NovelToon NovelToon
CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:755
Nilai: 5
Nama Author: Rii Rya

dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 12. SALAH TINGKAH

Langit sore itu berwarna jingga, seolah turut menggambarkan suasana hati yang mulai berubah. Elena duduk di taman belakang, mengenakan hoodie abu-abu dan celana panjang longgar. Ia mengangguk-angguk kecil mengikuti irama lagu dari earphone-nya, tampak nyaman dalam kesendirian.

Namun kesendiriannya tak berlangsung lama.

"Sudah kubilang, duduk di luar menjelang malam bisa masuk angin," suara berat Alejandro menyapa dari belakang.

Elena mendongak pelan dan melepaskan satu sisi earphone-nya. "Aku hanya ingin menikmati udara sore. Bukan berarti aku rapuh seperti bunga mawar."

Alejandro menatapnya dengan satu alis terangkat. "Bunga mawar bisa bertahan di cuaca apa pun. Tapi Elena Wigantara? Masih meragukan."

Elena melotot kecil. "Kau menyebalkan."

Alejandro tersenyum tipis, lalu duduk di bangku yang sama, menjaga jarak seakan-akan bangku itu ladang ranjau. Namun matanya tak bisa menahan diri untuk melirik gadis di sampingnya.

"Aku menyebalkan, tapi kau tak menyuruhku pergi."

Elena berpura-pura tidak peduli, padahal jantungnya berdetak tak karuan. Ia memalingkan wajah, menutupi pipi yang memanas. "Kau bodyguard-ku. Wajar kau di sini."

Alejandro terkekeh pelan. "Ah, tentu. Hanya bodyguard. Tapi tak semua bodyguard diberi teh hangat setiap malam."

"Itu karena aku kasihan padamu," jawab Elena cepat, terlalu cepat. Ia menyesali kata-katanya bahkan sebelum kalimat itu selesai.

Alejandro menggoda, "Berarti jika aku tak menyedihkan, kau tak akan peduli?"

"Aku...bukan begitu maksudku!"

"Wajahmu sudah cukup menjelaskan." Pria itu bersandar, menikmati kemenangan kecilnya.

Hari-hari setelahnya menjadi ladang interaksi manis yang tak disengaja. Elena yang menyodorkan selimut saat Alejandro pura-pura tertidur di sofa. Alejandro yang tiba-tiba muncul di dapur hanya untuk berkata, “Kau tak bisa buka toples itu, kan?”

Dan saat tangan mereka bersentuhan karena memperebutkan remote TV, keduanya saling menatap sejenak sebelum buru-buru menepis tangan masing-masing dan pura-pura batuk.

"Sepertinya ruangan ini terlalu panas," gumam Elena sambil menyalakan kipas.

"Atau mungkin jantungmu yang terlalu sensitif," bisik Alejandro pelan, nyaris membuat Elena tersedak.

Namun di balik semua candaan dan kejahilan kecil, ada sesuatu yang tumbuh perlahan.

Sesuatu yang belum berani mereka beri nama. Alejandro tahu dirinya sedang berdiri di batas antara tugas dan perasaan. Sementara Elena, masih menyimpan harapan yang belum sempat ia pahami sepenuhnya.

Di suatu malam, saat keduanya duduk diam di balkon, Elena berkata lirih, “Kau akan pergi suatu hari nanti, kan?”

Alejandro menatapnya lama, lalu tersenyum samar. "Mungkin. Tapi bukan malam ini."

Dan bagi Elena, itu sudah cukup untuk membuat hatinya tenang. Untuk malam itu, setidaknya.

Pagi itu, Elena bangun dengan rambut acak-acakan dan wajah sedikit bengkak karena tertidur di sofa ruang tamu. Ia menguap panjang, lalu mengernyit saat menemukan secangkir cokelat hangat di meja, lengkap dengan sticky note yang ditulis tangan.

“Untuk nona pemalas yang tertidur tanpa selimut. Jangan lupa sarapan. -A”

Elena mencibir sambil tersenyum. “Sok perhatian.”

Namun detik berikutnya ia mengendus cup cokelat itu dan tak bisa menahan senyum malu. "Kenapa wanginya manis banget, sih… kayak yang bikin, hehehe."

Sementara itu, Alejandro di dapur pura-pura sibuk mencuci gelas, tapi ekor matanya terus mengawasi gadis itu. Ketika Elena datang mendekat sambil membawa cangkir cokelatnya, Alejandro bersikap seolah tak peduli.

“Pantas kamu jadi bodyguard, ya. Jago juga bikin minuman pengantar tidur.”

Alejandro menoleh setengah, menyipitkan mata. “Itu bukan keahlian bodyguard. Itu keahlian calon...” ia berhenti, menyeringai, “chef pribadi.”

Elena mendengus. “Ngomong-ngomong, kau lupa menambahkan marshmallow.”

“Kalau begitu besok kubuatkan yang lebih lengkap.” Alejandro menyeringai. “Tapi hanya kalau kau bilang, ‘Terima kasih, Oppa Alejandro’.”

Elena langsung batuk palsu. “Mimpi siang bolong!”

“Aku tunggu,” goda Alejandro sambil menyandarkan tubuh ke meja, kedua tangannya disilangkan, wajahnya mendekat sedikit.

Elena menatapnya lama, lalu memalingkan muka. “Dasar gombal, Oppa-oppaan...”

"Pria sedingin es kutub utara seperti mu juga menyukai Drakor? Aku tidak Habis pikir."

