NovelToon NovelToon
My Sugar Baby

My Sugar Baby

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Tante
Popularitas:247
Nilai: 5
Nama Author: Angie de Suaza

"Angelica, seorang wanita tegar berusia 40 tahun, berani dalam menghadapi kesulitan. Namun, ketika dia secara bertahap kehilangan motivasinya untuk berjuang, pertemuan tak terduga dengan seorang pria tampan mengubah nasibnya sepenuhnya.
Axel yang berusia 25 tahun masih muda tetapi sombong dan berkuasa, cintanya yang penuh gairah dan kebaikannya menghidupkan kembali Angelica.
Bisakah dia menyembuhkan bekas lukanya dan percaya pada cinta lagi?
Kisah dua sejoli yang bersemangat dan berjuang ini akan membuktikan bahwa usia tidak pernah menjadi penghalang dalam mengejar kebahagiaan."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Angie de Suaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 19

"Don Marisolio, tolong jaga sikap. Jangan kasar dan sok akrab!" seru Lety sambil mencakar lewat kata-kata. Saat Marisolio hendak membalas, Angélica masuk ke ruangan, ditemani Olga, Arminda, dan Nancy. Mereka membawa termos besar berisi kopi hangat dan kotak-kotak makanan berisi tapas lezat.

"Selamat malam. Kami datang bawa kopi segar dan beberapa tapas enak dari teman-temanku di restoran," ujar Angélica, disambut tepuk tangan dan sorak senang dari semua orang.

"Aduh, mataku yang cantik! Kamu memang luar biasa! Kami butuh banget ini!" seru Marisolio riang. Axel yang sempat merasa mendengar suara Angélica langsung keluar dari ruangannya. Begitu melihat bahwa itu memang Angélica, dia berjalan menghampiri seperti tersihir dan langsung menerima secangkir kopi darinya.

"Terima kasih, enak sekali," ucap Axel sambil mencicipi kopi hangat itu.

"Tuan Darko\, cobalah tapasnya. Ini dari restoran *Las Pollitas* di Pasar San Antón. Aku kerja di sana tiap akhir pekan\," jelas Angélica dengan hormat. Ia ingin menunjukkan rasa terima kasih atas semua bantuan Axel selama ini.

Angélica tahu tim sedang lembur sejak pagi dan belum sempat makan. Maka ia menelepon Sandra dan memesan makanan ke emporium—satu set tapas lezat dan dua termos besar kopi. Uang bonusnya hampir habis karenanya, tapi ia tak peduli. Akhir bulan tinggal sebentar lagi, dan ia akan menerima gaji penuh.

Begitu semua selesai makan, semangat pun kembali. Energi mereka pulih—semua berkat Angélica, satu-satunya yang ingat kebutuhan mereka.

"Satu tepuk tangan untuk Angélica, penyelamat kami dari kelaparan akibat bos tirani kita!" seru Marisolio.

Semua tertawa dan memberi tepuk tangan meriah, membuat Angélica tersipu.

"Aku senang bisa bantu. Aku tahu rasanya bekerja keras sambil menahan lapar," jawab Angélica tulus.

Mendekati pukul sepuluh malam, rekan-rekannya pamit pulang, sementara Angélica membereskan termos dan kotak makanan untuk dibawa ke restoran keesokan hari.

Saat ia hendak pergi, Axel akhirnya tak bisa menahan diri dan mendekat.

"Terima kasih, Angélica. Mereka memang butuh itu. Aku terlalu stres sampai lupa waktu dan tak sadar mereka belum makan. Untung kamu peka," ucap Axel jujur. Dalam hati, ia merasa mereka adalah tim yang sangat cocok.

"Aku sudah mengatur transportasi, Tuan Darko. Suami dari pemilik rumah kos tempatku tinggal bekerja sebagai sopir. Sejak kemarin aku sudah minta tolong dia antar-jemput," terang Angélica.

Axel mengangguk pelan. Sekarang dia tahu siapa pria yang ia lihat bersama Angélica malam itu.

