NovelToon NovelToon
Obsesi Tuan Adrian

Obsesi Tuan Adrian

Status: tamat
Genre:Obsesi / CEO / Diam-Diam Cinta / Mafia / Cintapertama / Balas Dendam / Tamat
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Azona W

Di tengah gemerlap kota yang tak pernah tidur, hidup mereka terikat oleh waktu yang tak adil. Pertemuan itu seharusnya hanya sekilas, satu detik yang seharusnya tak berarti. Namun, dalam sekejap, segalanya berubah. Hati mereka saling menemukan, justru di saat dunia menuntut untuk berpisah.

Ia adalah lelaki yang terjebak dalam masa lalu yang menghantuinya, sedangkan ia adalah perempuan yang berusaha meraih masa depan yang terus menjauh. Dua jiwa yang berbeda arah, dipertemukan oleh takdir yang kejam, menuntut cinta di saat yang paling mustahil.

Malam-malam mereka menjadi saksi, setiap tatapan, setiap senyuman, adalah rahasia yang tak boleh terbongkar. Waktu berjalan terlalu cepat, dan setiap detik bersama terasa seperti harta yang dicuri dari dunia. Semakin dekat mereka, semakin besar jarak yang harus dihadapi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azona W, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mari Kita Cari Tahu Bersama

Hujan kembali turun menjelang malam, tipis dan nyaris tak terdengar, seolah dunia mencoba menenangkan mereka setelah serangan psikologis Cassian. Namun ketenangan itu palsu. karena Elena tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kotak musik kecil yang diletakkan Sebastian di atas meja.

Kotak itu masih dalam keadaan terbuka. Denting terakhir melodinya seakan terperangkap dalam udara dingin.

Elena duduk di sofa ruang tamu, lututnya ditarik mendekat ke dada. Ia memeluk bantal kecil, matanya memandangi benda kecil itu seolah sedang memandang hantu masa lalu.

Adrian duduk di depannya, satu kaki ditekuk, satu tangan menopang dagu. Tatapannya terpaku pada Elena.

Seluruh kekhawatirannya hadir di sana. tanpa tabir.

“Elena,” katanya lembut, “kau tidak harus memaksa ingatannya muncul saat ini.”

Elena menggeleng pelan.

“Aku tidak ingat apa pun tentang ‘alasan’ ayah memutar lagu itu.”

Ia menelan ludah. “Kadang ia memutarnya saat aku sedih. Kadang saat kami makan malam. Kadang saat ia pulang larut…”

Ia menutup mulut, suara lirih.

“Aku tidak pernah tahu kenapa.”

Adrian maju mendekatinya, duduk di lantai tepat di depan Elena sehingga mereka setara. Ia mengambil tangannya.

“Elena. Cassian ingin kau merasa bersalah. Tapi tidak ada yang perlu kau salahkan.”

Elena menggigit bibir.

“Aku hanya… ingin tahu apa yang ayah sembunyikan. Dan kenapa Cassian tahu sesuatu yang bahkan aku tidak tahu.”

Adrian mengusap punggung tangannya, lembut.

“Lalu mari kita cari tahu. Bersama.”

Elena mengangkat wajahnya.

“Adrian…”

Matanya memantulkan cahaya lembut lampu, penuh luka… namun juga penuh harapan kecil yang muncul karena sosok di depannya.

Adrian menatapnya dengan intensitas yang tidak menyakitkan. melainkan menenangkan. Hangat. Emosional. Dalam.

Dan Elena merasakannya lagi. sensasi bahwa dunia mereka rusuh, tetapi pria ini selalu menjadi jangkar yang membuatnya tidak tenggelam.

Ia memindahkan tubuhnya sedikit, mendekat. Adrian otomatis meraih bahunya, membawanya semakin dekat, tidak memaksa, hanya mengizinkan Elena memilih sendiri.

Elena bersandar pada dada Adrian.

Rasanya aman.

Sangat aman.

“Aku takut…” bisiknya.

“Aku juga,” jawab Adrian jujur. “Tapi aku tidak akan membiarkan apa pun menyentuhmu, Elena.”

Ia menurunkan dagu, membiarkan pipinya menyentuh rambut Elena.

“Tidak selama aku masih bernapas.”

Elena menutup mata, membiarkan dirinya merasakan kehangatan itu.

Merasakan detak jantung Adrian yang stabil namun kuat, seperti ritme pelindung yang menjadi sandaran satu, satunya di tengah ancaman Cassian.

Untuk sesaat, ia ingin waktu berhenti di pelukan itu.

....

Beberapa menit kemudian, Sebastian akhirnya muncul dari ruang kerja kecil Adrian dengan laptop di tangan. Ekspresinya tampak tidak seperti biasanya. lebih serius, lebih penuh konsentrasi.

Adrian dan Elena langsung melepaskan diri, duduk berdekatan di sofa.

“Ada sesuatu?” tanya Adrian.

Sebastian meletakkan laptop di meja. “Ya. Dan ini bukan masalah kecil.”

