Alika tak pernah membayangkan hidupnya bisa berubah secepat ini. Semua berawal dari satu permintaan sepele saudari tirinya, yang menyuruh Alika pergi ke sebuah hotel.
Karena sebuah kekeliruan, Alika justru masuk ke kamar hotel yang salah dan menghabiskan malam dengan Sagara, sang CEO dingin dan arogan yang selama ini hanya dikenalnya dari jauh.
Apa yang terjadi malam itu seharusnya dilupakan. Tapi takdir berkata lain.
Saat Alika mengetahui dirinya hamil. Ia dihadapkan pada pilihan yang sulit, menyembunyikan semuanya demi harga diri, atau menghadapi kenyataan dengan kepala tegak.
Namun, yang paling mengejutkan, justru adalah keputusan Sagara. Pria yang katanya selama ini tak tersentuh, datang kembali ke dalam hidupnya, menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar tanggung jawab.
Cinta perlahan tumbuh di antara keduanya. Tapi mampukah cinta bertahan saat masa lalu terus menghantui dan realita kehidupan tak berpihak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 12 Tangisan Histeris Alika
“Apa yang terjadi?” tanya Lee kepada seorang perawat yang tampak tergesa-gesa keluar dari kamar rawat Alika.
“Nona Alika menangis histeris, Tuan. Kami sedang berusaha menenangkannya dan membawakan air minum,” jawab perawat itu, napasnya memburu, wajahnya penuh kepanikan.
Lee mengerutkan kening. “Menangis? Kenapa dia menangis? Bukankah tadi dia terlihat baik-baik saja saat aku keluar? Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Sepertinya dia syok setelah mengetahui bahwa dirinya sedang hamil.”
Lee memicingkan mata. “Bagaimana bisa? Apa kalian memberitahunya?” tanya Lee lagi. Nada bicara Lee mulai meninggi, cemas sekaligus bingung. Sagara sudah memerintahkannya untuk tidak membahas soal kehamilan itu kepada Alika karena belum saatnya.
“Maafkan kami, Tuan. Sepertinya Nona Alika mendengar percakapan antara dokter dan kami saat dia masih belum sepenuhnya sadar. Atau… mungkin dia pura-pura tidur,” jawab sang perawat, menunduk takut.
Lee mengumpat pelan. “Sial! Tuan Sagara pasti akan marah besar kalau tahu ini.” Ia mendesah panjang. Wajar saja kalau Alika syok. Hamil di luar pernikahan adalah masalah besar, apalagi untuk gadis seperti dia.
Lee celingukan, mencari sosok Sagara. “Kemana dia? Situasi genting begini malah menghilang.”
**
**
Sementara itu, di rooftop rumah sakit, Sagara berdiri mematung, menatap kosong ke langit yang mulai mendung. Di tangannya, sebatang rokok sudah hampir habis, asap putih mengepul mengiringi kekalutan pikirannya. Ia jarang sekali merokok, tapi hari ini pikirannya terlalu kacau.
Kabar bahwa Alika hamil mengguncangnya. Sagara merasa tak siap, dan mungkin tidak akan pernah siap.
“Malam itu aku melakukannya berapa kali, ya? Bisa-bisanya dia langsung hamil?” gumamnya, merasa kesal pada dirinya sendiri.
Sagara menarik nafas panjang, tapi bukannya tenang, pikirannya malah semakin kalut.
“Kamu bodoh Sagara, bodoh! Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika tua bangka itu tahu! Bisa-bisa aku digantung olehnya!”
Ponsel Sagara bergetar di saku jas. Ia mengangkat dengan malas.
“Ada apa?”
“Anda dimana, Tuan? Nona Alika terus menangis tanpa henti. Dia–”
“Biarkan saja!” potong Sagara cepat. “Aku tidak peduli dia mau menangis darah sekalipun. Dia bukan anak kecil yang harus ditenangkan dengan pelukan!”
