik!" jawab si guru ramah.
"jadi, bisa kita mulai pelajarannya?!" lanjut guru tadi mengubah nadanya menjadi serius.
"Tentu saja Nona Patricia, mohon bimbingannya!" kata Adriana cepat.
Pelajaran pun dimulai, Adriana mendengarkan dengan seksama dan sesekali menulis hal yang menurutnya penting. Di akhir kelas, guru yang dipanggil Patricia tadi memberi soal untuk latihan Adriana.
"Senang memiliki anak didik seperti anda, sedikit dijelaskan dan anda langsung memahami semuanya," puji Patricia kepada Adriana yang sedang menutup buku pelajarannya.
Adriana tersenyum kecil. "Pujian dari nona adalah hal yang paling saya nantikan!" balas Adriana.
"Fu-fu-fu, astaga, astaga, apa ini? Masih kecil saja anda sudah belajar menjadi seorang casanova!" kata si guru bercanda.
"Saya hanya mengatakan apa yang saya rasakan Nona Patricia! Lagipula saya tak tahu apa arti dari kata casanova yang anda maksud," ucap Adriana disertai tawa kecil.
Tengah asyik menikmati sisa waktu belajar dengan mengobrol, Desita datang dengan iringan pelayan yang membawa troli. "Tak keberatan bukan jika saya bergabung?" katanya dengan senyum ramah.
"Kebetulan ada teh baru yang datang, saya ingin mencicipinya dengan guru dari anak tersayang saya!" lanjut Desita mengkode lewat tatapan agar pelayan yang mengikutinya menyajikan teh yang mereka bawa. Tak hanya teh, ada juga beberapa camilan yang dibawa Desita.
"Justru saya yang merasa terhormat, nyonya rumah mau menemui saya seperti saat ini," balas sang guru.
"Mommy, Rian ke kamar dulu, ya. Rian mau mengambil buku untuk pelajaran berikutnya," sela Adriana.
"Biarkan pelayan yang mengambilnya, kamu tinggal duduk manis menemani kami saja di sini, sayang," balas Desita.
"Rian bisa mengerjakannya sendiri mom, lagian Rian tak suka barang-barang Rian disentuh oleh orang lain!" sanggah Adriana melempar senyum yang teramat manis, terlihat manja dan juga mandiri. Manja karena senyumnya dan mandiri karena kata-kata yang diucapkannya barusan.
"Fu-fu-fu, muridku sangat mandiri rupanya," puji Patricia tertawa sambil menutupi mulutnya.
"Pergilah kalau begitu," ucap Desita mengalah.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Di kamarnya, Adriana menatap keluar sambil berjalan ke arah balkon. Dia berdiri diam di sana, tangannya memegang pagar pembatas balkon kamarnya. "Apa aku minta sekolah yang ada asramanya saja, ya?" katanya lirih.
Anak kecil ini mengambil napas dalam-dalam, berapa banyak beban yang ditanggung punggung kecilnya itu. "Meski sudah kupaksakan, aku masih juga tak nyaman bersama dengan mereka," keluh gadis itu.
"Untung saja aktingku tak terlalu buruk. Terlalu sering dihina, aku menjadi bisa menyembunyikan apa yang kurasa rupanya," kata Adriana lagi.
"Hmm, sebenarnya aku berakting apa berbohong, ya?" tanya gadis kecil itu dengan kening mengernyit.
"He-he, sepertinya dua-duanya. Aku berakting sekaligus berbohong! Aku menutupi satu kebohongan dengan kebohongan yang lainnya," kekeh Adriana pelan.
"Seberapa banyak kebohongan yang kutumpuk saat aku telah mencapai usia dewasa, ya?" lanjut gadis itu disertai senyum sinis pada dirinya sendiri.
"Ha-ah, mungkin seluruh tubuhku akan hitam jika satu kebohongan merupakan satu titik kecil yang ada di badanku!" ejek Adriana.
Gadis kecil itu menggelengkan kepalanya, dia segera masuk kembali dan mengambil buku untuk pelajaran dengan guru yang lainnya. Jadwalnya dibuat sangat padat oleh Desita, bahkan Adriana bisa menemui lima atau enam guru dalam satu hari.
"Yang paling kubenci itu karena aku harus selalu menggunakan bahasa inggris! Menjengkelkan! Apa tak ada tujuan lain? Kenapa tak memilih salah satu kota di Indonesia saja, jadi tak akan terlalu repot!" keluh Adriana panjang.
"Kak Rian juga, kenapa terlalu pintar, sih? Coba biasa-biasa saja, jadi aku tak kesusahan mengejar!" tambah gadis itu.
Adriana mengambil ponselnya, mengusap layar ponsel itu dan mencari kontak 'Si Bodoh'. Dia menatap deretan angka tersebut dalam diam, sesaat kemudian, Adriana menghela napas panjang. "Aku sudah tahu apa permintaanku! Kumohon maafkan aku yang berbohong dan mungkin akan terus berbohong nantinya!" katanya pelan, dia kembali mengunci layar ponselnya.
Adriana beristirahat sejenak sebelum jadwal kelas berikutnya dimulai. Dia tak mau peduli apa yang dibanggakan Desita tentangnya di depan Patricia. Dia malas bersikap manis dan penuh dengan kepatuhan di depan orang lain. Yah, walaupun akhir-akhir ini Desita tak lagi menyiksa atau membuat dirinya kelaparan seperti dulu, tapi Desita juga tak menaruh perhatian lebih padanya. Semua hanya sebatas kesepakatan untuk terlihat harmonis di depan orang-orang, agar mereka percaya dia yang meninggal dan sang kakak yang masih hidup sampai sekarang.
Menit berlalu, salah seorang pelayan mengabarkan guru mata pelajaran berikutnya telah datang. Guru yang satu ini sedikit unik dan lebih senang mengajar di alam terbuka, makanya dia menunggu di taman setiap akan belajar.
Sebelum beranjak dari kamarnya, Adriana menarik napas panjang. Memasang topeng anak laki-laki yang ramah, tapi juga tak tersentuh disaat bersamaan. Dia membalas sapaan para pelayan, tapi hanya sebatas anggukan kecil tanpa senyum yang diperlihatkan. Gadis itu hanya akan tersenyum ketika sedang bersama Desita atau ketika memang dibutuhkan untuk tersenyum. Senyumnya pun bukan senyum tulus, semuanya hanya topeng yang penuh kebohongan. Tak ada yang asli yang diperlihatkan oleh gadis kecil yang malang ini, dia bahkan tak bisa menikmati hidup sebagai dirinya sendiri karena keegoisan orang tuanya, tentu saja kekeraskepalaan Adriana juga mejadi salah satu faktor penyebab hal ini terjadi.
ayang bebeb disuruh jd tukang parkir 😝😝😝😝