NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Dianggap

Istri Yang Tak Dianggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Menikah Karena Anak / Penyesalan Suami / Ibu Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Duda
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: annin

"Kamu harus ingat ya, Maira, posisi kamu di rumah ini nggak lebih dari seorang pengasuh. Kamu nggak punya hak buat merubah apa pun di rumah ini!"


Sebuah kalimat yang membuat hati seorang Maira hancur berkeping-keping. Ucapan Arka seperti agar Maira tahu posisinya. Ia bukan istri yang diinginkan. Ia hanya istri yang dibutuhkan untuk merawat putrinya yang telah kehilangan ibu sejak lahir.

Tidak ada cinta untuknya di hati Arka untuk Maira. Semua hubungan ini hanya transaksional. Ia menikah karena ia butuh uang, dan Arka memberikan itu.

Akankah selamanya pernikahan transaksional ini bejalan sedingin ini, ataukah akan ada cinta seiring waktu berjalan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon annin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.12 Rumah Baru

"Bu, Syafa minta maaf. Syafa janji nggak akan lagi mengulanginya. Syafa tahu Syafa salah. Tolong maafin Syafa, Bu." Air mata Syafa tak berhenti keluar sejak ia mengungkapkan penyesalannya.

Kamilah yang duduk di kursi kayu tak menggubris permintaan maaf anak bungsunya itu. Ia terlalu sakit hati dan kecewa atas apa yang sudah Syafa lakukan.

"Bu, tolong jangan diemin Syafa kayak gini. Syafa mohon ...." Syafa terlalu bodoh saat mengambil keputusan. Ia lupa akan perasaan orang-orang yang sayang padanya. Ia bahkan lupa jika apa yang ia lakukan bisa menyakiti ibu dan kakaknya.

Dari semuanya, sakit ibunya lah yang membuat Syafa begitu terpukul dan akhirnya sadar. Karena perbuatannya ibunya sampai terkena serangan jantung yang berakibat fatal. Padahal ia tahu ibunya punya riwayat itu sebelumnya, tapi ia seolah ingin menantang takdir dengan berbuat kesalahan yang menguji ibunya.

Yang lebih menyakitkan dari semuanya, ibunya berhenti bicara padanya. Bahkan setelah ibunya sadar dari pingsannya kala itu. Kamilah tak mau melihat apa lagi bicara pada Syafa.

"Bu, tolong bicara. Apa pun. Marah juga tidak apa-apa tapi jangan diemin Syafa kayak gini." Syafa sampai bersujud di kaki ibunya. Tapi sakit hati Kamilah terlalu besar.

Syafa tak menyangka akan dapat hukuman seberat ini. Mungkin kalau ibunya mau bicara padanya dan melampiaskan kemarahan dengan memarahinya, ia akan sedikit lega. Nyatanya didiamkan itu lebih menyakitkan dari pada di bentak atau dicaci maki.

"Bu ...."

Syafa masih terus menangis, tapi hati Kamilah tak sedikit pun tergerak untuk bicara. Memandang wajah Syafa pun enggan.

"Bu ...." mohon Syafa untuk kesekian kali.

"Assalamualaikum ...."

Suara Maira dari luar membuat Syafa mendongak. Ia hapus air mata yang sebelumnya membanjiri pipi. Ia menatap ibunya yang masih memalingkan wajah.

"Waalaikumsalam," seru Syafa menjawab salam dari kakaknya. Ia bangun untuk membuka pintu, tapi sampai ia berdiri ibunya tak sedikitpun bicara. Meski sedih, ia harus terlihat baik-baik saja di depan kakaknya nanti.

Sebelum membuka pintu, Syafa kembali mengusap pipinya. Menarik napas dalam untuk mengatur emosinya. Ia tidak ingin Maira tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini.

"Mbak ...." Syafa mencium tangan Maira.

"Kok lama sih?"

"Iya, Mbak, tadi lagi nyuci di dapur." Syafa tentu berbohong.

"Sendiri, Mbak?"

"Enggak, sama Pak Arka."

Syafa langung melihat mobil sedan mewah yang terparkir di depan pagar rumahnya. Ada kakak iparnya di dalam mobil tersebut. "Kok nggak disuruh masuk?"