“Maaf, Tuan. Tapi ini soal kesehatannya. Dia sedang hamil, dan kalau dia terus menangis begitu, saya takut itu bisa membahayakan kondisinya juga bayi anda.” Lee menekan kalimat terakhirnya, berharap pria keras kepala itu mengerti maksud ucapannya.
“Bayiku, kamu bilang?” suara Sagara meninggi. Tentu saja ia tahu itu bayinya. Tapi mendengarnya dari mulut Lee seolah membuat segalanya semakin menyesakkan.
Sagara berharap dia akan menikah dan memiliki bayi dari rahim wanita yang dia cintai. Namun, siapa sangka jika takdir berkata lain. Sagara salah menanamkan benih.
“Anda harus segera kesini. Ini bukan hal sepele yang bisa Anda abaikan begitu saja,” ucap Lee sok menasehati.
Sagara membanting puntung rokok ke lantai dan menginjaknya dengan kasar. “Sialan!” gerutunya sambil bergegas turun dari rooftop. “Masih dalam kandungan saja sudah menyusahkan. Apalagi kalau sudah lahir nanti!”
**
**
Di dalam kamar, Alika duduk lemah di atas ranjang. Matanya sembab, wajahnya pucat dan tangisnya belum juga reda.
“Aku harus bagaimana sekarang…” bisiknya lirih.
Pikirannya berputar. Ia tak menyangka bahwa malam itu, malam penuh penyesalan yang bahkan tak ingin ia ingat, kini meninggalkan jejak yang nyata di dalam tubuhnya.
“Nggak mungkin aku hamil, kan? Tapi ucapan dokter begitu jelas.” Tangisnya kembali pecah. Ia merasa dunia kini menertawakannya.
Pintu ruangan terbuka. Sagara masuk dengan wajah penuh amarah dan sorot mata tajam. Alika menoleh, sosok pria yang menghabiskan malam bersamanya, kini ada di depannya.
Dan yang paling mengejutkan Alika, pria itu adalah Sagara–presdir di tempatnya bekerja.
“Sudah puas menangis?” ucap Sagara dengan dingin dan menusuk. “Apa kamu pikir dengan menangis semuanya bisa selesai begitu saja?!”
“Tuan, saya hamil…”
“Aku sudah tahu!” bentak Sagara. “Dan jangan berpura-pura bodoh. Kamu pasti sudah merencanakannya. Malam itu kamu sengaja menjebakku setelah tahu aku ini presdir, kan? Supaya hidupmu terjamin!”
Alika menggeleng cepat. “Saya tidak pernah berpikir begitu. Saya bahkan tidak tahu kalau anda–”
“Pembohong!” potong Sagara.
“Saya tidak bohong, Tuan. Saya juga tidak menyangka hubungan satu malam itu akan berakhir seperti ini. Sungguh…” suara Alika bergetar.
“Tidak tahu katamu? Apa kamu ini bodoh? Tidak sekolah?” cercanya kasar.
Kata-kata itu menampar hati Alika. Tapi memang benar. Ia hanya lulusan SMP. Sejak lulus, ia tidak pernah lagi mengenyam bangku sekolah. Hidupnya hanya berputar antara bekerja dan berjuang menyambung hidup.
Alika menghapus air matanya, lalu memberanikan diri menatap Sagara. “Saya tidak pernah ingin hamil. Saya tidak pernah ingin ini terjadi. Tapi kalau saya dihadapkan dengan kenyataan, saya akan bertanggung jawab, walau sendirian sekalipun.”
Alika melanjutkan, “Saya akan menjaga bayi ini. Bukan karena anda, tapi karena dia tidak bersalah.”
Sagara terdiam. Untuk sesaat, tak ada yang bisa ia katakan.
“Kenapa aku jadi tidak bisa berkutik di depan gadis menyebalkan ini!” gumam Sagara dalam hatinya.
lain di bibir....
lain di hati..
bisa2 disuruh manfi kembang 7 rupa dan tidur di luar kamar RS...
😀😀😀❤❤❤❤
bisa saja cindy bohong...
❤❤❤❤❤