Shana bersedia menjadi pengganti bibi-nya untuk bertemu pria yang akan di jodohkan dengan beliau. Namun siapa yang menyangka kalau pria itu adalah guru matematika yang killer.
Bagaimana cara Shana bersembunyi dari kejaran guru itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 12
"Dia sengaja bikin kamu kena hukuman," ujar Mila ketika pelajaran Pak Regas usai.
"Enggak, Pak Regas bener. Shana memang yang salah." Bebi meluruskan. Shana hanya diam dengan wajah jengkel.
"Entahlah. Yang penting nanti aku harus segera menghadap." Shana sudah pasrah.
Sesuai dengan perintah tadi, jam istirahat Shana menuju ke ruang guru. Dengan berat hati, dia melangkahkan kakinya. Waktu pun terasa lambat ketika dia sudah sampai di depan ruang guru.
"Hh ..." Shana menghela napas sembari meringis. Kesal rasanya dia harus di panggil ke ruangan ini. Karena semua mata guru akan melihat ke arahnya. Dalam otak mereka yang terhormat pasti tercetak jelas bahwa dirinya adalah murid nakal, dan itu berbahaya bagi kehidupan sekolahnya.
"Shan, kamu ngapain?" tegur Pak Nanang yang muncul di belakangnya.
"Itu Pak ... Di panggil sama wali kelas," jawab Shana seraya menyingkir dari pintu. Memberi jalan pada guru voli.
"Wali kelas mu baru kan? Selamat ya ... Kamu senang kan bisa dapat wali kelas yang ganteng," iseng pak Nanang godain Shana yang memang akrab karena center di klub voli.
"Hahaha." Shana tertawa dengan terpaksa. Lalu ikut berjalan masuk ke dalam ruang guru tepat di belakang pak Nanang yang ikut tertawa.
"Regas, kamu memanggilnya?" tanya Pak Nanang yang ternyata mejanya dekat dengan kursi Pak Regas.
Kepala Pak Regas yang tadinya menunduk, kini mendongak. Lalu memiringkan kepalanya sedikit karena ingin tahu siapa yang ada di balik punggung Pak Nanang. Setelah tahu itu Shana, Pak Regas menutup bukunya yang tadi beliau baca. Seperti bersiap ingin menerima kedatangan Shana dengan hukumannya.
"Ya," sahut Pak Regas. Shana sudah berdiri di depan meja beliau. Ia mencoba tenang meski jantungnya berantakan.
"Apa Shana bikin ulah?" tanya Pak Nanang membuat Shana menipiskan bibir kesal. Karena bisa jadi pertanyaan itu makin memicu keinginan Pak Regas untuk menghukumnya. Namun Pak Regas hanya tersenyum. "Jangan di apa-apain ya. Dia pemain andalanku," ujar Pak Nanang membuat Shana merubah ekspresinya terharu. Itu berarti ada beking buat dia.
"Meski pemain andalan, kalau berbuat salah, tetap saja salah," jawab Pak Regas tegas menghapus haru di hati Shana.
"Hahaha ..." Pak Nanang malah tertawa. Shana menipiskan bibirnya lagi karena kesal.
"Untuk menghukum kamu, saya juga memanggil ketua kelas," kata Pak Regas seakan-akan masih menyembunyikan hadiah besar untuk Shana. Tentu saja hadiah sebagai hukuman.
Kenapa harus memanggil Rangga segala sih, gerutu Shana kesal di dalam hati. Tidak lama si ketua kelas muncul di depan mereka berdua.
"Saya datang, Pak Regas," ucap Rangga. Dia melirik sebentar ke arah Shana barusan.
"Baik. Karena kalian sudah ada di sini semuanya, saya akan mengumumkan hukuman apa yang akan di jalani oleh Shana. Sebagai ketua kelas, kamu harus mengawasinya," tunjuk Pak Regas pada Shana.
"Siap, Pak."
***
Shana berjalan dengan segepok buku di tangannya. Mungkin jika hanya satu, beratnya tidak seberapa, tapi ini buku milik anak satu kelas. Tentu beratnya aduhai, bukan?
Namun Shana pantang terlihat memelas. Dia berjalan dengan tubuh tegak dan wajah yang di paksa baik-baik saja sambil membawa buku sebanyak itu di pangkuan tangannya.
Sementara Rangga berjalan di sampingnya tanpa membawa apa-apa. Sungguh berbanding jauh kan? Namun itulah hukuman Pak Regas untuk Shana. Gadis itu di wajibkan bersedia membantu semua pekerjaan Rangga sebagai ketua kelas, dan ini adalah salah satu tugasnya.