"Nggak usah, Mbak cuma sebentar kok." Maira memang mengajak Arka untuk pulang sebentar sebelum mereka pulang ke rumah orang tua Arka. Dari hotel tadi selepas sarapan Maira mengutarakan niatnya ini. Arka memang diam tak menjawab, tapi pria itu langsung mengantarnya pulang. Meski ia tak mau ikut turun. Padahal Maira sudah menawari tadi.

"Ibu mana?"

"Ada di dalam, Mbak."

Maira segera masuk disusul oleh Syafa.

"Bu ...." Maira langsung menuju kamar sang Ibu. Dilihatnya Kamilah sedang duduk bersandar di ranjang.

"Sedang apa?" tanya Maira usai mencium tangan ibunya.

"Istirahat aja, tadi abis duduk di sana. Udah capek." Kamilah menunjuk bangku kayu di mana tadi ia duduk.

"Kamu sendiri?" tanya Kamilah.

Maira sedikit bingung menjawab. Ia menoleh ke arah pintu kamar, seolah ia bisa melihat Arka dari sana. "Sama Pak Arka, Bu, tapi Mai suruh tunggu di luar aja. Soalnya Mai cuma sebentar. Cuma mau pamit sama Ibu dan Syafa kalau Mai mau tinggal di rumah Pak Arka."

"Iya, Ibu ridho kamu tinggal di rumah suamimu. Semoga pernikahanmu bahagia."

Maira tak bisa menahan air mata kala ibunya mendoakannya. Yang terbayang olehnya adalah siapa nanti yang akan merawat ibunya saat ia tinggal berjauhan. Meski ada Syafa, tapi anak itu tidak setelaten dirinya. Juga tidak sesabar dirinya.

Maira merogoh ke dalam tas. Mengambil amplop yang sudah ia siapkan sebelumnya. "Ini buat Ibu."

"Apa ini?" kamilah melihat amplop cokelat di tangannya.

"Itu ada sedikit uang buat pegangan Ibu."

"Mai, nggak usah kamu repot-repot begini. Ibu sangat berterima kasih sudah dibiayai buat pengobatan Ibu. Kalau cuma buat makan, Ibu masih ada simpanan."

"Bu, nggak boleh Ibu tolak. Soal pengobatan Ibu, itu memang sudah menjadi kewajibanku sebagai anak." Maira terus membuat ibunya menggenggam amplop yang ia berikan.

"Tapi Mai, apa gak sebaiknya uang ini buat pegangan kamu saja?"

"Aku sudah punya sendiri, Bu. Ibu nggak perlu khawatir. Pokoknya Ibu harus jaga kesehatan, jangan banyak pikiran. Nanti kalau waktunya kontrol biar Maira yang antar."

Kamilah pun mengangguk pasrah. Menurut saja apa yang anak sulungnya katakan.

"Maira pamit ya, Bu."

Kamilah mengangguk lagi, kali ini ia menahan air matanya agar tak jatuh. Takut jika air matanya menjadi beban untuk Maira melangkah dalam hidup barunya.

"Dek, jaga Ibu, ya. Kalau ada apa-apa cepat kabari Mbak."

"Iya, Mbak." Syafa mengantar Maira ke depan setelah kakanya itu mengambil beberapa barang dari kamar.

Dari rumah ibunya, Maira pergi ke rumah orang tua Arka. Setidaknya begitu yang Maira tahu. Namun, begitu tiba di komplek perumahan mewah mobil Arka tidak berhenti di rumah orang tua Arka.

Maira bingung, tapi ragu untuk bertanya. Ia hanya bisa terdiam menatap rumah mewah yang jaraknya hanya beberapa meter saja dari rumah mertuanya.

"Ngapain masih di mobil. Buruan turun!"

"Eh, iya, Pak." Maira segera turun dan mengikuti Arka masuk ke dalam rumah yang belum ia tahu siapa pemiliknya.

"Selamat datang Mami," ujar Rosmala menyambut kedatangan Maira dengan menggendong Zara. Ia berbicara seolah menjadi wakil dari cucunya itu.

Maira tak menjawab apa yang Rosmala katakan. Ia masih sedikit bingung.

"Jangan bingung, Mai. Ini rumah kamu sekarang. Kamu, Arka, dan Zara akan tinggal di sini," jelas Rosmala.

