Seorang gadis yang di paksa orang tuanya untuk menikah muda untuk melindunginya dari masa lalu yang terus menganggunya. Namun siapa sangka jika gadis itu di jodohkan dengan seorang pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya. Lalu bagaimana pernikahan mereka akan berjalan jika mereka saling membenci?mungkin kah cinta akan tumbuh dalam diri mereka setelah kebersamaan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
"Pikiran elo tuh cuma cowok aja, pikirin tuh nilai ulangan elo."timpal Gisella yang sukses membuat Kania merengut kesal. Selly tertawa puas melihat wajah sahabatnya yang cemberut dengan bibir maju beberapa senti ke depan.Mereka asyik mengobrol hingga tak sadar ada seseorang yang berjalan ke arah mereka.
"Hai Gisella.."
Ketiga gadis yang tengah tertawa itu pun menoleh. Ia menatap ke arah Andi yang berdiri dengan membawa tiga buah jus dan cemilan.
"Kenapa ya kak?"tanya Gisella sopan.
"Hmmmt ini gue bawain kalian minum sama cemilan juga. Kalian tahu kan kalau setelah ini guru rapat jadi pasti nggak ada pelajaran dan gue yakin kalian pasti masih betah ngobrol di sini."jawab Andi.
"Oiya kak, makasih ya. Harusnya nggak perlu repot - repot kaya gini. Kita bisa kok beli ke kantin." Ujar Gisella merasa tak enak namun tetap menerima pemberian Andi itu untuk menghargainya.
"Nggak papa kok, gue nggak ngerasa di repotkan. Kalau gitu gue pergi dulu mau ada rapat OSIS buat acara lomba basket antar sekolah besok."
Andi pun berlalu pergi dan tak lama menghilang dari pandangan karena sudah masuk ke area sekolah.
Di tempat lain, Revan dan kedua sahabatnya juga tengah nongkrong di warung langgangan mereka yang terletak di belakang sekolah. Tempat di mana mereka sering menghabiskan waktu mereka jika sedang jam kosong atau sedang bolos. Mereka asyik dengan minuman dan makanan mereka saat seorang gadis cantik mendekati meja Revan.
"Hai Revan, elo disini gue cariin dari tadi."ujar Nadin seraya duduk di samping Revan. Namun pemuda itu sama sekali tak menggubris Nadin tapi masih asyik dengan game di ponselnya.
"Van ntar elo bisa anterin gue nggak? Mobil gue lagi di service jadi tadi nggak bawa mobil tadi pagi."ujarnya manja seraya memegang lengan Revan. Karena risi, Ia menghempaskan tangan Nadin dari lengannya karena ia tidak suka tubuhnya di pegang oleh sembarang orang.
"Gue bukan tukang ojek dan jangan pernah elo pegang - pegang gue."ucapnya sinis,dingin.
"Ya gue tahu elo bukan tukang ojek tapi gue minta tolong sama elo. Kita udah kenal lama tapi sekalipun gue belum pernah dibonceng sama lo."
Tanpa mengalihkan pandangannya Revan kembali menyahuti "karena motor gue mahal jadi nggak boleh sembarang orang duduk di jok belakang gue."
Meskipun sudah berulang kali di tolak tapi Nadin tidak pernah menyerah untuk mendapatkan perhatian dari Revan.
"Kurangnya gue apa sih Van, gue cantik, gue jadi primadona di sekolah, banyak yang berebut bisa ajak gue jalan, bahkan banyak yang minta gue jadi pacar mereka tapi gue selalu tolak karena gue cuma mau elo."Nadin meninggikan suaranya.
Revan berdecak kesal, "mereka bisa ngejar - ngejar elo tapi nggak dengan gue. Mereka bisa suka atau tergila - gila sama elo tapi bukan gue dan gue satu - satunya orang yang nggak pernah berharap elo masuk di kehidupan gue. Gue bukan mereka."
Iya memang benar jika Nadin adalah salah satu primadona di SMA Harapan Bangsa. Banyak siswa yang mengagumi kecantikkannya namun banyak pula yang tidak menyukai sifatnya yang jauh dari kata baik. Berbeda dengan Gisella yang cantik,pintar dan selalu baik terhadap siswa lain. Banyak pula yang mengaguminya namun tidak ada yang berani mendekat karena mereka semua tahu jika Andi ketua OSIS mereka juga menyukai Gisella.
***
Setelah lama duduk di taman kini sudah waktunya kembali ke kelas untuk pelajaran terakhir sebelum pulang. Semua siswa tidak ada yang berani membuat kegaduhan karena pelajaran ini adalah pelajaran yang membosankan di tambah gurunya yang terkenal killer. Siapa yang berani membuat gaduh guru tersebut tak segan - segan memberi hukuman yang tidak masuk akal. Dari yang harus menulis hingga satu buku penuh atau mengerjakan tugas semua murid di kelas tersebut.
Rio dan Rendi yang merasa bosan tampak sibuk mencoret - coret sesuatu di bukunya. Hanya beberapa murid saja yang masih tampak fokus ke depan memperhatikan pelajaran hingga tak lama kemudian terdengar lonceng terdengar tanda waktu untuk pulang..
Krrrriiiinnngggg kkriiinnngg kkkriiinnggg...
