“Arghhhhkkkk mayaaaat!!!’’
Tumini yang sedang mencari rumput untuk makanan ternaknya, tiba-tiba saja mencium aroma busuk dari sekitarannya. Dia yang penasaran meski takut juga memberanikan diri masuk ke kebun lebih dalam.
Saat asik mencari sumber bau busuk, Tumini di buat shock berat karena melihat mayat yang menggantung di pohon cengkeh.
Bagian dada kiri terdapat luka bolong lumayan besar, bagian kaki terus mengucurkan darah, mayatnya juga sudah tidak di kenali.
Apa yang terjadi di kampung Kabut Surem? akankah kematian misterius bisa terpecahkan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimas mengamuk
Erna lemas bukan main mendengarnya. Parjo yang tadi pagi sehat tanpa ada keluhan apapun, tiba-tiba saja sja sekarang ada yang datang memberitahu bahwa sang suami meninggal. Siapapun pasti akan shock mendengarnya. Antara percaya dan tidak Erna berlari masuk ke kamar mengambil ponselnya, lalu menelpon ustadz pesantren. Dia meminta tolong agar anaknya diantarkan pulang.
Setelah menelpon, Erna mengambil hijabnya lalu menutup pintu. Dengan wajah pucat dan sembabnya, Erna dibonceng pak RT ke lokasi kejadian. Sepanjang perjalanan Erna berharap jika para warga hanya salah lihat. Dirinya berharap bukan suaminya korban tersebut.
Tiba di sana, Erna dengan lemas berjalan menuju kebun Cengkeh. Pak RT siaga di belakangnya, takutnya nanti wanita ini akan histeris atau pingsan. Karena bentuk mayat sangat mengerikan. Meninggal biasa saja pasti keluarga sedih tak terkira, apalagi Parjo yang mayatnya menggantung terbaik, mata melotot, mulut mengeluarkan darah, dada bagian kiri bolong dan bagian perut juga robek dalam.
“Apakah ibu siap melihat keadaan korban’’ tanya salah satu petugas.
“InsyaAllah Pak’’ jawab Erna lemas. Wanita ini sudah tak karuan rasanya.
Polisi dan wartawan sudah ada dan garis kuning juga sudah terpasang. Salah satu aparat mempersilahkan Erna masuk ke garis kuning tersebut untuk melihat lebih jelas mayat apakah benar itu adalah Parjo. Lampu senter jumbo menyorot mayat yang menggantung itu.
“Ya Allah Mas!. Mas,, Allahu Akbar!!’’teriak Erna terduduk lemas.
Wanita ini histeris melihat keadaan suaminya. Jika mayat utuh dan meninggal biasa saja mungkin Erna tidak akan menggila begini menjerit, walau ada sedih juga tapi masih bisa tahan. Ini kondisi mayat saja begitu apa tak shock berat jadinya Erna ini.
“Yang sabar Yo Er. Menangis boleh, tapi jangan meratap. Kasian mas mu nanti jalannya tidak lancar.’’ Rani mengusap bahu Erna.
“Ini minum dulu’’ Rani menyodorkan botol berisi teh hangat. Dirinya masih sempat tadi membuat teh agar Erna bisa lebih tenang. Karena Dia pernah di posisi ini.
Mendengar kabar meninggalnya Parto sama persis dengan Kardi suaminya, Rani dini hari memaksakan anaknya minta di antar ke lokasi kejadian. Tentu sebagai keluarga korban yang sama sebelumnya Rani ikut sedih juga. Rasa trauma atas meninggalnya sang suami saja belum hilang, kini kembali ada korban tentu gempar warga desa sini.
Agus, Santo dan pria lainnya berhasil menurunkan mayat Parjo. Kini mayat sudah dimasukkan di dalam kantong jenazah untuk di bawa ke kota guna proses autopsi. Erna juga sangat setuju. Dirinya tentu tidak terima dengan kematian sang suami yang di bunuh secara brutal begini. Beberapa warga berpikir pastilah ada psikopat di kampung sini sehingga dengan sadis membunuh dengan cara luar biasa sekali. Sebagian warga beranggapan jika ada yang menuntut ilmu, makanya pelaku melakukan hal ini.
“Tolong di usut tuntas Pak, Saya Ndak terima suami saya meninggal tragis begitu. Hukum pelaku seberat mungkin. Huhuuuu’’ Ucap Erna menangis pilu. rasa sesak di dada tidak bisa lagi di gambarkan.
“InsyaAllah Buk. Kami akan bekerja lebih keras lagi!’’ balas tegas polisi tersebut.