Alejandro tertawa kecil, lalu membereskan peralatan dapur. Tapi saat ia berbalik, Elena masih berdiri di tempat yang sama. Suasana mendadak berubah sedikit kikuk.

“Eh, Alejandro…” kata Elena canggung. “Kalau aku bukan orang yang harus kau lindungi... apakah kau masih akan tetap dekat denganku?”

Alejandro menatapnya, lalu berjalan mendekat. Ia berdiri di hadapan Elena, cukup dekat hingga aroma sabun dari bajunya tercium.

"Sudah kukatakan, jangan memanggilku seperti itu, elena. Aku jauh lebih tua darimu."

Dan...

“Kalau kau bukan orang yang harus kulindungi… aku mungkin akan lebih berani.”

“Berani apa?”

Alejandro tersenyum tipis. “Berani mengakui bahwa setiap pagi rasanya kurang jika tak melihatmu dan mendengar suara gadis cerewet."

Elena terdiam. Matanya membelalak. Pipi memerah.

Lalu, dengan sangat pelan, ia berkata, “Kalau begitu… jangan pernah berhenti melindungiku, ya?”

Alejandro membalas dengan satu anggukan. “Kalau itu yang kau mau, aku akan jadi bodyguard seumur hidup.”

Dan ketika Elena membalas dengan senyum kecil penuh makna, Alejandro tahu... meski masih dibatasi status, hatinya sudah tak bisa mundur.

Sudah dua jam berlalu sejak Alejandro mengintip ke taman belakang. Sejak tadi, Elena duduk di bangku panjang, dikelilingi kuas, cat air, dan buku tebal yang tampak kuno. Tanpa suara. Tanpa melirik ke arah rumah. Bahkan tanpa memperhatikan Alejandro yang berdiri tak jauh di bawah bayangan pohon palem.

“Dia benar-benar… terlalu fokus,” gumam Alejandro sambil menyilangkan tangan di dada. “Sampai lupa kalau dia dijaga bodyguard paling tampan seantero negara ini.”

Setelah selesai melukis, gadis itu melanjutkan aktivitasnya membaca buku.

Ketika akhirnya Elena tertawa pelan karena membaca bagian lucu dari novel kesukaannya, Alejandro mendengus kecil, lalu dengan sok tidak peduli berjalan mendekat.

“Sudah dua jam kamu duduk di sini,” katanya, berpura-pura mengecek jam tangannya. “Kau tidak merasa dunia luar ini berbahaya?”

Elena menoleh sekilas. “Dunia yang paling berbahaya justru di dalam buku ini. Aku sedang menghadapi percintaan rumit antara putri kerajaan dan musuh bebuyutannya.”

Alejandro mendesah. “Dan aku ini apa? Figuran?”

Elena terkekeh. “Kau... hmmm... semacam pengawal si putri, tapi terlalu cerewet.”

“Cerewet? Aku ini penuh perhatian,” balas Alejandro dengan wajah tak terima. Ia memandangi lukisan yang tengah digarap gadis itu. “Dan lukisan ini? Kau bahkan tidak melukis wajahku?”

Elena mengangkat alis. “Kenapa aku harus melukis wajahmu?”

“Karena wajahku menarik,” jawab Alejandro cepat. “Bisa jadi koleksi lukisan abadi. Kau tahu, seperti lukisan klasik... atau setidaknya karakter manhwa.” ucap nya dengan percaya diri setinggi langit.

Elena tertawa geli hingga kuasnya meneteskan cat. “Aduh... Alejandro! Lihat, karena kamu aku jadi salah gores!”

"CK, sudah kukatakan jangan memanggilku seperti itu elena, kau dengar, usiaku sudah 27 tahun dan kau...baru 22 tahun, seperti anak ayam yang baru saja menetas." Omelnya panjang lebar.

"Aku akan tetap memanggil mu seperti yang ku mau." ujar elena tak mau kalah.

"Lihatlah lukisan ku, jadi salah gores karena kau kan!"

“itu Karena kau terlalu larut, tidak sadar kalau ada yang sedang ingin diperhatikan juga.” Alejandro bersandar di tiang kayu dekat bangku, menatap Elena lama. “Setidaknya beri aku satu halaman di bukumu. Atau satu goresan kuasmu.”

Elena berpura-pura berpikir dan terlintas ide jahilnya. “Baiklah. Tapi sebagai balasannya, kau harus jadi model lukisanku. Berdiri diam satu jam penuh.”

Alejandro langsung bangkit dengan semangat. “Deal! Aku akan jadi model paling tampan yang pernah kau lukis!”

Elena tersenyum penuh arti, lalu perlahan berkata, “Tapi... harus pakai baju kerajaan zaman dulu, lengkap dengan jubah dan mahkota kecil.”

Alejandro membeku. “Tunggu. Apa?”

“Kau mau, ‘kan?” goda Elena sambil mengedipkan mata jahil.

Dan Alejandro yang sudah kepalang jatuh, hanya bisa menghela napas, lalu tertawa pelan. “Baiklah. Tapi setelah ini, aku yang punya giliran minta lukisan... dan kamu harus jadi putri dengan senyum paling manis.”

Mereka saling menatap.

Canggung. Manis. Dan terlalu dekat untuk disebut sekadar pengawal dan tuan putrinya.

1
Mamimi Samejima
Terinspirasi
Rock
Gak nyangka bisa sebagus ini.
Rya_rii: terima kasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!