NovelToon NovelToon
DUA RATU DI KAKI CEO

DUA RATU DI KAKI CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengganti / Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Diam-Diam Cinta
Popularitas:977
Nilai: 5
Nama Author: Engga Jaivan

Mengapa mereka memeluk kakiku? Pertanyaan itu menghantui Arion (25) setiap hari."
​Arion memiliki dua adik tiri yang benar-benar mematikan: Luna (20) dan Kyra (19) yang cantik, imut, dan selalu berhasil mengacaukan pikirannya. Pagi ini, adegan di depan pintu mengonfirmasi ketakutannya: mereka bukan hanya menggemaskan, tapi juga menyimpan rahasia besar. Dari bekas luka samar hingga gelang yang tak pernah dilepas, Arion tahu obsesi kedua adiknya itu bukan hanya sekadar kemanjaan. Ini adalah kisah tentang seorang kakak yang harus memilih antara menjaga jarak demi kewarasannya, atau menyelami rahasia gelap dua bidadari yang mati-matian berusaha menahannya agar tak melangkah keluar dari pintu rumah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Engga Jaivan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB XXXVI: Perangkap Arsitek

Kabut pagi menyelimuti perairan sekitar pulau terpencil tempat Sasmita menyembunyikan mereka. Kapal kayu sederhana itu terombang-ambing lembut, bagai ayunan terakhir sebelum pertempuran baru dimulai. Di dek kapal, tiga sosok berdiri dalam segitiga diam yang penuh ketegangan.

Arion menatap cakrawala, punggungnya tegap meski mata yang berkantung mengisyaratkan malam tanpa tidur. Dua hari berlalu sejak pelarian dramatis dari safehouse Sasmita. Dua hari sejak ia meluncurkan "Pertaruhan Ganda"-nya—sebuah strategi yang bisa menyatukan mereka atau justru menghancurkan segalanya.

Luna, yang biasanya berdiri paling dekat dengan Arion, kini menjaga jarak beberapa langkah. Di genggamannya erat sebuah flash drive kecil—benda yang dipercayakan Arion padanya. Bukan sebagai bukti untuk diserahkan, tapi sebagai tameng emosional, pengingat bahwa untuk pertama kalinya, Arion mempercayainya dengan sesuatu yang vital. Wajahnya masih pucat, tapi ada ketegasan baru di matanya yang biru. Cahaya lembut pagi hari seolah enggan menyentuhnya, meninggalkannya dalam siluet yang misterius.

Kyra, sebaliknya, berdiri persis di samping Arion. Bahunya hampir menyentuh lengan Arion. Tatapannya tajam, menganalisis setiap gelombang, setiap desir angin. Cincin 'K' di jarinya berkilat samar. Dialah umpan dalam rencana ini, peran yang ia terima dengan antusiasme berbahaya.

"Kau yakin dengan ini, Arion?" suara Sasmita memecah kesunyian. Perempuan paruh baya dengan mata yang seolah bisa melihat melampaui wujud fisik itu muncul dari kabin, wajahnya keriput penuh kekhawatiran. "Melepaskan Kyra sebagai umpan... itu seperti melepaskan singa betina yang lapar dan berharap ia hanya akan menerkam mangsanya, bukan kita."

Arion menoleh, matanya meet dengan Sasmita. "Kita sudah kehabisan opsi defensif. Mereka menemukan safehouse teramanmu. Mereka tidak akan berhenti. Kita harus memancing mereka ke wilayah kita, di mana kita kontrol aturannya." Suaranya rendah, penuh wibawa CEO yang merancang strategi akuisisi, bukan pertaruhan nyawa.

"Wilayah kita?" Luna bersuara lembut. "Jakarta?"

"Jakarta," Arion mengangguk mantap. "Markas Aether Innovations. Gedung itu adalah bentengku. Setiap incinya dipasang sensor suara dan getaran canggih yang tidak mereka mengerti. Itu akan menjadi jebakan akustik sempurna."

Kyra menyeringai. "Aku sudah merindukan kemewahan itu. Beraksi di antara para eksekutif yang sibuk dengan urusan duniawi mereka." Dia melirik Arion. "Dan kamu yakin Danu akan menggigit umpanku?"

"Danu menginginkanmu, Kyra. Dia melihatmu sebagai aset terhebat yang pernah diciptakan Ikatan Mata. Dia juga membencimu karena pengkhianatanmu. Emosi yang campur aduk seperti itu membuatnya ceroboh." Arion memandang Kyra, menganalisisnya seperti ia menganalisis data pasar. "Kau akan mengiriminya pesan. Kabarkan bahwa kau sudah lelah dengan pelarian, bahwa kau ingin kembali, tapi dengan syarat. Katakan kau memiliki informasi tentang lokasi 'Kunci Pematian' yang asli."

