NovelToon NovelToon
Tuan Muda Kami, Damien Ace

Tuan Muda Kami, Damien Ace

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Romansa / Persaingan Mafia
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ferdi Yasa

Mereka bilang, Malaikat ada di antara kita.

Mereka bilang, esok tak pernah dijanjikan.

Aku telah dihancurkan dan dipukuli, tapi aku takkan pernah mati.

Semua darah yang aku tumpahkan, dibunuh dan dibangkitkan, aku akan tetap maju.

Aku telah kembali dari kematian, dari lubang keterpurukan dan keputusasaan.

Kunci aku dalam labirin.

Kurung aku di dalam sangkar.

Lakukan apa saja yang kalian inginkan, karena aku takkan pernah mati!

Aku dilahirkan dan dibesarkan untuk ini.

Aku akan kembali dan membawa bencana terbesar untuk kalian.

- Damien Ace -

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Terlalu Memanjakannya

Setelah mendengar semuanya dari Alex, Eve menarik napas panjang.

“Alex, jika itu yang diperlukan, tidak masalah. Melihat Damien seperti ini saja, aku sungguh tidak tega.”

“Bukan hanya kau,” ucap Alex dengan suara berat. “Aku juga. Tapi bagaimana bisa aku berpisah dengan kalian lagi? Belum cukupkah tujuh tahun yang lalu? Jika Damien memang harus ke Regalsen, aku akan ikut bersama kalian.”

Eve menatapnya dalam diam. “Tapi kau punya tanggung jawab di sini. Kau bukan hanya kepala keluarga, Alex, tapi juga penopang bagi ribuan karyawan yang bergantung pada perusahaanmu.”

“Aku tidak peduli!” Alex mengusap wajahnya, berdiri dengan gelisah. “Aku hanya tidak mau berpisah lagi dengan kalian.”

Baginya, meninggalkan seluruh dunia yang sudah ia bangun pun tak seberat kehilangan keluarganya sekali lagi.

Eve melangkah mendekat, menggenggam tangan suaminya dengan lembut. “Kali ini kita berpisah bukan karena masalah, tapi demi kebaikan anak-anak kita. Aku minta kerja samamu, ya? Kau bisa mengunjungi kami kapan saja saat ada waktu. Dan Daisy ... dia baru saja menemukan teman di sini. Jika dia ikut pindah, akan sulit baginya beradaptasi lagi. Aku juga tidak yakin bisa mengurus semuanya sendirian nanti. Jadi, bisakah kita membagi tugas? Aku akan fokus pada Damien, dan Daisy ... aku tahu kau bisa menjaganya dengan baik di sini.”

Eve menatap suaminya, berusaha menenangkan hati yang nyaris pecah. “Aku juga tidak ingin Daisy gelisah jika terus melihat kondisi kakaknya. Di sini masih ada Manda, Kakeknya, juga Noah. Mereka semua akan menjaganya.”

Alex mengembuskan napas berat. “Kalau begitu, biarkan Edgar bersamamu.”

“Tidak,” Eve menggeleng. “Daisy lebih membutuhkannya. Damien akan banyak menghabiskan waktu di rumah sakit, sedangkan Daisy akan lebih sering beraktivitas di luar. Jangan khawatir, aku dan Damien akan baik-baik saja.”

Keputusan itu membuat dada Alex seperti terhimpit batu besar. Sekali lagi, ia harus merelakan perpisahan yang tak pernah ia inginkan.

Daisy pun tak sanggup menahan tangis. Ia tak ingin jauh dari ibunya, tapi setelah Alex menjelaskan dengan lembut, hatinya perlahan luluh. Ia hanya ingin kakaknya sembuh.

“Ibu, berjanjilah ... kau akan segera membawa Damien pulang setelah dia sembuh nanti,” ucap Daisy dengan suara bergetar, memeluk Eve erat-erat.

“Tentu, Sayang,” bisik Eve. “Kami pasti akan kembali. Sekarang, tolong beri kakakmu waktu untuk fokus pada kesembuhannya, ya? Dia sudah lama menahan sakit tanpa kita tahu.”

Daisy mengangguk. Eve sudah berusaha keras untuk tidak menangis di depan putrinya, tapi air mata tetap saja luruh di pipinya.

