Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka diantara Rahasia dan Pengkhianatan
Hujan telah berhenti, namun langit masih kelabu saat Jia menunggu Sanna, di belakang gedung parkiran guru. Tempatnya cukup sepi, jauh dari pandangan mata siswa dan guru lain.
Dia berdiri dengan tas selempangnya tergantung lemas di bahu. Suasana sekolah sudah mulai lengang, hanya beberapa suara motor dan tawa kecil siswa terdengar dari kejauhan.
Suara tersebut akhirnya tergantikan dengan suara langkah kaki seseorang, yang menghampiri Jia. Dia tahu bahwa suara langkah tersebut milik Sanna. Langkahnya pelan, ragu, dan tatapannya tidak berani bertemu dengan mata Jia.
“Apa yang ingin kamu ketahui? Sebesar apapun penjelasanku, kamu pasti tidak akan percaya padaku kan?” tegur Sanna dengan suara yang gemetar.
“Benar kamu yang menyebarkan rumor bahwa aku wanita penggoda?” ucap Jia tanpa rasa gentar sedikit pun.
“Aku tidak bermaksud menyakitimu, justru aku ingin menyelamatkanmu dari orang-orang jahat. Mereka semua hanya mempermainkanmu Jia!”
Jia terdiam. Tangannya yang semula terbuka, kini terkepal. “Huh, sekarang semuanya sudah jelas, bahwa kamu yang menyebarkan rumor tidak berdasar ini.”
Kemudian Jia berbalik membelakangi Sanna, bersiap untuk beranjak pergi. Entah mengapa, Jia merasa muak, hanya dengan melihatnya. Hati Jia terasa sakit dan pikirannya semakin kalut.
“TIDAK JIA, BUKAN SEPERTI INI. ADA YANG LEBIH JAHAT DARIPADA AKU!!” Ucap Sanna berteriak sembari menarik ransel Jia.
Jia berusaha berbalik, ingin melepas tarikan Sanna yang kuat. Namun tarikan mendadak itu membuat keseimbangan keduanya goyah. Langkah mereka meleset dari permukaan datar ke lantai parkiran yang licin akibat genangan air.
Brak!
Tubuh Jia terpental ke arah tiang penyangga besi. Kepalanya terbentur keras, menyebabkan luka di bagian pelipis kirinya.
Darah segar mulai mengalir di wajah mungilnya. Kemudian Jia merasakan sakit kepala yang luar biasa sehingga dia tidak mampu berdiri.
“J–Jia, a–aku … aku tidak s–sengaja…”
Namun sebelum sempat menolong, suara langkah cepat dan tegas terdengar dari arah lorong. sayup-sayup terdengar suara Kay dari jauh,
“Hei! Apa yang kalian lakukan? Astaga, Kepalamu berdarah Jia!!” Ucap Kay terkejut.
Mendengar suara panik Kay, Sanna terkejut. Dia lalu berjalan mundur, dan segera berlari meninggalkan Jia.
“Ada yang lebih jahat daripada dia? Apa maksudmu Sanna?” gumam Jia dalam hati.
“Jiaa, apa Sanna yang melakukan ini padamu? Ayo aku bantu berdiri, aku akan memapahmu.” Ucap Kay panik seraya menelpon seseorang untuk membantunya.
“Bukan, aku hanya terjatuh, panggilkan saja aku taksi, aku ingin segera pulang.”
“Tidak, kita harus ke rumah sakit, kepalamu terluka, harus segera diobati!” Ucap Kay panik seraya menahan darah yang keluar dengan tisu.
Kay merogoh ponselnya dan menekan nomor yang sangat familiar. Dia menelpon Liel dan memberitahukan bahwa Jia sedang terluka parah.
___
Sementara itu, telepon Liel berdering, saat dia baru saja meletakkan buku catatannya, di samping meja sudut kamarnya.
“Jia kenapa?” suaranya langsung tegang.
Begitu mendengar jawaban Kay, jantungnya nyaris berhenti. Dia tidak berpikir panjang, sehingga dalam hitungan detik, Liel sudah di balik kemudi mobil hitamnya, menyusuri jalanan sore yang mulai padat.
“Tunggu aku, Jia. Bertahanlah!!” kata Liel yang terlihat panik, namun berusaha untuk tetap tenang.
Kemudian Liel menginjak pedal gas lebih dalam, melaju menuju sekolah, mengabaikan klakson dan tatapan pengendara lain.
——
Sakit kepala dan rasa mual mendera Jia. Perlahan-lahan Jia menutup mata, entah mengapa dirinya merasa mengantuk.
“Hei, Jia. Jangan pingsan! Sadarlah kumohon.” sergah Kay penuh harap.
“Tidak usah panik Kay, aku hanya ingin tidur sebentar.”
“Jangan begini, kamu harus tetap sadar Jia!!!”
Tidak berselang lama, sayup-sayup terdengar suara Liel yang datang menghampiri Jia. Suara mereka lambat laun tidak terdengar lagi. Sekarang, Jia benar-benar tertidur.
,, suka deh puny sahabat macam Nata