Angélica pun berpamitan\, melangkah keluar dari ruang kerja. Axel berdiri diam di depan pintu\, memandangi punggung sang *musa* yang menjauh\, dan ia tak bisa berbuat apa-apa.

Marisolio yang memperhatikan perubahan raut Axel langsung tahu penyebabnya.

"Axelito, kamu baik-baik saja?" tanya Marisolio hati-hati.

"Tidak, Marisolio. Semuanya tidak baik." Axel akhirnya jujur. "Andai saja ini bukan mimpi masa kecilku, sudah lama aku tinggalkan semua ini. Tapi aku belum bisa. Aku belum punya nama besar untuk bisa berdiri sendiri. Dan waktu—itu yang paling tidak aku miliki."

Dalam permainan kekuasaan ini, Axel masih bergantung pada kedua orang tuanya. Ia belum cukup kuat membangun merek sendiri. Mereka tahu bahwa suatu hari, Axel akan membangun kerajaannya sendiri. Karena itulah, mereka berusaha mengontrol segalanya sejak awal—termasuk hidupnya.

"Kenapa kamu tidak ajak si mata indah ke Milan saja? Dia satu-satunya yang bisa menenangkan badai dalam pikiranmu," saran Marisolio.

Axel sempat terdiam, tergoda. Tapi kemudian ia menggeleng.

"Tidak bisa, Marisolio. KTP-nya masih diblokir. Lagi pula, aku harus belajar menjauh dari Angélica. Aku tak mau memperumit hidupnya. Kalau kami sampai bersama, aku harus menyembunyikannya dari dunia. Tak boleh ada yang tahu siapa musaku. Pers tidak akan mengampuni kami. Karierku bisa hancur, dan dia ikut terseret."

Perbincangan mereka berhenti sampai di situ. Mereka lanjut bekerja hingga menjelang tengah malam.

---

Keesokan harinya, rombongan terbang ke Milan. Penerbangan hanya satu setengah jam, dan mereka langsung check-in di Hotel Four Seasons yang mewah. Rombongan itu terdiri dari tiga puluh orang—penata rias, penjahit, fotografer, staf administratif—yang mengurus segala keperluan di balik panggung. Tapi dua nama terpenting adalah Axel Darko dan Marisolio San.

Sesampainya di Milan, Axel tampak tegang. Marisolio yang peka langsung menghubungi Óscar.

📱 *Pangeran tampanku\, kita harus bantu Axelito.*

📱 *Apa yang terjadi dengannya?*

Meskipun sibuk sebagai pengacara dengan firma sendiri, Óscar selalu menyempatkan waktu untuk Marisolio atau sepupunya, Axel. Saat Marisolio mengirim pesan, ia langsung menanggapinya.

📱 *Sayangku\, ada satu staf yang tidak bisa ikut ke Milan karena KTP-nya diblokir. Itu bikin Axelito stres. Aku butuh bantuanmu buat urus ini.*

📱 *Oh\, cuma itu. Kukira apa. Kirimkan datanya—satu jam lagi KTP-nya pasti aktif.*

📱 *Makanya aku cinta kamu! Pas aku balik ke Madrid\, kamu bakal dapat hadiah spesial dari aku!*

📱 *Dadah\, dasar gila.*

Marisolio pun bernapas lega. Sekarang tinggal meyakinkan Axel untuk mengajak Angélica ke Milan.

Hari Jumat nanti adalah hari pembukaan resmi pekan mode. Mereka tiba dua hari lebih awal untuk menyiapkan panggung dan dekorasi. Axel ingin panggung menyesuaikan dengan tiap desain—setiap gaun mencerminkan waktu tertentu dalam sehari, dan ia ingin pencahayaan ikut bercerita. Sayangnya, para teknisi seperti tidak mengerti maksudnya—padahal mereka berbicara dalam bahasa Italia, bahasa ibu Maria, ibunya Axel.

Frustrasi karena tidak ada yang mengerti visinya, Axel keluar dari lokasi bersama Marisolio. Mereka berdiri di lorong Teater alla Scala—lokasi utama peragaan busana.

"Aku nggak tahan lagi, Marisolio. Aku... aku butuh Angélica di sisiku," lirih Axel akhirnya.

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!