Rahasia Jiwa Puber Kedua

Rahasia Jiwa Puber Kedua

Damar

Damar bersyukur mendiang ayahnya telah menikmati hidupnya secara penuh. Seminggu sebelum ayahnya itu wafat, Sang Rakyan menatapnya dalam dari atas tempat tidur, dimana ia telah terbaring sebulan penuh karena sakit yang ia derita. Saat itu, dikelilingi orang-orang tercinta, menggenggam tangannya, Sang berkata, “Damar, tidak perlu bersedih terlalu lama setelah Papa tidak ada lagi. Papa sudah puas dengan kehidupan ini. Papa punya anak-anak dan cucu-cucu yang hebat. Papa juga sudah dapat cinta yang tak putus selama Papa hidup.”

Suara Sang masih sangat jelas, meski mungkin tidak dapat diucapkan dengan lantang seperti waktu ia masih muda dahulu.

Ibu Damar, istri Sang, Florentina Sumardi, duduk di atas kursi roda di samping tempat tidur. Rambutnya telah seutuhnya putih, tetapi masih diperlakukan sama dari dulu, dikuncir kuda. Ia seusia suaminya. Mereka berdua telah berpacaran sejak masih di bangku Sekolah Menengah Atas. Tangannya yang kurus juga menggenggam satu tangan Sang lainnya.

Sang memindahkan tatapannya dari Damar ke sang istri dengan susah payah. “Terimakasih sudah menemaniku selama lebih dari 60 tahun, Flo,” ujarnya, masih dengan suara yang jelas, meski volumenya sudah berkurang drastis.

Sang istri mengangguk pelan. Tidak ada air mata yang membayang di matanya. “Kalau kamu mau pergi, pergilah dulu. Kami sudah ikhlas. Kita akan segera bertemu lagi.”

Damar sudah berumur 60 tahun. Ia sudah bahkan sudah memiliki dua orang cucu dari anak-anaknya. Ia pun sudah merasa bahwa kehidupannya sempurna. Itu semua karena sang Ayah adalah contoh terbaik, role model kehidupannya, khususnya kehidupan pernikahannya. Damar tak pernah melihat pertengkaran hebat antara Sang dan Florentina selama hidup mereka. Sang adalah seorang ayah pekerja keras dan penuh perhatian. Ia tak pernah melewatkan masa-masa penting anak-anaknya. Bukan hanya ulang tahun Damar dan kedua adiknya, tetapi juga mengenai pendidikan, ketika mereka bertiga beranjak dewasa, sampai kemudian ketiganya menghadapi berbagai tantangan di dalam hidup. Sang selalu hadir buat mereka.

Damar juga meniru bagaimana Sang memperlakukan ibu mereka. Sedari kecil Damar mengenal Florentina sebagai seorang ibu yang pendiam. Florentina adalah seorang introver yang enggan sekali berhubungan dengan dunia luar. Ayahnya paham dengan sifat istrinya. Namun begitu Sang berhasil membimbing istrinya, memberikan pengertian tanpa memaksa, serta melayani sang istri dengan semestinya. Sang tahu cara menghargai Florentina. Damar dan kedua adiknya paham itu.

Ketika adik perempuannya, Gendhis, menikah, Sang menangis tersedu-sedu. Anak perempuan keduanya itu mirip sekali dengan ibu mereka. tidak hanya wajah dan perawakannya, Florentina dan Gendhis sama-sama introver, pendiam, dan kadang dingin. Sang sungguh bahagia anak perempuannya itu menikah, tetapi di sisi lain, Damar tahu bahwa hatinya terkoyak. Selain istrinya, Gendhis adalah perempuan kedua di dalam hidup ayahnya yang ia cintai. Apalagi Gendhis sangat menyerupai Florentina.

Dari sini, Damar tahu bagaimana Sang menghormati dan mencintai perempuan dengan seluruh jiwanya.

Damar ingin sekali menolak fakta bahwa ayahnya adalah seorang sosok ayah yang sempurna, terlalu sempurna bahkan. Selama hidupnya, ia selalu bertanya-tanya, adakah kelemahan atau keburukan dari seorang laki-laki bernama Sang Rakyan itu? nyatanya, sampai umurnya genap 60 tahun, sampai sang ayah wafat, bahkan sampai ibunya menyusul 2 tahun kemudian, Sang Rakyan adalah sungguh laki-laki tangguh, baik dan hangat yang hampir tiada cela.

Damar merasa mendapatkan beban yang begitu besar mengetahui bahwa laki-laki semacam itu sungguh ada di dunia. Bagaimana ia dapat mengemban tugas menjadi laki-laki paripurna bagai sang ayah?

Itu sebabnya ia, Gendhis dan Florentina, ibu mereka, tidak menangis secara berlebihan di waktu kematian Sang. Mereka merasa begitu diberkati karena memiliki hidup indah seperti ini. Hidup yang diusahakan mati-matian oleh sang ayah, jiwa dan raga. Jati, adik bungsu mereka pun, yang paling mewarisi kegigihan dan kerja keras Sang, berusaha mati-matian agar tidak merasa kehilangan. Ia yang paling dekat dengan Sang. Walau sekarang telah berusia 51 tahun, telah pula menyumbangkan banyak cicit bagi ayah mereka, Jati tidak pernah absen menemani sang ayah berbagi hobi yang sama, membuat model atau maket. Walau tangan Sang sudah tak stabil, setidaknya satu bulan sekali, ia menghabiskan waktu untuk melihat Jati menuntaskan setiap ‘proyek’ mereka. Keduanya suka sekali membuat maket meniru beragam bentuk bangunan dari kertas atau kayu. Bangunan-bangunan tersebut biasanya merupakan proyek bisnis keduanya, rancangan cabang perusahaan atau kantor, atau sekadar interpretasi khayali yang sama-sama mereka amini.

