Ariel tak menyangka pernikahannya dengan Luna, wanita yang sangat dicintainya, hanya seumur jagung.
Segalanya berubah kala Luna mengetahui bahwa adiknya dipersunting oleh pria kaya raya. Sejak saat itu ia menjelma menjadi sosok yang penuh tuntutan, abai pada kemampuan Ariel.
Rasa iri dengki dan tak mau tersaingi seolah membutakan hati Luna. Ariel lelah, cinta terkikis oleh materialisme. Rumah tangga yang diimpikan retak, tergerus ambisi Luna.
Mampukah Ariel bertahan ataukah perpisahan menjadi jalan terbaik bagi mereka?
Ikuti kisah mereka hanya di sini;👇
"Setelah Kita Berpisah" karya Moms TZ bukan yang lain.
WARNING!!!
cerita ini buat yang mau-mau aja ya, gaes.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12#. Pergi
Ariel membeku di tempatnya berdiri dengan pandangan hampa setelah mendengar kata-kata yang terlontar dari bibir Luna. Dunianya seakan runtuh dalam sekejap. Wanita yang dicintainya, yang dia perjuangkan dengan segenap jiwa raga, memintanya untuk berpisah. Kata-kata itu menggema di dalam benaknya, menghancurkan setiap harapan yang tersisa.
Ariel mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Dia tahu telah melakukan kesalahan besar dengan menyembunyikan bisnis yang baru saja dirintisnya dari Luna. Akan tetapi, dia tidak pernah berniat untuk menyakiti Luna, apalagi sampai menghancurkan pernikahan mereka.
Tak berselang lama, Luna keluar lagi dari kamar dengan menyeret koper di tangannya. Ariel tersentak melihatnya.
"Sayang..." lirih Ariel dengan suara bergetar. "Kamu mau ke mana?"
"Lebih baik aku pergi dari rumah ini, karena aku nggak mau tinggal sama kamu lagi!" jawab Luna datar.
Ariel menggeleng ribut. "Nggak...! Ini adalah rumah kita dan kita akan tetap tinggal bersama."
"Keputusanku sudah bulat, Mas. Aku tidak bisa hidup bersama dengan pengkhianat. Dan kita bertemu nanti di persidangan!" ucap Luna dengan penuh percaya diri. Matanya memancarkan tekad yang kuat, seolah tidak ada ruang untuk negosiasi lagi.
Ariel berusaha menghalangi jalan Luna. "Sayang, jangan lakukan ini padaku. Aku mencintaimu, aku nggak bisa hidup tanpamu. Aku mohon, kasih aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku janji, aku akan melakukan apa saja untuk membuat kamu bahagia," ucap Ariel, dengan nada putus asa. Matanya berkaca-kaca.
Luna menatap Ariel dengan tatapan dingin dan tanpa ekspresi. "Sudah terlambat, Mas. Semua sudah berakhir. Aku nggak bisa lagi percaya sama kamu," ucap Luna, dengan suara datar.
Luna mendorong Ariel ke samping dan terus berjalan menuju pintu keluar. Ariel ingin meraih tangan Luna, tetapi Luna menepisnya dengan kasar.
"Jangan sentuh aku!" bentak Luna, dengan nada jijik.
Luna membuka pintu dan keluar dari rumah, meninggalkan Ariel yang terpaku di tempatnya, dengan hati yang hancur berkeping-keping. Koper yang diseret Luna seolah menjadi simbol perpisahan mereka.
Ariel mengejar Luna dan menggedor pintu mobilnya, tetapi wanita itu tidak menghiraukannya dan tetap pergi meninggalkan Ariel yang terduduk sambil berlutut di lantai paving blok. Kepalanya tertunduk dengan airmata berderai.
Dia seolah tidak percaya akan kehilangan Luna, wanita yang sangat dicintainya. Kini dia telah kehilangan rumahnya tempat di mana dia pulang dan membangun impian indah bersama Luna. Semuanya terasa hancur berantakan.
Ariel meratapi kebodohannya. Dia menyesal telah menyembunyikan bisnis barunya dari Luna. Dia sadar, kejujuran adalah fondasi dari hubungan mereka. Akan tetapi, dia terlalu takut untuk mengatakan yang sebenarnya. Dia takut Luna akan marah dan meninggalkannya. Ironisnya, ketakutannya itulah yang justru menjadi kenyataan.
Ariel bangkit dengan susah payah dan berdiri menatap ke arah jalanan yang sepi. Dia membayangkan Luna sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat, menjauh darinya. Hatinya semakin teriris.
"Luna... maafkan aku," bisiknya lirih. Dia tidak tahu apakah Luna akan memaafkannya atau tidak. Namun, dia berjanji pada dirinya sendiri, akan melakukan apa saja untuk mendapatkan Luna kembali. Dia tidak akan menyerah begitu saja.
