Jangan main HP malam hari!!!
Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.
Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?
Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.
*
Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
follow dulu Ig : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Keanehan lainnya
Varania menarik gagang pintu, lalu saat pintu terbuka lebar ia menyenter ke dalam. Gelap dan kosong. Pada dinding dalam kamar persegi itu ada pintu lagi.
Sudah tiga pintu yang dibuka, kenapa masih belum ada satupun makam yang ditemukan?
Keanehan itu membuat Varania cepat-cepat menutup pintu dan kembali ke lorong.
"Bagaimana? Kamu menemukan makam Samuel?" Tanya Varania menghampiri Dina yang berdiri termenung dekat salah satu pintu.
Dina menggeleng lesu, "dibalik pintu masih ruang kosong lalu ada pintu ke bawah tanah dan masih kosong."
Sama persis dengan yang ditemukan Varania. Ini terlalu aneh. Dimana sebenarnya mayat-mayat itu disimpan atau pintu mana yang menjadi jalan ke sebuah makam?
"Kita periksa pintu lainnya, siapa tahu yang sebelumnya memang belum digunakan." Kata Varania memberi saran, ia tidak tahan melihat wajah sedih Dina.
"Ya, mungkin memang ada di kamar lain."
Keduanya memilih pintu selanjutnya yang ada di lorong.
Varania membuka pintu dan mengintip sedikit, ia masih belum siap jika menemukan makam di balik pintu hitam itu.
Kosong.
Sama seperti ruangan yang tadi, masih kosong dan ada pintu lagi di salah satu dindingnya. Varania hendak membuka pintu itu, saat telinganya sayup-sayup mendengar suara langkah kaki.
Tap
Tap
Tap
Varania menutup pintu tidak terlalu rapat agar bisa mengintip keluar.
Cukup lama menunggu tetapi pemilik langkah kaki itu masih belum terlihat.
"Hei, kamu menemukan makam seseorang?" Tanya Dina dari luar pintu.
"Hah!" Varania terlonjak kaget dan refleks membuka lebar pintu, ia menggeleng, "kosong."
"Sudahlah, sepertinya memang kita tidak bisa menemukannya tanpa bertanya pada om Birsha." Kata Dina. Masih banyak pintu yang belum dibuka, Dina tidak waktu untuk memeriksa satu persatu.
Varania mengangguk setuju.
"Tadi, saat membuka pintu apa kamu mendengar sesuatu?" Tanya Varania, ia masih penasaran siapa berjalan dan kenapa tiba-tiba suaranya hilang.
Dina berpikir sebentar lalu menjawab, "nggak ada."
"Hmm." Varania mengangguk dalam kebingungannya, berarti hanya ia yang mendengar suara langkah kaki itu.
Keduanya keluar dari rumah panjang sebelum ada yang melihat.
---
Hujan turun deras mengguyur bumi, kabut yang menyelimuti masih enggan pergi. Varania membawa segelas coklat hangat ke teras depan, duduk termangu sendirian.
Tadi setelah pulang dari rumah panjang, Varania melihat kembali bayangan itu. Bayangan perempuan berambut panjang itu ada di di bawah jembatan, hanya saja Varania benar-benar bingung. Bayangan itu ada, tapi hanya bayangan, wujud nyatanya tidak pernah terlihat.
"Sebenarnya kenapa bayangan itu selalu ada disaat dan di tempat yang tidak terduga?" Gumam Varania meminum sedikit coklatnya, matanya menatap lurus ke tanah yang dipenuhi genangan air.
"Sore vara," sapa Boyd yang kebetulan baru pulang, dia menyapa dari teras rumahnya sambil membuka mantel.
"Sore paman," balas Varania tersenyum ceria.
"Mana ibumu?" Tanya Boyd.
"Belum pulang, paman."
Boyd mengangguk mengerti lantas masuk ke dalam rumahnya.
"Oh iya, kenapa ibu belum pulang ya?" Varania baru ingat, sejak pergi tadi pagi tadi dan berpisah setelah keluar dari kolam penyucian, Varania belum melihat ibunya lagi.
Varania membawa gelas coklat ke kamar, mengambil ponsel diatas tempat tidur dan menelpon ibunya.
"Duh...kenapa nggak diangkat?" Gumam Varania cemas.
Sampai tiga kali ditelpon dan tidak satupun diangkat.
Varania pergi ke kamar ibunya untuk mengambil kunci motor. sebentar lagi malam, Varania harus mencari ibunya.
Varania membuka pintu kamar Matilda, alisnya bertaut bingung saat melihat bayangan itu lagi.
Bayangan itu diam di sudut kamar Matilda.
Dengan rasa penasaran yang memuncak, Varania berjalan ke sudut kamar. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bayangan itu.
"Apa yang kamu lakukan disini?"
Kepala Varania langsung tertoleh ke pintu, Matilda berdiri disana sambil menatapnya aneh.
"Ibu," Varania yang kesenangan melihat ibunya, melupakan bayangan itu begitu saja. Ia memeluk ibunya erat.
"Hei, kenapa?" Tanya Matilda yang semakin heran dengan tingkah Varania.
"Ibu dari mana saja?" Tanya Varania, melepaskan pelukan mereka lantas berdiri disamping Matilda.
"Vara, kenapa bengong di pintu kamar ibu?"
Tunggu! Siapa yang baru saja bertanya? Bukankah ibunya ada disampingnya? Varania menoleh ke belakang, Matilda ada disana.
Bulu kuduk Varania berdiri, ia melirik ke samping. Tidak ada siapa-siapa.
Lalu siapa yang tadi Varania peluk?
"I-ibu?" Sekarang Varania takut kalau yang sekarang juga bukan ibunya, ia melangkah mundur.
"wajah kamu pucat banget, kamu sakit?" tanya Matilda meletakkan kantong plastik yang ia bawa di lantai, lalu mendekati Varania yang ketakutan.
"ini beneran ibu?" tanya Varania.
"kamu beneran sakit kayaknya deh. Kalau bukan ibumu, terus siapa?" Dengus Matilda memberikan pelototan tajam.
Varania menghembuskan nafas lega, sekarang ia percaya kalau yang ini beneran ibunya.