Semua murid bersorak gembira karena terbebas dari pelajaran yang membosankan ini.
"Baik anak - anak kita akhiri pelajaran hari ini dan sampai jumpa lain waktu."tutup sang guru lalu berlalu pergi dari kelas. Gisella meraih ponselnya dan menghubungi kakaknya untuk bertanya apakah dia bisa jemput atau tidak.
"Hallo dek."terdengar suara Marcel dari seberang sana."
"Hallo kak, kakak bisa jemput nggak?
"Bentar lagi kakak selesai, kamu tunggu dulu sebentar jangan kemana - mana."
"Kalau kakak sibuk nggak papa aku bisa naik taksi."
"Nggak boleh, kamu nggak boleh sembarangan naik angkutan umum. Kakak bentar lagi keluar kelas, kamu harus tunggu kakak dan kamu tunggu di pos satpam aja jangan keluar gerbang."
"Ck..aku bukan anak kecil lagi kakak, aku berani kok naik taksi atau ojek." Rajuk Gisella cemberut.
"Kamu nurut sama kakak atau kamu minta aja Revan buat anter kamu gimana.?"
Gisella melirik ke belakang di mana Revan dan teman - temannya juga menatap kearahnya..
"Ih kakak nggak mau, aku tunggu kakak aja."
"Ya udah kalau gitu, kakak tutup dulu ya.. ingat tunggu kakak di pos satpam atau tempat yang masih rame."peringat Marcel lagi.
"Iya ya..ya udah."
Gisella memutus sambungan telepon dengan kesal.
"Sel gimana?"
"Gue harus tunggu kak Marcel jemput gue."ujarnya kesal. Ia ingin bisa seperti orang lain yang di beri kebebasan untuk menentukan pilihannya.
Ia ingin bebas pergi kemana pun ia mau dan ia juga ingin bebas menaiki kendaraan apapun yang ia mau saat tidak ada yang bisa mengantar jemputnya seperti hari ini. Namun entah kenapa papa dan kakaknya selalu melarangnya menaiki kendaraan umum. "Tapi sorry gue nggak bisa temenin elo nunggu kak Marcel soalnya mau kerumah nenek gue. Ini aja mama gue udah jemput di depan." Sesal Selly . "Sama gue juga nggak bisa temenin elo Sel karena gue ada bimbel. Elo tahu sendiri mama gue nuntut gue jadi anak yang pinter."sambung Kania.
"Nggak papa kok gue bisa nunggu sendiri, ya udah yuk kita keluar kasian mama elo udah nunggu."
Mereka keluar kelas lalu di susul oleh Rio, Rendi dan Revan. "Kita jadi ke markas nggak nih?"tanya Rio.
"Kalian duluan aja, tar gue nyusul. Gue masih ada urusan."tutur Revan lalu melangkah lebih dulu.
Rio dan Rendi saling pandang, "ada urusan apa dia tumben nggak cerita ke kita."
Rendi mengendikkan bahu acuh lalu melanjutkan langkahnya menuju parkiran sekolah.
Parkiran sudah tampak sepi karena waktu pulang sekolah sudah 10 menit yang lalu.
Rio dan Rendi melewati pos satpam dimana ia masih melihat Gisella duduk sambil memainkan ponselnya.
"Hai cewek, mau dianter abang pulang nggak? Gratis kok tanpa di pungut biaya sepersen pun."goda Rio.
"Ogah banget gue boncengan sama elo bisa - bisa badan gue gatel - gatel karena deket elo."
"Ck...cantik cantik mulutnya pedes amat kaya bon cabe level 30." Kesal Rio. Sedangkan Rendi hanya tertawa terbahak - bahak melihat wajah cemberut Rio. Tak lama ia pun melajukan motornya lalu di susul oleh Rio. Tanpa mereka tahu jika kejadian itu di saksikan oleh Revan yang tengah duduk di bawah pohon rindang. Memastikan Gisella tetap aman, bukan apa - apa tapi ia hanya menghargai permintaan papa Rizal dan ayah Derry yang menyuruhnya menjaga Gisella saat di sekolah.
Sudah hampir 15 menit Gisella menunggu di pos satpam namun belum ada tanda - tanda kakaknya akan datang. Gisella asyik memainkan ponselnya dan sesekali menatap ke arah jalanan berharap Marcel akan segera menjemputnya. Sedangkan Revan masih setia duduk dengan mata tak pernah lepas dari tempat duduk gadis tersebut..
"Mbak Gisel belum di jemput?" Tanya seorang satpam yang sudah bersiap untuk pulang dan mengunci gerbang.
"Belum pak, nggak tahu kakak saya kenapa lama."jawabnya dengan melihat arah jalanan.
"Tapi maaf mbak gerbangnya sudah mau saya kunci." Gisella menghela napas berat, ia mencoba menghubungi nomor Marcel namun tidak aktif.
"Ck..kak Marcel kemana sih? Katanya tadi bentar lagi tapi ini udah setengah jam belum sampe juga. Tahu gitu aku tadi naik taksi aja."
Namun tak lama ia melihat mobil kakaknya berhenti di depan sekolah. Dengan wajah kesal dan cemberut ia masuk ke mobil Marcel tanpa sadari ada sebuah mobil pula yang berhenti di pinggir jalan,mengamati mereka.