Maira menoleh menatap Arka. Tidak seperti suami pada umumnya yang akan memberi penjelasan pada istrinya, Arka justru pergi begitu saja. Semakin membuat Maira bingung.

"Kenapa nggak tinggal di rumah Ibu saja?" tanya Maira dengan bodohnya.

Rosmala hanya bisa tertawa kecil. "Kalian kan udah nikah, Mai. Jadi harus tinggal di rumah sendiri. Biar kalian bisa semakin akrab dan saling mengenal."

Maira sedikit paham sekarang. Jadi tinggal di rumah baru ini, supaya hubungannya dengan Arka makin membaik.

"Kamu nggak usah takut jauh dari kami, Mai. Rumah Mama deket kok dari sini. Kalau ada apa-apa, kamu tinggal jalan kaki aja ke rumah Mama. Iya, kan Zara?" Rosmala tampak senang menggendong cucunya.

"Terima kasih, Bu, atas semua kebaikan Ibu." Maira mendekati Rosmala. Mengambil alih Zara dari tangan neneknya.

"Mai, jangan panggil Ibu lagi. Panggil saya Mama seperti Arka manggil saya. Sekarang kan saya Mama kamu juga." Rosmala memberi arahan.

"Iya, Bu ... Ma."

"Terus, jangan panggil Arka Pak lagi. Emangnya dia bos kamu. Dia itu suami kamu, panggil aja Mas, Sayang atau panggilan lainnya yang cocok untuk suami istri. Terlebih kalian kan baru nikah, masak manggilnya kayak bos dan bawahan. Gak mesra tau!" Rosmala tertawa.

"Iya, Ma."

"Satu lagi, soal pekerjaan kamu, Mama sudah pikir baik-baik kalau kamu akan berhenti dari pekerjaan kamu."

"Maksud Mama, aku dipecat, Ma?" Tentu ini bukan berita baik untuk Maira. Banyak hal yang langsung terbayang setelahnya.

1
Aurel
hadir
Juriah Juriah
lanjut kak💪🙏
Asma Susanty
dihhh nggak nyadar nih kalau dia sekarang hanya mantan mertua, arka sdh tdk punya kewajiban memberi jatah uang belanja ke dia
Lilis Yuanita
ipar adalah maut
Dew666
🥰🥰🥰🥰
Dew666
Lanjut🥰
Juriah Juriah
siapakah dia?.. lanjut kak author semangat 💪🙏
Asma Susanty
waduh, baru aja lamaran masa langsung batal
Juriah Juriah
makin menarik aja nih jln crita nya lanjut kak ...semangat kak author 💪🙏
Dew666
🌻🌻🌻🌻
Juriah Juriah
kak author sebenarnya alur crita nya lumayan bagus tapi retensi nya aga kurang ya kak?..apa up nya terlalu lm?🙏
annin: Retensi belum keluar kak, aku tuh jadi jarang up date karena kurang pede dengan cerita ini. kadang udah aku ketik naskahnya, udah 3 hari tapi mau up maju mundur.
total 1 replies
اختی وحی
up ny trllu lama gk tiap hri,jd lupa alur ceritanya
اختی وحی
knp up ny lama², sampe lupa alurnya
Juriah Juriah
up nya ga rutin ya Thor sekali nya cm 1 bab tapi walaupun lama nunggu kelanjutannya tetap kutunggu semangat thor💪🙏
annin: Terima kasih Kak atas dukungannya. Akan aku usahakan untuk update rutin.
total 1 replies
Dew666
👍👍👍👍
Dew666: 👄👩‍❤️‍👩❤️‍🩹
total 2 replies
partini
mau sarapan laper ,,lanjut thor
Juriah Juriah
jangan mau di atur mantan mertua kamu arka ga ada hak dia ngatur hidup kamu jangan terlalu bodoh arka udh fokus aja sama pernikahan kamu sama maira
annin: Kita lihat ya Kak Arka apakah benar benar bodoh atau tidak. hehehehe
total 1 replies
Juriah Juriah
selalu menunggu kelanjutan nya jangan terlalu lama dong Thor up nya 💪🙏
annin: Baik, Kak. Siap👍
total 1 replies
muthia
mampir🙏
muthia: insyaAllah
total 2 replies
Dew666
❤️‍🩹
annin: Terima kasih Kak Dew666 atas supportnya. Sehat selalu untuk kaka dan keluarga. ❤️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!