NovelToon NovelToon
Perjuangan Gadis SMA

Perjuangan Gadis SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Anak Genius / Anak Yatim Piatu / Teen School/College / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hanafi Diningrat

Najwa, siswi baru SMA 1 Tangerang, menghadapi hari pertamanya dengan penuh tekanan. Dari masalah keluarga yang keras hingga bullying di sekolah, dia harus bertahan di tengah hinaan teman-temannya. Meski hidupnya serba kekurangan, Najwa menemukan pelarian dan rasa percaya diri lewat pelajaran favoritnya, matematika. Dengan tekad kuat untuk meraih nilai bagus demi masa depan, dia menapaki hari-hari sulit dengan semangat pantang menyerah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanafi Diningrat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana cerdik

Hari ketiga di ruangan penjara gudang itu, Najwa duduk di tepi kasur sambil menatap Sinta yang sedang membaca buku. Makanan yang diantar anak buah Bos Heri masih utuh di meja, hampir tidak tersentuh. Nafsu makan mereka hilang sejak hari pertama.

"Sinta, aku sudah memutuskan." Najwa akhirnya memecah keheningan yang sudah berlangsung sejak pagi.

"Memutuskan apa?" Sinta menutup bukunya sambil menoleh ke arah Najwa dengan wajah cemas.

"Aku akan bilang ke Bos Heri kalau aku mau bergabung dengan mereka."

"NAJWA!" Sinta langsung berdiri dengan mata melotot. "Kamu gila?"

"Dengerin dulu, Sin. Ini bukan keputusan yang sebenarnya."

Najwa mendekat ke Sinta sambil menurunkan suaranya menjadi bisikan. "Aku akan pura-pura bergabung dengan mereka."

"Maksud kamu apa?"

"Aku akan ikut training mereka, belajar cara kerja organisasi mereka, tapi sebenarnya aku akan mengumpulkan bukti-bukti kejahatan mereka dari dalam."

Sinta menatap Najwa dengan tatapan tidak percaya. "Terus?"

"Terus aku akan kumpulkan semua informasi tentang jaringan mereka. Tempat operasi, nama-nama anggota, rute trafficking, semua yang bisa dijadikan bukti. Setelah itu, aku akan kasih semua bukti itu ke pemerintah atau polisi."

"Najwa, itu terlalu berbahaya! Kalau mereka tau kamu bohong..."

"Mereka nggak akan tau kalau aku cukup pinter. Aku akan berpura-pura jadi anggota yang setia sambil diam-diam ngumpulin bukti."

Sinta menggeleng keras sambil memegang kepala. "Tapi kamu harus melakukan hal-hal jahat untuk meyakinkan mereka. Kamu harus menyakiti orang lain."

"Sin, dengar aku. Kalau aku nggak lakuin ini, siapa lagi yang akan ngehentiin mereka? Berapa banyak anak-anak yang akan jadi korban mereka selanjutnya?"

"Tapi kenapa harus kamu? Kenapa kamu yang harus berkorban?"

"Karena aku yang ada di posisi ini sekarang. Karena aku yang punya kesempatan masuk ke dalam organisasi mereka." Najwa memegang kedua pundak Sinta. "Sin, ini bukan cuma tentang kita berdua lagi. Ini tentang ratusan anak yang akan diselamatkan."

Sinta menatap mata Najwa yang penuh dengan tekad. "Gimana kalau kamu berubah? Gimana kalau lingkungan mereka mempengaruhi kamu jadi jahat beneran?"

"Itu risikonya. Tapi aku harus ambil risiko itu kalau mau ngelindungin anak-anak lain dari nasib kayak yang hampir aku alami dulu."

"Najwa..." Suara Sinta bergetar. "Aku takut kehilangan sahabat terbaik aku."

"Kamu nggak akan kehilangan aku. Aku janji akan tetap jadi Najwa yang kamu kenal, apapun yang terjadi."

Sinta duduk kembali di kasur sambil menatap lantai. "Kalau kamu benar-benar mau lakuin ini, aku cuma bisa doa semoga kamu tetap kuat."

"Makasih, Sin. Aku butuh dukungan kamu."

"Tapi aku punya syarat."

"Syarat apa?"

"Kalau suatu saat kamu merasa udah terlalu dalam terlibat, kalau kamu merasa udah mulai berubah jadi kayak mereka, kamu harus keluar. Langsung. Jangan peduli apa konsekuensinya."

"Aku janji."

Mereka berpelukan sambil mencoba menguatkan satu sama lain.

"Sekarang aku akan panggil Bos Heri."

Najwa berjalan ke pintu dan mengetuknya dengan keras. "Halo! Aku mau ketemu Bos Heri! Aku sudah ada keputusan!"

Tidak lama kemudian, pintu terbuka dan salah satu anak buah Bos Heri masuk. "Tunggu di sini. Bos akan datang sebentar lagi."