Ia memutar laptop itu agar keduanya bisa melihat layar.

Layar menampilkan rekaman CCTV lama, kualitas rendah, dengan tanggal. 18 Juni .  Tiga Tahun Lalu.

Elena langsung menegang. “Dari mana kau dapat rekaman itu?”

Sebastian menjawab datar.

“Aku punya akses ke beberapa server pengawas kota. Rekaman ini sudah hampir terhapus, tapi aku menemukannya berdasarkan plat mobil ayahmu… yang kucari selama dua jam.”

Elena memegang lengan Adrian. refleks. Adrian balas menggenggamnya.

Pada rekaman itu terlihat sebuah bengkel kecil di sudut kota. Bengkel tempat ayah Elena bekerja.

Seorang pria keluar dari mobil hitam. Tidak terlihat jelas wajahnya, tetapi posturnya tegap dan caranya berjalan seolah ia pemilik seluruh kota.

Elena mengenal siluet itu.

“Tidak…” napasnya tercekat. “Itu bukan… bukan Cassian…”

“Bukan,” kata Sebastian. “Tapi orang ini bekerja langsung di bawah Cassian.”

Pria itu masuk ke bengkel.

Beberapa menit kemudian, ayah Elena muncul dari pintu samping.

Wajahnya muram, matanya kosong, langkahnya goyah. seperti seseorang yang sudah menyerah sebelum bertarung.

Elena menutup mulutnya “Ayah…”

Rekaman terus berjalan. Ayahnya berdiri berhadapan dengan orang misterius itu.

Mereka berbicara. Suara tidak terdengar, tetapi gesturnya bukan gestur diskusi biasa.

Itu gestur ancaman.

Mendadak ayah Elena menggeleng kuat. Menolak.

Pria itu mengeluarkan sesuatu dari jaketnya. Kertas.

Dokumen.

Ayah Elena melihatnya… lalu wajahnya hancur.

Ayah Elena jatuh berlutut.

“Tidak…” Elena terisak. “Ayahku…”

Adrian memeluk Elena lagi, menyokongnya.

Dalam rekaman… bukan perdebatan.

Bukan negosiasi.

Itu pemaksaan.

Pria itu menyentuh bahu ayah Elena. halus, namun jelas ancaman.

Dan ayah Elena mulai menangis.

Sebastian menghentikan rekaman.

Elena memalingkan wajah, tubuhnya bergetar.

“Apa… apa yang dia tunjukkan pada ayahku?” Suaranya pecah.

Adrian mengepalkan tangan.

Sebastian menghela napas dalam.

“Aku tahu siapa pria itu.”

“Siapa?” Suaranya dingin.

Sebastian menatap mereka satu per satu.

“Namanya Dorian Hale. Tangan kanan Cassian. Spesialis manipulasi… dan tekanan mental.”

Elena memucat.

“Ayahmu bukan terlibat,” Sebastian melanjutkan pelan, “…dia diperas.”

Adrian menatap Elena, wajahnya penuh belas kasih.

“Elena, ayahmu tidak salah. Dia tidak pernah berada di sisi Cassian. Dia dipaksa.”

Elena tidak bisa menahan air matanya.

Ia menangis. tetapi kali ini bukan hanya karena takut.

Ia menangis karena kebenaran itu menghancurkannya dan menyembuhkan pada waktu yang sama.

“Ayah…” bisiknya.

Adrian menariknya ke pelukan, lebih kuat dari sebelumnya.

“Dia ingin melindungimu,” bisik Adrian. “Bahkan saat dia sendiri hancur.”

Sebastian menutup laptop, wajahnya serius.

“Dan Cassian tahu ini akan membuat Elena tenggelam dalam rasa bersalah. Itu tujuannya.”

Adrian mengusap punggung Elena, menenangkan.

“Tapi kita tidak akan memberikan itu padanya.”

Elena mengangkat wajah penuh air mata.

“Aku ingin tahu semuanya,” katanya lirih. “Aku tidak akan lari.”

Adrian menyapu air matanya dengan ibu jarinya.

Ia menatap Elena seperti menatap cahaya terakhir yang ia punya.

“Kalau begitu…” Adrian menarik napas dalam. “Kita gali semuanya. Sampai ke akar.”

Sebastian menambahkan.

“Dan itu berarti… kita harus menemukan apa yang sebenarnya Dorian berikan pada ayahmu hari itu.”

Elena menatap keduanya, tekad mulai muncul meski matanya masih berair.

“Aku siap.”

Adrian memegang tangannya.

“Bersama,” katanya.

Elena mengangguk, menguatkan grip tangannya pada Adrian.

“Bersama.”

Dan di luar jendela, kabut semakin tebal. Seolah dunia mempersiapkan mereka untuk langkah berikutnya. Langkah yang pasti akan membuka rahasia yang lebih gelap dari sekadar kotak musik.

 

1
Mentariz
Penasaran kelanjutannya, ceritanya nagih bangeett 👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!