Di sisi lain, Nic berbicara pelan pada Alex. “Alex, aku minta maaf. Kali ini aku tidak bisa mengizinkan Nelly ikut ke Regalsen bersama Damien. Bukan karena aku tega, tapi ... aku memang membatasi aktivitasnya sekarang.”

Alex menggeleng pelan. “Aku mengerti, Nic. Kau tidak perlu menjelaskannya lagi. Kau punya kewajiban menjaga istrimu selama dia hamil. Lakukan sebaik-baiknya, selagi kau masih punya kesempatan. Kelak, kau tidak perlu menyesali apa pun.”

Seperti dirinya — yang kini harus menelan kehilangan itu sekali lagi.

Perpindahan Damien dilakukan secepat mungkin.

Saat itu Nic dan Rayyan ikut mengantar mereka. Berkat koneksi Nic, Damien langsung mendapatkan penanganan khusus di rumah sakit itu.

Meskipun Damien masih belum sadar, Nic dan Rayyan tak bisa berlama-lama di sana. Nic tak mungkin meninggalkan Nelly sendirian dalam keadaan hamil muda, sementara Rayyan harus menggantikan posisi Alex di perusahaan keesokan harinya.

Setelah memastikan Damien berada di tangan dokter yang akan menanganinya nanti, mereka berdua pun kembali pulang.

Malam itu, Daisy baru saja tertidur — setelah sebelumnya memaksa agar Eve tetap berada di sisinya.

Alex pun duduk di sisi tempat tidur mereka, tidak sanggup jauh dari Eve sejak tadi.

Tangannya terus mengusap lembut kepala istrinya, seperti seorang ayah yang tengah menidurkan anak kecil yang tak mau lepas dari pelukannya.

“Aku belum bisa menemukan rumah baru yang dekat dari sini,” ucapnya pelan, menatap wajah Eve yang tampak lelah namun tetap tegar. “Tapi aku janji akan mencarikannya dalam waktu dekat.”

Eve tersenyum tipis. “Tak perlu terburu-buru, Alex. Kau dengar sendiri tadi, kan? Damien mungkin akan lama dirawat di sini untuk pengobatan lanjutannya. Aku bisa tinggal di apartemen bersamanya nanti. Itu tidak masalah.”

Alex menggeleng pelan. “Tidak. Aku tetap ingin mencarikan rumah untuk kalian. Tinggal di apartemen tidak akan senyaman di rumah sendiri. Setelah aku menemukannya nanti, aku akan memindahkan semua barang kalian juga. Aku tahu kalian akan lama di sini, tapi kalian tetap butuh tempat untuk pulang kapan pun kalian ingin pulang.”

Eve hendak menjawab, tapi Alex sudah lebih dulu menyentuh perutnya — mengusap lembut dengan jemari yang bergetar.

“Dan ...,” ucapnya lirih, “Aku minta maaf. Setelah berjanji akan selalu di sisimu selama masa kehamilanmu, akhirnya aku tetap kehilangan kesempatan itu.”

Eve menatapnya lama, lalu menggenggam tangannya erat.

“Alex, jangan salahkan dirimu atas segalanya. Tidak semua hal bisa kau kendalikan. Lagipula, kau tidak benar-benar meninggalkanku. Aku dan Damien tidak akan ke mana-mana. Selama kami masih memilikimu, aku tidak akan takut pada apa pun. Ini hanya sementara, oke? Setelah ini, kita akan tinggal bersama lagi.”

Alex tersenyum samar, tapi sorot matanya tetap sayu. Ia tahu benar — kata sementara bisa terasa sangat panjang untuk menunggu. Ia tidak akan bisa menyentuh mereka setiap hari lagi.

Namun di sisi lain, masih ada Daisy — satu-satunya yang akan terus bergantung padanya nanti.

Malam terasa berjalan terlalu cepat.

Eve tertidur di sisi Daisy, sementara Alex belum memejamkan mata sedikit pun. Dia terus berjaga di sisi Damien — menunggu, berharap anak itu akan membuka mata meski dokter sudah mengingatkan bahwa kondisinya sangat lemah.

Sekitar pukul empat dini hari, ketika Alex baru saja keluar dari kamar mandi, matanya langsung tertuju pada Damien yang perlahan membuka mata.

“Damien?” Suaranya nyaris bergetar. Ia segera menghampiri ranjang. “Kau sudah sadar?”