Lima belas menit kemudian, Bos Heri masuk ke ruangan dengan senyum lebar di wajahnya. "Najwa sayang, sudah memutuskan?"

"Sudah."

"Dan keputusannya?"

Najwa menarik napas dalam. "Aku mau bergabung dengan organisasi kamu."

Senyum Bos Heri makin lebar. "Keputusan yang sangat bijak, Najwa. Aku bangga dengan kamu."

"Tapi aku punya syarat."

"Syarat? Kamu masih berani mengajukan syarat?" Bos Heri tertawa. "Baiklah, apa syaratnya?"

"Sinta harus dilepas sekarang juga dan dijamin keamanannya. Aku nggak mau dia terlibat lebih jauh dalam hal ini."

"Tentu saja. Dia sudah nggak berguna lagi setelah kamu memutuskan bergabung dengan kami." Bos Heri menoleh ke arah Sinta dengan tatapan dingin. "Kamu akan dikembalikan ke panti asuhan kamu nanti sore. Tapi ingat, kalau kamu sampai cerita ke siapapun tentang apa yang kamu lihat di sini, sahabat kamu yang akan menanggung akibatnya."

Sinta mengangguk sambil menatap Najwa dengan mata berkaca-kaca.

"Bagus. Sekarang, Najwa, kamu juga akan dikembalikan ke panti dulu."

"Kok dikembalikan? Aku kira langsung mulai training."

"Sabar. Training akan dimulai hari Minggu. Kami butuh waktu untuk menyiapkan program khusus untuk kamu." Bos Heri berjalan mengelilingi ruangan. "Selama menunggu, kamu harus bersikap normal. Sekolah seperti biasa, tingkah laku seperti biasa. Jangan sampai ada yang curiga kalau kamu sudah bergabung dengan kami."

"Mengerti."

"Dan ingat, mulai sekarang kamu adalah bagian dari keluarga besar kami. Kesetiaan adalah segalanya di sini. Pengkhianatan akan dibalas dengan cara yang sangat... menyakitkan."

Najwa menelan ludah mendengar ancaman terselubung itu.

"Nah, sekarang bersiaplah. Kalian akan diantar kembali ke panti masing-masing dalam satu jam."

Setelah Bos Heri keluar, Najwa dan Sinta langsung berpelukan dengan erat.

"Sin, aku takut."

"Aku juga takut. Tapi aku percaya sama kamu. Kamu pasti bisa."

"Kalau nanti aku berubah, kalau aku jadi kayak mereka, kamu harus lupain aku."

"Jangan ngomong kayak gitu. Kamu nggak akan berubah. Kamu terlalu baik hati."

"Gimana kalau aku harus melakukan hal-hal yang aku nggak mau lakuin untuk meyakinkan mereka?"

"Ingat aja kenapa kamu lakuin ini. Untuk ngelindungin anak-anak lain. Untuk ngehentiin kejahatan mereka. Itu akan jadi kekuatan kamu."

"Iya, kamu benar."

"Dan ingat, apapun yang terjadi, aku akan selalu sayang sama kamu. Kamu sahabat terbaik yang pernah aku punya."

"Kamu juga, Sin. Kamu alasan aku masih percaya kalau aku bisa jadi orang baik."

Satu jam kemudian, mereka dibawa keluar dari gudang dengan mata tertutup. Perjalanan kembali terasa seperti kembali dari neraka.

Van pertama berhenti di depan Panti Asuhan Kasih Ibu, tempat Sinta tinggal. Sore hari membuat suasana terasa melankolis.

"Sin, ini tempat kamu." Najwa memeluk Sinta dengan sangat erat, seakan tidak mau melepaskan.

"Najwa, hati-hati ya. Ingat semua yang udah kita bicarakan." Sinta berbisik di telinga Najwa.

"Aku ingat. Kamu juga hati-hati. Jangan sampai cerita ke siapapun tentang ini."

"Aku janji. Dan aku akan doa setiap hari buat keselamatan kamu."

"Makasih, Sin. Aku akan rindu kamu."

"Aku juga akan rindu kamu. Tapi ingat, kamu harus kembali jadi Najwa yang aku kenal."

Mereka berpelukan terakhir kali dengan air mata yang mengalir. Najwa melihat Sinta turun dari van dan berjalan menuju gerbang panti asuhannya tanpa menoleh ke belakang.

Van melanjutkan perjalanan menuju Panti Asuhan Harapan Bangsa. Sepuluh menit kemudian, Najwa sampai di rumahnya.

"Ingat, kalau ada yang tanya, kamu pergi jalan-jalan dengan teman dan keasyikan sampai lupa waktu. HP kamu juga rusak jadi nggak bisa dihubungi." Anak buah Bos Heri mengingatkan sebelum van pergi.

Di gerbang panti, Bu Sari langsung berlari menghampiri dengan wajah panik dan mata sembab.

"NAJWA! Kamu dari mana saja? Ibu sudah khawatir setengah mati! Sudah mau lapor polisi!"