*
Sementara itu, Luna mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Air matanya terus mengalir, membasahi pipinya. Pikirannya berkecamuk, merasakan hatinya yang terasa remuk. Ia mencintai Ariel dengan sepenuh hatinya, tetapi dirinya tidak bisa mentolerir kebohongan.
Keputusannya untuk meninggalkan Ariel memang terasa sangat sulit. Akan tetapi, ia tidak punya pilihan lain. Ia tidak bisa lagi percaya pada Ariel yang menurutnya telah membohonginya. Karena baginya kepercayaan adalah segalanya dalam sebuah hubungan, dan Ariel telah menghancurkannya.
Mobil Luna berhenti di depan rumah orang tuanya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu keluar dari mobilnya dan berusaha menenangkan dirinya sebelum bertemu dengan orang tuanya. Ia tidak ingin mereka melihatnya dalam keadaan terpuruk. Ia ingin terlihat kuat dan tegar, meskipun hatinya sedang terluka parah.
Luna mengetuk pintu rumah. Sang ibu membukakan pintu dengan senyum hangat. Namun, senyum itu langsung luntur ketika melihat air mata di pipi Luna.
"Luna, ada apa, sayang?" tanya Bu Yeni khawatir.
"Ibu..." Luna langsung memeluk ibunya sambil menangis sejadi-jadinya. Bu Yeni memeluknya erat, mencoba menenangkan putrinya.
"Masuk dulu, Yuk. Kita bicara di dalam," ucapnya lembut, sambil menuntun Luna masuk ke dalam rumah.
Pak Huda sang ayah, yang sedang duduk di ruang tamu langsung berdiri ketika melihat Luna menangis. Dia lantas menghampiri putrinya dengan kening berkerut tajam.
"Kenapa, Nak? Ada masalah apa?" tanyanya, penuh kekhawatiran.
Luna hanya menggelengkan kepalanya, masih terisak dalam pelukan ibunya. Ia belum bisa berbicara.
Bu Yeni menatap suaminya dengan tatapan meminta pengertian dan Pak Huda pun mengangguk dan memberi isyarat agar ibunya membawa Luna ke kamar.
"Ayo, Sayang. Kita istirahat dulu di kamar," ucap ibunya lembut, sambil menuntun Luna ke kamarnya.
Sesampainya di kamar, Bu Yeni mendudukkan Luna di tepi tempat tidur. Pak Huda datang dan memberinya segelas air putih. "Minum dulu, Sayang. Tenangkan dirimu," ucap sang ayah lembut.
Luna menerima gelas itu dan meminum airnya perlahan. Setelah merasa sedikit lebih tenang, ia mulai bercerita kepada kedua orang tuanya tentang apa yang terjadi antara dirinya dan Ariel. Ia menceritakan semuanya, dari awal hingga akhir, tanpa ada yang ia sembunyikan.
Kedua orang tuanya mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela sepatah kata pun. Mereka tahu, Luna pasti sangat terluka dan membutuhkan dukungan mereka.
Setelah Luna selesai bercerita, Bu Yeni memeluknya kembali dengan erat. "Kami tahu kamu pasti sangat sedih, Sayang. Tapi, kamu harus kuat. Kami akan selalu ada untukmu," tuturnya lembut penuh kasih sayang.
Pak Huda mengangguk setuju. "Kamu sudah membuat keputusan yang tepat, Sayang. Kamu tidak pantas diperlakukan seperti itu. Kami akan mendukungmu apapun yang terjadi," timpalnya, dengan nada tegas.
Luna merasa lega mendengar dukungan dari kedua orang tuanya. Ia merasa tidak sendirian dalam menghadapi masalah ini. Ia memiliki keluarga yang selalu siap memberikan cinta dan dukungan tanpa syarat.
"Terima kasih, Ibu, Ayah," ucap Luna, dengan suara lirih tetapi terdengar tulus. "Aku nggak tahu apa jadinya kalau nggak ada kalian."
Ibunya mengelus rambut Luna dengan lembut. "Jangan bicara seperti itu, Sayang. Kami ini orang tuamu, sudah kewajiban kami untuk menjagamu dan melindungimu."
Ayahnya menambahkan, "Sekarang, yang terpenting adalah kamu istirahat dan tenangkan pikiranmu. Jangan pikirkan apa pun dulu. Biar kami yang urus semuanya."
Luna mengangguk dan mencoba tersenyum. Ia merasa sedikit lebih baik setelah mencurahkan isi hatinya kepada kedua orang tuanya. Ia tahu, perjalanan di depannya tidak akan mudah, tetapi ia yakin, dengan dukungan dari keluarganya, ia akan mampu menghadapinya.
.
.
.
Wes, mbuh sak karepmu, Lun.🤭
Jangan lupa like dan komennya ya gaes.... dan minta pengertiannya untuk tidak lompat bab. Tengkyu🤗
tapi seru 😂👍