"Dan dia akan percaya?" tanya Luna, ragu.

"Tidak," jawab Arion jujur. "Tapi dia akan penasaran. Dan rasa penasaran itulah yang akan membuatnya datang ke Jakarta. Dia pikir dia yang berburu. Dia tidak tahu bahwa dia sedang berjalan ke dalam sangkar yang kita siapkan."

Rencana itu sederhana namun brutal. Kyra akan "membelot" dan menawarkan diri sebagai mata-mata di dalam kubu Arion. Sebagai jaminan, dia akan membocorkan lokasi pertemuan rahasia di sebuah gudang tua di kawasan industri—yang sebenarnya adalah bagian dari properti Aether yang sudah tidak terpakai dan telah dipasangi perangkat pendeteksi sonik canggih oleh Arion. Setiap suara, setiap getaran di gudang itu akan terekam dan dianalisis oleh AI khusus Arion, memberikan mereka keunggulan taktis.

"Pesawat jet pribadi sudah disiapkan di pulau sebelah," ujar Sasmita akhirnya, menghela napas. "Aku akan tetap dengan Luna. Kami akan mengawasi dari jarak jauh melalui feed kamera yang kamu pasang."

Luna melangkah mendekat, untuk pertama kalinya sejak insiden di safehouse. "Berhati-hatilah," bisiknya, bukan hanya kepada Arion, tapi juga kepada Kyra. Ada pengakuan diam-diam dalam nada suaranya—sebuah gencatan senjata yang rapuh.

Kyra menatap Luna, lalu senyum tipis yang tidak sampai ke matanya muncul. "Jangan khawatir, adikku. Aku dan Jangkar kita akan baik-baik saja." Kata "Jangkar" diucapkan dengan nada possessif yang membuat Arion mengernyit.

 

Penerbangan kembali ke Jakarta terasa seperti melintasi dimensi yang berbeda. Dari ketenangan pulau terpencil ke pusat hiruk-pikuk metropolitan. Arion duduk di kursi kulit pesawat jetnya, menatap layar yang menampilkan blueprint gudang tua yang akan menjadi medan tempur. Kyra duduk di seberangnya, kakinya disilangkan, jari-jemarinya mengetik cepat di ponselnya—mengirim pesan yang telah mereka sepuhi kepada Danu.

"Sudah selesai," ujarnya, meletakkan ponsel di meja. "Dia merespons. 'Akan ada di lokasi. Jangan coba-coba main-main, Kyra.'" Dia menirukan suara Danu dengan nada mengejek. "Dia masih berpikir bisa mengancamku."

Arion mengalihkan pandangannya dari layar. "Ini bukan permainan, Kyra. Danu bukanlah satu-satunya ancaman. Ayah kandungmu, si 'Penguasa Utama', pasti juga punya rencana."

"Kau khawatir padaku, Arion?" Kyra menyandarkan tubuh ke depan, matanya berbinar dengan mainan. "Atau kau hanya khawatir umpanmu akan rusak sebelum sempat digunakan?"

"Kau tahu jawabannya," jawab Arion datar. "Kita ada dalam ini bersama. Aku tidak akan mengorbankanmu, Kyra."

Kalimat itu membuat senyum Kyra pudar sejenak. Dia menatap Arion, seakan mencari tanda-tanda kebohongan. Tapi yang dia temukan hanyalah ketulusan yang membuatnya tidak nyaman. "Kau terlalu lunak untuk seorang Jangkar. Ayahmu tidak akan pernah mengatakan hal seperti itu."

"Maybe that's my strength," balas Arion, kembali ke layarnya. "Dan maybe that's why Luna... dan kau... masih bisa berdiri di sini, masih memiliki pilihan."

Diam yang menegang menyelimuti kabin. Kyra menatap Arion yang kembali fokus pada pekerjaannya. Ada sesuatu yang retak di dalam dirinya, tameng sinisme yang selama ini ia bangun dengan susah payah. Kepercayaan yang diberikan Arion padanya, meski sebagai umpan, terasa asing dan... berharga.

 

Jakarta menyambut mereka dengan hujan gerimis dan lampu neon yang berkedip-kedip. Gedung Aether Innovations menjulang seperti pedang kaca dan baja. Begitu tiba di penthouse-nya, Arion langsung menyelam ke dalam ruang kendali rahasia yang terletak di belakang perpustakaannya. Layar-layar besar menyala, menampilkan data real-time dari gudang tua yang sudah dipasangi puluhan sensor.

