Petaka Di Air Terjun Kampung Dara

‎"Astaga kamu kenapa nak?" tanya Wina khawatir

‎ Zainab di antar Wisnu dalam keadaan kulit yang sudah memerah karena kepanasan, bibirnya juga begitu merah seperti orang yang sedang demam tinggi.

‎"Aku juga tidak tahu Wina, dia mengeluh panas saat aku antar pulang, Sigit tadi aku minta menjaga Dasih karena aku ada yang ingin di bicarakan dengan Tama" jawab Wisnu

‎ Wisnu juga sudah meminta Burhan untuk menjemput Jumadi agar tahu apa yang terjadi, karena Zainab jadi seperti itu bukan di akibatkan sakit, Wisnu yakin pasti ada pengaruh lain. Bahkan saat melihat Zainab terus merintih kesakitan juga Wisnu yakin itu karena sesuatu yang bersifat gaib.

‎"Panas Bu, Zainab kepanasan, mau di mandikan ibu pakai air hangat" ucap Zainab

‎"Cucu, tolong siapkan air hangat, dan pakaikan garam yang ada di kantung berwarna hitam dekat lemari dapur" ucap Wina

‎"Baik nya" jawab Cucu

‎"Kamu tenang saja nak, kamu tidak akan kenapa napa" bujuk Tama khawatir

‎"Aku sudah memanggil Mbah Jumadi, dia mungkin sebentar lagi sampai" ucap Wisnu

‎"Ini bukan penyakit medis kan?" tanya Tama

‎"Iya, aku yakin karena tadi Zainab baik baik saja bahkan membeli banyak barang di pasar bersama Sigit" jawab Wisnu berbohong

‎"Pasti ada yang tidak mau kedua anak kita ini menikah" ungkap Tama

‎"Aku juga berpikir seperti itu, lamaran untuk Sigit begitu banyak, dan pasti lamaran untuk Zainab juga begitu banyak" jawab Wisnu

‎"Memang banyak, tapi Zainab menolak semuanya karena dia bilang dia menyukai Sigit" jawab Tama

‎"Aakhhhh panas! perutku!" terima Zainab memegangi perutnya dan Tama segera menggendong Zainab untuk di mandikan oleh Wina.

‎ Tak lama Jumadi datang bersama Burhan, dia langsung memeriksa Zainab yang masih merintih kepanasan dan memberikan air berwarna hitam untuk diminum Zainab. Air itu terbuat dari arang bambu yang sudah dia berikan garam dan juga mantra ilmu hitam yang dia anut.

‎"Huekkk... Hueekkk"

‎"Keluarkan saja, jangan di tahan" ucap Jumadi

‎ Zainab terus ingin memuntahkan sesuatu di dalam tenggorokannya, hingga beberapa menit kemudian, seekor belut listrik keluar dari mulut Zainab yang membuat Zainab langsung pingsan.

Bruk.

‎"Nak!" panik Wina,

‎"Biarkan, tidak apa apa, itu tandanya efek teluh nya sudah hilang" ucap Jumadi

‎"Belutnya besar sekali, dan ini belut listrik kan Mbah?" tanya Wisnu terkejut

‎"Benar, mungkin setelah ini Zainab akan mengalami pendarahan, dia menyerang rahim Zainab juragan" jawab Jumadi

‎"Anakku, kita harus bawa ke dokter pak, aku takut rahim anak kita kenapa napa" ucap Wina

‎"Tidak perlu Bu, rahimnya baik baik saja, hanya pendarahan seperti saat datang bulan biasa" ucap Jumadi

‎ Wisnu mengepalkan tangannya, dia memang tidak menginginkan anak itu awalnya tapi sekarang dia mulai menyayangi anak itu dan dia merasa kehilangan kalau sampai terjadi sesuatu pada anaknya.

‎"Apa janinnya bisa selamat Mbah?" bisik Wisnu

‎"Semoga saja, Saya sudah mengeluarkan penyebab janin itu jadi lemah di dalam kandungan Zainab, tapi kemungkinan untuk tetap hidup sangat tipis juragan" jawab Jumadi

‎"Apa yang harus kami lakukan Mbah?" tanya Tama khawatir

‎"Minumkan ramuan ini pada Zainab sehari sekali, jangan biarkan dia berjalan terlebih dahulu" jawab Jumadi

‎"Kenanga, pasti dia yang melakukan ini" batin Wisnu

‎"Biarkan Zainab beristirahat dulu, kita bicarakan semuanya di luar" ucap Tama

‎ Mereka keluar dan Zainab di jaga oleh Wina ibunya, Wisnu mulai mengarang cerita tentang apa yang terjadi, bahkan dia mengatakan kalau siang itu mereka pergi ke pasar membeli gelang bersama Sigit.

