"Pada akhirnya, kamu adalah luka yang tidak ingin aku lepas. Dan obat yang tidak ingin aku dapat."
________________
Bagaimana rasanya berbagi hidup, satu atap, dan ranjang yang sama dengan seseorang yang kau benci?
Namun, sekaligus tak bisa kau lepaskan.
Nina Arunika terpaksa menikahi Jefan Arkansa lelaki yang kini resmi menjadi suaminya. Sosok yang ia benci karena sebuah alasan masa lalu, namun juga cinta pertamanya. Seseorang yang paling tidak ingin Nina temui, tetapi sekaligus orang yang selalu ia rindukan kehadirannya.
Yang tak pernah Nina mengerti adalah alasan Jefan mau menikahinya. Pria dingin itu tampak sama sekali tidak tertarik padanya, bahkan nyaris mengabaikan keberadaannya. Sikap acuh dan tatapan yang penuh jarak semakin menenggelamkan Nina ke dalam benci yang menyiksa.
Mampukah Nina bertahan dalam pernikahan tanpa kehangatan ini?
Ataukah cinta akan mengalahkan benci?
atau justru benci yang perlahan menghapus sisa cintanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumachi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah Cukup
Nina mendekap tubuh Jefan yang memeluknya. Gadis itu menyenderkan kepala suaminya itu di dadanya.
Sejak menjemputnya di kafe, Jefan tak lagi kembali ke kantornya, ia justru menarik Nina untuk tidur siang bersama di ranjang mereka.
"Kenapa kau tidak bertanya?" ujar Jefan pelan dalam dekapan hangat istrinya. Matanya terpejam menikmati kehangatan yang menenangkan nya itu.
"Tentang?"
"Apa yang sudah ayahmu beritahu"
Nina tersenyum samar, tanganya mengusap lembut kepala Jefan, "Tidak perlu, aku tau kau melakukanya untuk melindungiku"
Jefan menyusupkan kepalanya semakin dalam, tangannya yang melingkar dipunggung istrinya itu semakin mengerat.
"Tapi.. berhentilah memberinya uang, kau sama saja seperti memberi air pada ember yang berlubang"
"Tidak akan pernah cukup untuk mengisinya" Nina mendesah berat, ia merasa malu pada Jefan yang harus menghadapi mertua macam ayahnya.
Ayahnya itu, semenjak bisnisnya bangkrut karena tertipu investasi bodong. Dia menjadi gila judi, semua harta benda mereka habis, nyaris tak tersisa. Ibu yang tak tahan dengan sikap ayah meninggalkannya dan menikah dengan pria lain.
Tentu Ibunya juga tak memperdulikan Nina, ia meninggalkan Nina bersama ayahnya yang tiap hari kesetanan meminta uang untuk judi atau menutupi hutangnya.
"Jangan berikan lagi uang pada ayahku, jika dia menemuiku aku akan menghadapinya, kau tidak perlu khawatir"
"Tidak. Aku akan kubuat dia tidak bisa menemuimu lagi"
Nina merendahkan tubuh nya, posisi mereka kini berhadapan sejajar. Jemari gadis itu menyentuh rahang suaminya yang menegas karena pembahasan ini.
Nina menatap Jefan lekat-lekat, hal itu mampu membuat Jefan membuka mata karena merasakan tatapan dalam yang mengintainya.
Hati lelaki itu entah kenapa mendesir, darah ditubuhnya mengalir kencang hingga membuat nya merasa panas. Ibu jari istrinya yang mengelus pipi nya terasa hangat tapi menusuk kulit nya.
Jefan tau gadis itu mencoba menenangkannya, dan itu menang berhasil. Tapi ia juga bisa merasakan kekhawatiran istrinya itu, mungkin kah Nina takut Jefan akan menyakiti ayahnya?
Bagaimanapun juga Deris tetap orangtua kandung Nina.
Atau karena mengkhawatirkan suaminya? Karena ia tau ayahnya cukup gila untuk dihadapi?
Gadis itu tersenyum simpul, tapi matanya sedikit berkaca-kaca.
"Cukup. Sudah cukup. Jangan lakukan apapun untuk keluargaku lagi"
"Tapi, Nina.. ayahmu bisa menyakitimu, bagaimana jika dia menyiksa mu lagi"
"Ternyata kau benar-benar mengenal ku jauh lebih banyak dari yang kukira ya"
Nina mendekatkan wajahnya, mengikis jarak pandang mereka yang semakin kecil. Helaan napas hangat saling menerpa wajah mereka.
"Aku tidak takut ayah akan menyakitiku, karena sekarang kau ada bersamaku, bukankah begitu?"
"Tetap saja aku... "
Drrtt.. Drrt...
Ucapan Jefan tergantung, ia melepaskan tangannya yang melingkar ditubuh istrinya, mengambil ponselnya yang berada dimeja samping ranjang mereka.
Jefan terduduk ditepi kasur sebelum menempelkan ponsel ketelinganya. Nina ikut bangkit terduduk namun tetap berada diposisinya memperhatikan gerak-gerik suaminya.
"Ada apa, Hera?"
"..... "
"Ya, aku masih dirumah"
"..... "
Jefan terlihat sedikit tersentak, ia berdiri tiba-tiba setelah mendengar sesuatu yang sama sekali tidak bisa Nina dengar.
Apa urusan pekerjaan?
Jefan menyamping, tangannya sudah bersiap mengambil kunci mobil dan jas nya. Ia sempat melirik Nina sedikit yang nampak kebingungan.
"Itu masih berlanjut?"
"...... "
"Aku kesana sekarang"
Jefan mematikan telpon dengan cepat dan memasukan ponselnya ke saku. Ia menatap Nina sebentar, kemudian berjalan ke arahnya dan mengecup keningnya.
"Aku mau kembali ke kantor, hari ini mungkin aku akan pulang agak malam"
"Apa ada masalah?"
Jefan tersenyum tipis, ia menempelkan keningnya dan menggoyang hidung istrinya itu dengan hidungnya.
"Tidak ada, cuma urusan pekerjaan"
"Benar-benar cuma urusan pekerjaan?"
Lelaki itu tak menjawab, ia menarik diri dengan cepat setelah mengelus kepala Nina dan berjalan keluar kamar. Menyisahkan aroma panas dari langkah kakinya.
Sorot matanya mendingin begitu membalikkan badan dari Nina. Ia menutup pintu kamar dan melesat cepat kembali ke kantor tempat dimana kekacauan mungkin akan terjadi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...