Damien menoleh pelan. Tatapannya sayu, lemah.

Tangan kecilnya bergerak melepas alat oksigen yang menutupi hidung dan mulutnya. “Ayah ….”

“Ayah di sini.” Alex menggenggam tangannya erat. “Mau kupanggilkan dokter?”

Damien menggeleng lemah. Matanya berkedip perlahan, seperti berjuang menahan rasa lelah yang teramat dalam.

“Damien.” Suara Alex menurun lembut, “Sejak kapan kau menyembunyikan rasa sakitmu? Apa selama ini kau menahannya sendirian? Kenapa tidak mengatakannya pada kami?”

Damien hanya menatapnya — ada seribu kata yang tertahan di balik matanya yang redup. Dia tidak tega membuat ibunya khawatir, apalagi sekarang ibunya sedang hamil.

Selama ini, Damien berniat menunggu kepulangan Nelly untuk bercerita tentang nyeri di dadanya. Tapi malam itu, saat mereka baru saja kembali dari restoran bersama Nelly, dia tahu wanita itu juga sedang hamil.

Sejak saat itu, Damien memilih diam. Ia menahan sakitnya, memaksa tersenyum, hingga akhirnya tubuh kecilnya menyerah dan gelap menelannya.

“Damien ….” Alex mengusap rambutnya pelan, lalu mengecup keningnya. “Aku tahu kau tidak mau membuat Ibumu cemas. Tapi menanggung semua ini sendirian juga bukan hal yang baik.”

Suara kecil itu terdengar nyaris seperti bisikan. “Ayah, aku lelah ….”

Aku lelah untuk menarik napas. Setiap kali bernapas, rasanya sakit sekali, Ayah!

Tapi kalimat itu hanya bergema di benaknya sendiri — tak pernah keluar dari bibirnya.

“Tidurlah, Nak. Aku di sini,” ucap Alex pelan. Ia meletakkan kembali alat bantu pernapasan Damien, lalu membelai kening anaknya dengan lembut.

Damien menutup matanya, tertidur kembali.

Andaikan Alex bisa, ia ingin berkata, ‘Tidurlah. Aku akan tetap di sini sampai kau bangun’.

Namun kata-kata itu tak sanggup ia ucapkan. Ia bahkan tak tega memberitahu bahwa sebentar lagi Damien dan ibunya akan tinggal di Regalsen untuk waktu yang lama.

Eve terbangun sekitar pukul lima. Dari tempatnya, ia melihat punggung Alex yang tegap di kursi — menatap Damien tanpa berkedip.

“Alex, apa Damien sudah sadar?”

Alex menoleh. “Ya. Sebentar tadi. Tapi dia tidur lagi.”

Eve melangkah mendekat, meski tubuhnya masih terasa lemah.

“Kenapa kau tidak beristirahat sebentar? Aku bisa menjaganya sekarang.”

“Aku sempat tertidur saat kau tidur tadi,” jawab Alex pelan, menatapnya dengan mata lelah. “Kau sudah makan? Aku akan mencarikan bubur untukmu.”

Tak lama kemudian, Alex datang membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas susu kehamilan.

Ia menyeduhnya sendiri, gerakannya terlatih dan tenang — seperti seseorang yang sudah sering melakukannya diam-diam.

Eve mengangkat alis. “Jadi selama ini … kau yang menyiapkan semuanya sendiri?”

Alex hanya tersenyum tanpa menjawab.

Eve menatap gelas di tangannya lama, lalu berbisik pelan — hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.

“Sebaiknya kau kembali sekarang, Alex.”

“Kenapa? Aku masih punya waktu sampai sore nanti.”

Eve menahan napas sejenak.

Karena kau terlalu memanjakanku. Aku takut lupa bagaimana caranya bertahan tanpamu di sini.

Namun di bibirnya, ia hanya menampakkan senyum tipis.

“Sebelum Damien terbangun, lebih baik kalian pergi dulu. Kalau tidak, Damien akan merasa bersalah. Kau tahu sendiri, anak kita tidak akan tenang kalau sadar dia sudah berada di Regalsen.”

***

1
Dheta Berna Dheta Dheta
😭😭😭😭
Idatul_munar
Gimana ayah nya tu..
Arbaati
hadir Thor...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!