"Apakah berat?" tanya Rangga sangat lembut.
"Oh tidak. Ini sangatlah enteng ...," jawab Shana dengan gemas.
"Baguslah. Aku jadi tidak perlu membantumu," timpal Rangga sungguh menyebalkan.
"Kau tahu berapa berat semua buku ini bukan?" tanya Shana dengan wajah ingin menghajar ketua kelas ini.
"Kenapa?" tanya Rangga seakan menantang. Shana menipiskan bibir kesal. Dia tidak bisa membangkang pada Rangga karena dia tangan kanan Pak Regas dalam proyek penghukumannya.
"Tidak. Ku harap kau berdoa demi kesehatanku, paduka Raja," sindir Shana.
"Ya, aku akan selalu mendoakan rakyatku sehat selalu."
"Semprul," maki Shana.
"Sudahlah terima saja hukumannya. Toh ini hanya pekerjaan ringan," ujar Rangga.
"Pekerjaan ringan? Aku yakin kamu sedang bercanda, Bung."
"Enggak. Bukannya tiap hari aku juga melakukannya? Itu berarti tugas ini ringan bukan?"
Shana tidak bisa membalas. Tidak ada upah atau bayaran untuk semua tugas ketua kelas. Mereka melakukannya dengan gratis. Itu pun membuat Shana sedikit sadar.
"Iya deh. Aku sedang beramal nih pada ketua kelas. Jadi lain kali aku kalau ada masalah, bantuin juga ya ...," ujar Shana bernegosiasi.
"Memangnya kamu mau buat masalah di kelas?" tanya Rangga serius.
"Bukannn," sanggah Shana makin kesal. "Sudahlah ... capek ngomong sama orang pinter."
"Shaannn!" teriak Mia dan Bebi rupanya dari kantin. Shana menoleh. Dua temannya segera mendekat padanya dengan tatapan heran plus haru.
"Ada apa denganmu?" tanya Bebi dengan wajah takjub. Ya, ini pertama kalinya Shana berjalan beriringan dengan Rangga ketua kelas. Bahkan dengan tumpukan buku di tangannya.
"Ini bentuk kasih sayang Pak Regas padamu atau kau sedang dalam misi beramal?" tanya Mia lebih menyebalkan. Dia tahu pasti ini adalah tugas dari wali kelas baru mereka.
"Tutup mulut kalian," desis Shana membuat kedua temannya terkekeh. "Puas, kalian melihat teman sendiri menderita?"
"Ya elah si Eneng emosi jiwa nih," goda Mia. Bebi tersenyum geli. "Rangga, kenapa kamu enggak bantuin teman kita nih?" tegur Mia.
"Dia di hukum karena kesalahannya sendiri, jadi aku enggak berhak bantuin dia," jawab Rangga tegas.
"Jahat ih," tandas Bebi. Rangga melirik. Bebi langsung ambil beberapa buku di tangan Shana. Mia melakukan hal yang sama.
"Jangan bantu dia. Entar kalau pak Regas tahu, kena marah kalian," tegur Rangga.
"Ih, Pak Regas kan enggak ada disini. Kalau dia tahu berarti kamu yang mengadu dong," protes Bebi.
"Aku di tugaskan untuk mengawasinya, Beb." Rangga memberi penjelasan.
"Ya sudah. Tutup mata aja," pinta Bebi enteng.
Shana tersenyum geli.
"Hhh ... kalian ini." Rangga menggelengkan kepalanya melihat tingkah temannya. Namun Shana tahu, kalau Rangga bukan kalah karena pendukung Shana bukan satu orang, tapi lebih karena yang bilang itu Bebi. Si Rangga ini agak naksir ke Bebi rupanya. Karena sejak kemunculan Bebi, cowok ini terlihat gugup. Namun karena dia memang berwibawa, rasa gugupnya tidak terlalu kentara.
"Hei, entar aku ajak jalan-jalan bareng Bebi ya," celetuk Shana pelan dengan alisnya naik turun. "Aku tahu kok." Bola mata Shana menunjuk ke arah Bebi yang sedang berjalan di depan mereka.
"Aku tidak bisa percaya pada orang sepertimu," desis Rangga sambil melirik ke arah Bebi dengan cepat. Takut cewek itu mendengar pembicaraan mereka. Shana tersenyum geli.
...----------------...