Kyra berdiri di belakangnya, memperhatikan bagaimana Arion berubah total. Dia bukan lagi pria yang tertekan oleh warisan beracun, melainkan seorang maestro yang mempersiapkan simfoni kehancuran bagi musuhnya.

"Semua sudah siap?" tanya Kyra.

"Sebagian besar. AI sudah diaktifkan. Itu akan memetakan setiap langkah Danu, menganalisis detak jantungnya, bahkan mengidentifikasi jenis senjata yang dia bawa berdasarkan frekuensi suara." Arion menunjuk ke sebuah grafik di layar. "Tapi ada satu hal yang kurang."

"Apa?"

"Kau," kata Arion, menatapnya. "Kau adalah variabel tak terduga dalam persamaan ini, Kyra. Bagaimana reaksimu ketika berhadapan langsung dengan Danu? Apa kau akan tergoda untuk kembali ke sisi mereka? Atau... kau akan membunuhnya begitu ada kesempatan?"

Kyra mendekat, berjalan perlahan mengitari kursi Arion. "Apakah kamu takut, Arion? Takut kalau-kalau semua rencanamu yang rapi ini akan kuruntuhkan dengan satu tindakan impulsif?"

"Bukan takut," jawab Arion, tak tergoyahkan. "Tapi aku perlu tahu. Bisakah kau mengikuti peran yang sudah kita setujui? Atau hasratmu untuk membuktikan superioritas akan menguasaimu?"

Mereka saling tatap, dua kekuatan yang setara dalam domain yang berbeda. Chemistry di antara mereka beresonansi di ruangan itu—campuran mematikan antara ketertarikan, rasa hormat, dan saling ketidakpercayaan.

"Aku akan memainkan peranku, Arion," ucap Kyra akhirnya, suaranya rendah dan serius. "Tapi jangan berharap aku akan berakting seperti Luna yang penurut. Aku akan menjadi diriku sendiri. Dan jika itu berarti aku harus membuat Danu menderita sedikit lebih lama sebelum kita menangkapnya... anggap saja itu sebagai bonus."

Itu adalah jawaban paling jujur yang bisa Arion harapkan. Dia mengangguk. "Baik. Besok malam. Kita akan mengakhiri ini."

 

Malam yang dinantikan tiba. Gudang tua di kawasan industri itu gelap dan lembap, hanya diterangi oleh lampu darurat berwarna merah yang menciptakan bayangan-bayangan menyeramkan. Kyra berdiri di tengah ruangan kosong, mengenakan jaket kulit hitam dan celana tempur. Dia terlihat sendirian, tapi dia bisa merasakan mata Arion mengawasinya melalui puluhan kamera tersembunyi, dan telinganya mendengarkan setiap desahan napasnya melalui mikrofon berteknologi sonik.

Luna dan Sasmita, dari tempat persembunyian yang aman, juga mengawasi melalui feed langsung. Luna menggenggam erat flash drive di sakunya, jantungnya berdebar kencang. Dia melihat Kyra di layar—sosok yang begitu percaya diri, begitu berbahaya. Tapi untuk pertama kalinya, dia tidak merasa cemburu atau iri. Dia merasa... khawatir.

" Dia datang," bisik Arion melalui komunikator kecil di telinga Kyra. "Satu orang. Tapi ada kendaraan lain yang parkir satu blok dari sini. Kemungkinan ada pasukan cadangan."

Kyra tidak menanggapi. Dia berdiri tegak, menunggu.

Pintu gudang berderit dibuka. Sosok tinggi Danu muncul di balik pintu, sinar lampu dari luar menyilaukan untuk sesaat. Dia melangkah masuk, matanya menyapu ruangan sebelum tertuju pada Kyra.

"Kyra," sambutnya, suaranya dingin. "Kau terlihat... baik."

"Lepaskan basa-basinya, Danu," sergah Kyra. "Aku di sini bukan untuk bersosialisasi."

"Aku dengar kau ingin kembali. Dengan syarat." Danu melangkah lebih dalam, waspada. "Apa syaratmu?"

"Kebebasan," jawab Kyra. "Aku ingin cuti dari semua ini. Dan aku ingin bagian dari warisan Ayah. Uang yang cukup untuk menghilang."

Danu mendengus. "Kau tahu itu tidak mungkin. Kau adalah Baginda. Kau milik Ikatan Mata."

"Benda mati punya pemilik, Danu. Aku bukan benda." Kyra melipat tangannya. "Dan aku punya sesuatu yang kau inginkan. Lokasi Kunci Pematian yang asli."