Wafatnya Sang tidak meninggalkan lubang yang besar di hati istri dan anak-anaknya, melainkan justru memberikan sebuah beban yang luar biasa berat, yaitu menjadi sosok yang sempurna bagai sang ayah.

Damar, juga telah mencapai usia senja. Telah banyak hal yang ia capai dan sudah banyak kebanggaan yang ia persembahkan pada ayahnya. Gendhis, menjadi perempuan tangguh di usia tuanya, berhasil membuat mendiang ayahnya tidak khawatir lagi. Jati, di usianya yang telah separuh abad, berhasil menuntaskan didikan langsung sang ayah dalam bidang bisnis dan personal skill-nya.

Berkat hidup sempurna yang diberikan mendiang sang ayah, ketika ibu mereka wafat kemudian pun, ketiganya telah rela dan bersiap.

“Aku malah bahagia Mama kini bersama lagi dengan Papa di surga,” ucap Gendhis.

Damar dan Jati mengamini.

“Dua tahun Mama malah menunjukkan keceriaan. Seakan-akan Mama bersiap-siap untuk bertemu Papa lagi. Aku membayangkan mereka kembali menjadi muda, seperti foto pernikahan mereka. Mama yang tidak pernah lepas menguncir rambutnya itu, dan Papa yang masih muda dan ganteng berjalan bergandengan tangan. Sama seperti sewaktu kita masih kecil,” tambah Jati.

Damar tersenyum lebar. “Kita harus menjaga warisan mereka, menjadi anak-anak sekaligus orang tua dan kakek nenek yang baik, yang melakukan yang terbaik bagi keluarga.”

Damar merangkul bahu kedua adiknya. Ketiganya akhirnya menangis sembari tertawa, merasakan emosi penuh memenuhi relung-relung dada mereka.

Tiga bulan kemudian, tanpa disangka, perasaan yang sudah dikuras, terpaksa kembali tertumpah. Gendhis tanpa sengaja menemukan ribuan fail word di laptop Sang, mendiang ayahnya. Semua fail itu berisi semacam tulisan atau surat dari sang ayah untuk ibu mereka.

“Mengapa bahkan setelah wafat pun, Papa masih meninggalkan kesan yang terlalu kuat bagi kita? Coba Mas Damar lihat, kamu juga baca sendiri, Jati. Papa selama hidupnya telah menulis curahan hati di laptopnya buat Mama. Aku tidak pernah mendengar Mama menceritakan ini. Kemungkinan Papa memang tidak memberikannya kepada Mama,” ujar Gendhis sembari menangis.

Berhari-hari, Damar, Gendhis dan Jati membaca secara acak setiap fail ayah mereka tersebut. Tulisan-tulisannya ditujukan buat, “Sayangku Flo.” Berisi tentang beragam curahan hati, termasuk keresahan, rasa rindu, pujian serta rayuan sang ayah.

Damar menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku juga tidak tahu bahwa cinta Papa terhadap Mama sebesar ini.”

“Kita sama-sama tahu kalau Papa memberikan porsi perhatian dan cintanya kepada Mama dengan cara yang cukup, pas. Tidak terlalu berlebihan, dan juga tidak kekurangan. Tapi, kalian harus mengakui, kita sekali lagi dibuat terkejut atas betapa romantisnya Papa. Papa memang seorang penulis, kan. Pekerjaannya di dunia jurnalisme dan media itu sudah membawa Papa sampai mendapatkan berbagai penghargaan. Tetapi, menulis romantis dan penuh perasaan semacam ini?” Jati menggelengkan kepalanya, sama seperti Damar, “ … tidak pernah aku tahu.”

Gendhis menyeka air mata yang mengalir di pipinya yang sudah dihiasi keriput masa tua itu. “Ah, mengapa Mama tidak sempat membaca semua ini? Aku yakin Papa sadar, Mama yang pendiam dan introver itu mungkin tidak suka dengan hal beginian, makanya Papa terus menulis tanpa perlu mengutarakannya kepada Mama.”

Damar mendekat, memeluk adik perempuannya itu. Tubuh renta keduanya masih memberikan hangat persaudaraan dan darah yang sama seperti sewaktu mereka kecil dahulu. “Sudah, tak perlu khawatir dan sedih lagi. Di surga, Papa yang langsung memberikan fail-fail ini kepada Mama.”

Waktu pun berlalu setelah masa itu tanpa siapapun sadari bahwa curahan hati, pujian dan rayuan yang diketik sang ayah selama hidupnya itu sesungguhnya bukan ditujukan Sang bagi Florentina.

Terpopuler

Comments

ᴇʟꜱʜᴀᴅᴀʏ-②①L

ᴇʟꜱʜᴀᴅᴀʏ-②①L

jadi 'sayangku flo' ini wil? wkwkwk sial betul pake nama depan si bini. kali biar gak dicurigai 😂

2025-08-04

2

LᴀSᴇɴᴏʀɪTᴀ_❷❶ℓ🇮🇩

LᴀSᴇɴᴏʀɪTᴀ_❷❶ℓ🇮🇩

Jejak di DamarJati dan Gendhis.

anak-anak Sang Rakyan merasa Papa nya itu sempurna gitu yaa, sampe jadi role mode, tapi kan tak ada manusia yg sempurna 😂

penasaran ketidaksempurnaan apa yg SR lakuin.

lanjut pak Niko.

2025-08-04

1

anggita

anggita

novel baru, moga lancar👌

2025-08-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!