Perselingkuhan adalah sebuah dosa terbesar di dalam pernikahan. Namun, apakah semua perselingkuhan selalu dilandasi nafsu belaka? Atau, adakah drama perselingkuhan yang didasari oleh rasa cinta yang tulus? Bila ada, apakah perselingkuhan kemudian dapat diterima dan diwajarkan?
Sang Rakyan, memiliki sebuah keluarga sempurna. Istri yang cantik dan setia; tiga orang anak yang manis-manis, cerdas dan sehat; serta pekerjaan mapan yang membuat taraf hidupnya semakin membaik, tidak pernah menyangka bahwa ia akan kembali jatuh cinta pada seorang gadis. Awalnya ia berpikir bahwa ini semua hanyalah nafsu belaka serta puber kedua. Mana tahu ia ternyata bahwa perasaannya semakin dalam, tidak peduli sudah bertahun-tahun ia melawannya dengan gigih. Seberapa jauh Sang Rakyan harus bergulat dalam rasa ini yang perlahan-lahan mengikatnya erat dan tak mampu ia lepaskan lagi.
Kisah ini akan memeras emosi secara berlebihan, memberikan pandangan yang berbeda tentang cinta dan kehidupan pernikahan. Cerita p
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikodemus Yudho Sulistyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Florencia: Serupa
Sang sampai di kantor DisPLAY Media. Ia meletakkan tas berisi laptop ke mejanya, kemudian pergi ke pantry, alias dapur kantor yang berbagi antara divisi Content Writer dan divisi Video dan Multimedia, terutama desain grafis. Ia sedang mereguk kopi panas dari cangkir ketika ia mendengar suara itu.
“Pak, Pak, kita foto deh. Sehati kita hari ini,” suara alto, datar, rendah, tetapi mendengung dan bervolume tinggi yang dikenal baik tersebut langsung menyerang gendang telinga Sang pagi itu.
Sang menoleh dan melihat Florencia berdiri di sampingnya mengenakan dress hitam, dengan renda-renda putih di ujung lengan dan bagian bawahnya. Ada pula sedikit hiasan bebungaan di bagian dada. Rambutnya yang berponi di bagian belakangnya dijepit dengan jepitan rambut berbentuk pita besar, juga berwarna putih.
Sang melihat pakaiannya sendiri. “Eh, iya, sama kita.” Sang baru sadar ia juga mengenakan pakaian yang memang bernada serupa. Celana panjang hitam, kemeja dan blazer hitam, dengan dasi putih.
Seiseng dan serandom itu seorang Florencia.
Sang melayaninya. Mereka berdua berswafoto.
Tak lama, ada 2 staf lain yang ikut nimbrung ke pantry. “Eh, kita semua sama hari ini,” seru salah satu diantaranya.
Swafoto berlanjut dengan 2 orang tambahan tersebut yang juga mengenakan pakaian berwarna senada.
Kejadian ini berulang telah cukup lama semenjak tahun ke-2 Florencia dan Sang mulai bekerja di DisPLAY Media di kota ini.
Mereka berada di satu tempat kerja, maka tak jarang kalau hanya dari penampilan mereka bisa saja kebetulan mengenakan busana dengan gaya, motif atau warna yang sama.
Tidak ada yang istimewa mengenai hal ini, tak bagi Sang pula.
Hanya saja, kejadian ini seperti terkesan repetitif selama mereka bekerja, meskipun tidak selalu hanya melibatkan mereka berdua. Acapkali, rekan-rekan kerja mereka juga ikut serta di dalam adegan kontes kemiripan ini.
Sang sedang duduk di depan mejanya. Layar laptop menyala redup, hampir mati ke dalam kondisi standby. Ia mengetuk layarnya sehingga kembali menyala.
Ada pesan masuk melalui WhatsApp web yang ia buka melalui laptopnya.
Dari Florencia, kiriman foto-foto keduanya yang mengenakan pakaian berwarna dan motif serupa itu dikirimkan. Sang tersenyum, merasa lucu dengan perilaku Florencia itu. Namun kemudian, Sang kembali tersenyum melihat gaya berfoto mereka berdua. Florencia terlihat sedikit lebih tinggi dari dirinya dikarenakan oleh tubuhnya yang memang sudah tinggi menjulang ditopang dengan sepatu ber-hak. Keduanya tertawa lepas. Bedanya Sang terlihat semi formal dan santai, sedangkan Florencia bergaya manis dengan dua jari membentuk V di samping wajahnya.
Tidak ada yang memungkiri bahwa Florencia memang secantik dan semenarik itu.
Tanpa sengaja kemudian Sang menelusuri foto demi foto lama yang telah dikirim Florencia kepadanya. Foto-foto tersebut tidak selalu merupakan foto mereka berdua. Ada banyak event yang melibatkan foto grup bersama para pegawai kantor DisPLAY atau beberapa kegiatan lainnya.
Sang mengernyit, ia meneliti setiap foto dan mendapatkan fakta bahwa ia dan Florencia hampir selalu berdiri berdampingan dalam setiap frame.
“Kok bisa, ya? Kok aku baru sadar?” batin Sang dalam hati.
Kini, secara tak sadar pula, Sang mulai memperhatikan foto-foto tersebut, terutama pose mereka berdua.
Tawa lepas selalu terlihat melukis wajahnya dan Florencia. Tinggi Florencia yang cukup signifikan itu – selain wajah cantik dan gaya berbusananya – membuat ia menonjol di foto. Namun, mendadak Sang menghela nafas melihat perbandingan kontras kulitnya dan kulit Florencia.
Kenapa ia malah merasa rendah diri seperti ini? Pikir Sang.