Setelah mobil ambulance yang membawa mayat pergi, para warga juga meninggalkan lokasi. Erna di ungsikan sementara di rumah Rani, karena wanita ini sendirian dirumah. Anak yang mondok besok baru akan tiba. Kasian juga apabila saat berduka malah sendirian.
.
...💀💀💀💀...
.
Di rumah nya Darma menerima telpon dari Yuda bahwa salah satu warga desa Kabut Surem meninggal dunia. Darma tentu sja terkejut, karna selama pulang sudah ada korban yang meninggal tragis begini.
“Nggak tidur kamu mas?'’ tanya Ningrum.
Wanita itu terbangun saat haus, melihat suami yang juga ada di dapur.
“Tadi Nerima telfon dari Yuda, Parjo meninggal dunia’’ jawab Darma. Kantuknya jadi hilang, mau tidur juga sudah nanggung sebentar lagi sholat subuh.
“Ha? Innalilahi wa'inna ilaihi Raji'uun. Suami Erna tu kan ya?’’ Ningrum terkejut juga mendengarnya.
“Iya. Mau melayat juga mayatnya sudah di bawa ke kota’’ Darma menyeduh teh.
“Besok kan masih bisa. Ya udah, aku ke kamar dulu, masih ngantuk’’ Ningrum langsung menuju ke kamar, tapi malah melihat Dimas diruang keluarga.
“Tumben bangun subuh begini nak?’’ Ningrum heran karena Dimas sangat jarang kebangun jam segini. Sholat subuh saja sangat susah untuk di bangunkan.
“Tadi haus makanya turun sebentar.’’ ucap Dimas kaku. Di tangannya ada pisau kecil.
“Ouh ya sudah. Mama ke kamar dulu.’’ Ningrum langsung masuk kamar meninggalkan Dimas yang menyeringai.
Dimas langsung berjalan kembali kekamar. Ketika masuk Dimas langsung tersadar. Dirinya merasakan memegang sesuatu dit angan. saat melihat tangannya yang memegang sesuatu, reflek langsung melemparkan ke luar kamar.
“Da-dari mana datangnya pisau itu? Kenapa tiba-tiba saja ada di tangan, kan aku sedang tidur’’ Dimas heran dan takut juga.
Semenjak tinggal dirumah Eyang nya ini semua kejadian aneh pernah dilihat dan dirasakan nya.
“Arghhhhkkkk!! Kepala ku’’ Dimas mengerang. Tiba-tiba saja kepalanya sakit.
“Kak, aku masuk!’’ Ambar langsung masuk. Dia yang terbangun karena sebentar lagi sholat subuh mendengar sepupunya mengerang.
“Ya Allah kakak kenapa ini?’’ Della yang menyusul juga khawatir melihat kakaknya kesakitan begitu.
“Nggak tau, tiba-tiba saja kepala ku sakit banget ini’’ Dimas meremas kuat rambutnya.
.
Bugh!!!!
“Kakak!’’
“Kak Dimas!!’’ pekik Della dan Ambar bersamaan.
“Pa, mama!!!!! Kak Dimas!’’ Denis berlari keluar kamar memanggil kedua orang tua.
Mendengar anak yang berteriak, kedua suami istri itu buru-buru keluar kamar dan mendapati wajah Denis cemas sekali. Keduanya naik lantai dua, lalu langsung masuk kamar. Ningrum dan Darma bukan main kagetnya, melihat kedua wanita segan memegang erat Dimas. Pria itu berontak, tentu saja tenaga kedua gadis ini kalah kuat dengan Dimas yang laki-laki.
“Ini kenapa? Ya Allah!’’ Ningrum mendekati mereka.
"Pegangin dulu kak Dimas pa!’’ Bentak Della yang lama-lama kesal juga melihat papa nya yang malah bengong.
“Eh iya.’’ Darma langsung memegangi Dimas yang seperti mengamuk. Dia masih heran melihat anaknya seperti ini.
“Ini kenapa sebenarnya?’’ tanya Ningrum.
“Kakak mengatakan kepala nya sakit sekitar, awalnya hanya meremas rambut, tapi tiba-tiba saja membenturkan kepala ke tembok’’ jawab Ambar.
“Ya Allah nak. Ini kenapa ya?’’ tentu sebagai orang tua dirinya sangat khawatir.
“Ini langsung di bawa kerumah sakit saja karena disini alat belum memadai’’ Ujar Darma yang memang benar.
“Ya sudah. Aku ke kamar dulu mau siap-siap. Della kamu tolong masukin pakaian kakak kamu, nggak mungkin pulang ini, karena jarak desa ke kota lumayan jauh.’’ setelah mengatakan itu Ningrum langsung ke kamarnya di bawah.
.
.
Jangan lupa like nya guys🙏