‎"Aku berencana ingin memajukan pernikahan Sigit dan Zainab, makannya aku mengantar Zainab pulang bukan Sigit yang mengantarnya" ungkap Wisnu

‎"Iya, aku juga maunya seperti itu, apalagi Zainab sudah terlalu sering pergi bersama Sigit" jawab Tama

‎"Tapi sekarang kondisi Zainab tidak memungkinkan, akan lebih baik pernikahan tetap di lakukan sesuai rencananya awal saja" ucapnya lagi

‎"Baiklah, kalau begitu kami pamit dulu, sudah malam dan Zainab juga harus istirahat" ucap Wisnu

‎ Tama mengantar Wisnu sampai ke depan terasnya, dia melihat sekeliling karena dia juga sudah memagari rumahnya secara gaib, semua itu dia lakukan karena dia juga punya banyak saingan dalam usaha toko perhiasan yang dia miliki.

‎"Hihihihi... Hati hati Tama, jangan sampai tertipu, menantumu bukan Sigit, dia hanya sebagai kambing hitam!"

‎ Suara Kenanga terdengar melengking ditelinga Tama, dia langsung masuk karena merasa ketakutan dan jantungnya berdetak kencang, bahkan wajahnya sudah mulai pucat karena dia tiba tiba mendengar suara yang tak ada wujudnya.

‎"Apa maksudnya tadi, Sigit bukan menantuku, dia hanya kambing hitam" gumam Tama

‎~~~~~

‎ Pagi hari di kampung Dara, suasana kampung sejak kematian Tarno yang aneh membuat warga hanya diam di rumah dan kampung jadi sepi, mereka hanya akan ke ladang di pagi hari dan pulang menjelang ashar, setelah itu tidak pernah keluar rumah lagi.

‎"Kenapa Kenanga selalu tertidur pagi hari, bahkan tidak bisa di bangunkan, tubuhnya juga dingin meski aku selimuti dengan selimut tebal" gumam Sigit yang malam itu menginap di rumah Kenanga.

‎"Aku juga terlalu nyenyak semalam, sampai tidak tahu kapan aku tertidur" gumamnya lalu mengecup kening Kenanga dan segera pergi setelah menyiapkan sarapan untuk Kenanga.

‎"Aku akan ke rumah Dirga, mungkin dia menelepon bi Yuyun"

‎ Sigit langsung pergi setelah memastikan pintu rumah Kenanga terkunci dan memastikan tidak ada orang yang melihatnya di sana. Sampai di rumah Dirga, dia langsung menemui Yuyun yang terlihat sedang sibuk membereskan pakaian ke dalam tas cukup besar.

‎"Bi, bibi mau kemana?" tanya Sigit

‎"Bibi di minta mengepak pakaian nak Dirga, katanya sekarang dia akan tinggal di kota dan tidak akan kembali lagi, rumah ini juga sudah di jual dan di beli oleh seorang dokter, katanya barang barang ini akan di kirim ke jakarta" jawab Yuyun

‎"Dirga yang telpon? Apa bibi punya nomornya, Sigit minta" tanya Sigit

‎"Dia katanya pakai handphone temannya, jadi bibi tidak tahu nomornya" jawab Yuyun

"Saya lihat nomornya bi" ucap Sigit

Yuyun segera menyerahkan nomornya pada Sigit, Sigit juga segera menelpon nomor itu tapi tidak aktif, dia semakin curiga sekarang dengan apa yang terjadi, Kenanga tiba tiba muncul di kampung Dara kembali dalam keadaan basah kuyup bahkan Kenanga tidak seperti Kenanga yang dulu dia kenal. Sekarang Dirga, temannya yang dia kenal begitu setia kawan dan juga begitu mencintai Kenanga tiba tiba menghilang tanpa jejak.

"Kemana kamu Dirga, kenapa meninggalkan Kenanga begitu saja, kamu bukan lelaki pengecut aku tahu itu, aku harus ke air terjun itu, aku harus memastikan sesuatu meski sudah terlambat" gumam Sigit

‎