Aku kan sudah beristri, sudah laku. Anakku juga sudah tiga. Memangnya kenapa kalau tampang dan penampian fisikku jomplang dengan Florencia? Pikir Sang. Ia tertawa sendiri.
Sang melirik ke meja Florencia. Gadis itu terbenam di dalam diskusi bersama Dina, rekan kerja yang duduk di sampingnya.
Tiba-tiba Sang tersentak ketika Florencia melirik ke arahnya.
Sudah terlambat untuk memalingkan wajah. Meskipun terasa begitu kikuk dan aneh, Sang berpura-pura biasa saja, seakan-akan ia tidak memiliki maksud sama sekali menatap ke arahnya.
Seperti diduga oleh Sang, Florencia, menatap kosong ke arah Sang dengan raut datar, sepersekian detik saja. Sang juga tak tahu apakah Florencia juga sedang melihat ke arahnya, atau hanya sekadar memindai tanpa maksud dan tanpa makna. Gadis itu memang susah diprediksi segala tindak tanduknya.
Sang menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal itu, kemudian kembali menatap laptopnya. Ia menutup apikasi image, kemudian membuka fail yang harus ia periksa.
Sebelum mulai mengembalikan dirinya ke dalam pekerjaan, Sang membuka lagi WhatsApp web dan mengetikkan, “Thanks, Flo,” kemudian mengirimkannya.
Detik itu juga Florencia membalasnya dengan mengirimkan emoji jempol.
Mungkin kejadian ini sederhana dan sepertinya tidak berarti apa-apa. Namun, secara tidak diduga pula ada perubahan kecil-kecilan dari kebiasaan Sang.
Setiap sampai ke kantor, Sang selalu melirik ke meja Florencia. Memang busananya yang selalu unik itu tidak bisa ditiru apalagi ditandingi, tetapi warna dan sedikit motif saja memiliki kesempatan besar untuk berwarna serupa dengan apa yang sedang Sang kenakan hari itu. Lama-lama Sang juga tahu bahwa kebanyakan busana Florencia berwarna hitam dan merah kemudian baru beberapa jenis variasi lainnya.
Tidak sampai disitu, Sang sampai hapal kapan Florencia mengenakan pakaian berwarna hitam, kapan merah, kapan cenderung ungu atau hijau atau biru.
Sering Sang iseng menyamakan warna pakaian di hari tertentu, hanya untuk melihat reaksi Florencia. Florencia hampir selalu merespon dengan reaksi yang sama seperti biasanya. Meskipun tak jarang ia tidak merespon sama sekali. Kalau sudah seperti ini malah membuat Sang merasa konyol dan malu sendiri. Akhirnya, ia jarang lagi merencanakan untuk sengaja menyamakan warna dan motif busananya.
Sang yang sudah merasa aneh sendiri itu menghindarkan diri dari perasaan konyol yang lebih parah.
Walau ternyata, kadangkala, usaha sungguh menghianati hasil.
“Pak, Pak, lihat, deh,” ujar Florencia. Ia berdiri di samping Sang yang sedang mencetak tulisannya di printer di dalam kantornya yang pintunya hampir tak pernah tertutup tersebut.
Sang melirik ke arah Florencia yang menunjuk ke arah bajunya dan baju yang Sang kenakan.
Bahkan Sang pun tersentak. Keduanya hari ini mengenakan kemeja biru navy dan celana panjang hitam. Gaya Florencia memang lebih trendi karena kemeja dan celananya memang fashionable, tapi sisanya, sangat serupa. Bahkan kadar warna biru dan bentuk keseluruhan padanan kemaja dan celana panjang tersebut.
“Weh, sama lagi pakaian kita?” respon Sang.
Florencia mengangkat-angkat kedua alisnya. Tangannya menunjuk ke bawah.
“Bahkan sepatu kita sama, Pak.”
Sang menghela nafas, kemudian tertawa bersama Florencia. sneakers Converse hitam putih yang ikonis itu terpasang rapi berdampingan di kaki mereka, serupa dan serasi.
kelainan kek Flo ini, misal nggak minum obat atw apa ya... ke psikiater mungkin, bisa "terganggu" nggak?
kasian sbnrnya kek ribet kna pemikirannya sendiri
Awalnya sekedar nyaman, sering ketemu, sering pke istilah saling mengganggu akhirnya?
tapi semoga hanya sebatas dan sekedar itu aja yak mereka. maksudnya jngn sampe kek di sinetron ikan terbang itu😂
biarkan mereka menderita dan tersiksa sendiri wkwkwkwk.
Setdahhh aduhhh ternyata Florencia???
Jangan dong Flooo, jangan jadi musuh dari perempuan lain.
Itu bkn cinta, kamu ke Sang cuma nyaman. Florentina selain cantik baik kok, anaknya tiga loh... klopun ada rasa cinta yaudah simpan aja. cinta itu fitrah manusia, nggak salah. tapi klo sampe kamu ngrebut dari istri Sang. Jangan deh yaa Flo. wkwkwkwk
Keknya Florentina biarpun sama introvert kek Flo, tipe yg kaku ya... berbeda sama Flo. intinya Sang menemukan sesuatu yg lain dari Flo, sesuatu yg baru... ditambah dia lagi masa puber kedua. yang tak dia temukan sama istrinya. Apalagi setelah punya tiga anak. mungkin yaaa
Flo dengan segala kerumitannya mungkin hanya ngrasa nyaman, karena nggak semua orang dikantor bisa memahami spt Sang memahami Flo. sekedar nyaman bkn ❤️😂
Flo berpendidikan kan? perempuan terhormat. masa iya mau jadi pelakorr sihh? ini yg bermasalah Sang nya. udah titik. wkwkwkwk