"Maaf Bu, aku jalan-jalan ke Puncak sama teman SMP lama dan keasyikan sampai lupa waktu. HP aku juga rusak jadi nggak bisa kabarin." Najwa berbohong dengan lancar meski hatinya sakit.

"Kamu nggak boleh kayak gini lagi! Ibu nggak tidur tiga hari ini karena khawatir!"

"Maaf Bu, nggak akan terulang lagi. Aku janji."

Bu Sari memeluk Najwa dengan sangat erat, seperti ibu yang baru menemukan anak hilangnya. "Yang penting kamu selamat. Masuk, makan dulu. Kamu pasti lapar dan capek."

Di ruang makan, Kirana langsung melompat dari kursi dan berlari memeluk Najwa sambil menangis.

"NAJWA! Kemana aja kamu? Aku nggak tidur nyari kamu! Aku keliling kota, tanya ke teman-teman sekolah!"

"Maaf, Kir. Aku cuma jalan-jalan dan lupa waktu."

"Jalan-jalan tiga hari nggak pulang? HP mati pula!" Kirana memukul lengan Najwa pelan. "Aku pikir kamu kenapa-kenapa!"

"Aku menginap di rumah teman. Maaf udah bikin kamu khawatir."

Rian dan Fajar juga menghampiri dengan wajah lega.

"Untung kamu selamat. Kami sudah mau lapor ke polisi besok kalau kamu belum pulang juga." Rian berkata sambil menepuk pundak Najwa.

"Kami semua khawatir banget." Fajar menambahkan dengan suara pelan.

Malam itu, di kamar bersama Kirana, Najwa berbaring sambil menatap langit-langit. Kirana tidur di sebelahnya sambil sesekali melirik, masih khawatir.

"Najwa, kamu beneran baik-baik aja?"

"Iya, Kir. Aku cuma capek aja."

"Kamu keliatan beda. Kayak ada yang ngebebani pikiran kamu."

"Nggak ada apa-apa kok. Besok aku udah normal lagi."

Tiba-tiba handphone Najwa bergetar. Ada pesan dari nomor yang tidak dikenal:

"Training dimulai hari Minggu jam 8 pagi. Tunggu jemputan di halte depan sekolah. Jangan terlambat. Bawa mental yang kuat. - Keluarga Besar"

Najwa cepat-cepat menghapus pesan itu agar Kirana tidak melihat.

"Siapa yang kirim pesan?" Kirana bertanya sambil mencoba mengintip.

"Cuma teman sekolah yang tanya PR. Nggak penting."

"Oh, oke."

Najwa menatap layar handphone yang sudah gelap. "Hari Minggu. Tinggal tiga hari lagi."

Dalam hati dia bergumam, "Tiga hari terakhir aku jadi Najwa yang biasa sebelum misi paling berbahaya dalam hidup aku dimulai."

"Ibu, Bapak, maafin aku kalau nanti aku harus lakuin hal-hal yang buruk. Ini semua demi kebaikan yang lebih besar." Najwa berbisik sambil menatap foto ibunya yang ada di meja.

"Sinta, semoga kamu kuat nunggu aku kembali. Dan semoga waktu aku kembali, aku masih jadi Najwa yang kamu kenal."

Kirana sudah tertidur di sebelahnya, tapi Najwa masih terjaga menatap langit-langit kamar. Besok dia harus berpura-pura normal di sekolah, seakan tidak ada yang terjadi. Tiga hari untuk mempersiapkan mental sebelum masuk ke dunia yang mungkin akan mengubah dirinya selamanya.

"Semoga Tuhan kasih aku kekuatan." Najwa menutup mata sambil berdoa, berharap masih ada kesempatan untuk kembali ke kehidupan normalnya suatu hari nanti.

1
kalea rizuky
Sinta ne sok tau
kalea rizuky
Sinta ne g tau ya di posisi nazwa
kalea rizuky
nah gt donk bales pake otak jangan teriak teriak
kalea rizuky
pantes like dikit MC terlalu goblok. Thor lain kali. bkin cerita yg valid donk
kalea rizuky
tolol mending gk usah sekolah
kalea rizuky
bisanya nangis mending g usa sekolah pergi dr situ jual rmh trs krja
kalea rizuky
ne cwek oon mending penjarain bapak lu yg durhala
kalea rizuky
bodoh mending pergi lahh atau racun aja bapak loe biar mampus
parti camb
saran aja kata gue diganti dgn kata "saya/aku
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
saran aja nih untuk author, harus nya klo sma polisi, atau sma orng lain yg gk d knal or orng yg lbih tua bilang nya saya, jngn gue. klo gue itu untuk k sesama teman... ttp smangat ya💪💪
Rarara: iya kak,lupa ganti itu
total 1 replies
😘Rahma_wjy😉 IG @rwati964021
devinisi bpk nyusahin anak... bkn nya anak d nafkahin mlh ank d sruh krja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!