Danu terdiam. Arion, dari ruang kendali, bisa melihat grafik detak jantung Danu melonjak drastis di layarnya. Umpannya bekerja.

"Di mana?" tanya Danu, mencoba menutupi ketertarikannya.

"Pertama, jaminan dulu," kata Kyra. "Aku ingin pengampunan tertulis dari Penguasa. Dan setengah dari dana yang aku minta dimasukkan ke rekanku di Swiss."

"Kau banyak permintaan."

"Kau banyak kebutuhan."

Mereka saling menatap, dua pemain dalam permainan catur yang sama. Arion mendengarkan setiap kata, menganalisis setiap jeda. Tiba-tiba, AI-nya memberikan peringatan. Ada frekuensi suara aneh yang terdeteksi—sangat halus, hampir seperti dengungan—berasal dari tubuh Danu.

"Kyra, hati-hati," bisik Arion. "Dia membawa perangkat pengacau sinyal. Dia mungkin tidak sendirian. Dia bisa saja memberi isyarat pada pasukannya."

Kyra hampir tidak bereaksi. Hanya jari manisnya yang mengetuk-ngetuk paha sebagai tanda dia mendengar.

"Baik," ujar Danu tiba-tiba, suaranya berubah menjadi lebih lunak, hampir persuasif. Itu yang membuat Kyra waspada. Danu tidak pernah persuasif. "Aku bisa mengatur pengampunan. Tapi untuk uang, kita harus bernegosiasi. Katakan padaku di mana Kunci itu, dan aku akan memastikan kau dihargai dengan layak."

Itu adalah jebakan. Jelas. Danu sedang mengulur waktu.

"Kunci itu disimpan di brankas rahasia di rumah Arion," kata Kyra, mengikuti naskah yang sudah direncanakan. "Tepat di belakang lukisan potret ayahnya."

Itu adalah informasi yang salah. Lukisan itu memang ada, tapi di belakangnya adalah akses ke ruang kendali Arion.

Danu mengangguk, tapi matanya berbinar dengan kemenangan. "Menarik. Sangat menarik." Dia mengambil langkah mundur. "Sayangnya, Kyra, aku tidak bisa menerima tawaranmu."

Dari saku jasnya, Danu mengeluarkan sebuah perangkat kecil berwarna hitam dan menekan sebuah tombol.

"Segera!" seru Arion melalui komunikator.

Tapi itu sudah terlambat. Dari langit-langit gudang, tiga figure berjatuhan dengan senyap, diiringi suara mesin pembuat kebisingan yang memekakkan telinga. Frekuensi itu langsung memutus semua komunikasi dan mengacaukan sensor suara Arion. Layar-layar di ruang kendali tiba-tiba dipenuhi static.

"Mereka tahu!" teriak Arion, berdiri dari kursinya. Hatinya berdebar kencang. Rencananya ambruk. Danu lebih pintar dari yang dia kira.

Di dalam gudang, Kyra sudah dikepung oleh tiga orang bersenjata. Tapi alih-alih panik, senyum lebar merekah di wajahnya. Senyum yang membuat Danu, untuk pertama kalinya, merasa ngeri.

"Kau pikir aku tidak tahu kau akan berkhianat, Danu?" teriak Kyra di atas kebisingan. Matanya berpijar dengan energi psikis yang terkonsentrasi. "Kau terlalu bisa ditebak!"

Dia mengangkat kedua tangannya. Bukan untuk menyerah, tapi untuk menyerang. Energi psikisnya yang ofensif memancar keluar, tidak lagi sebagai ilusi halus, tapi sebagai gelombang kejut yang nyata. Para penyerangnya terlempar ke belakang, menjerit kesakitan.

Tapi Danu masih berdiri. Dari dalam jaketnya, dia mengeluarkan sebuah perangkat yang mirip dengan Gelang Hitam Arion, tapi lebih kecil dan lebih primitif. "Kami sudah mempelajarmu, Kyra! Kami sudah siap!"

Dia mengaktifkan perangkat itu. Kyra menjerit, meraih kepalanya. Rasanya seperti ada ribuan jarum menusuk otaknya. Perangkat itu adalah penekan psikis!

Arion, yang melihat semuanya melalui kamera yang masih berfungsi (meski audionya hilang), tidak bisa tinggal diam. Dia mengambil pistol yang disembunyikan di laci meja dan berlari keluar dari ruang kendali. Rencana sudah berantakan, tapi pertarungan belum berakhir. Dia tidak akan membiarkan Kyra tertangkap.

Dia harus menyelamatkan umpan yang sekaligus menjadi rekan taktisnya. Dia harus memasuki sangkar yang ia rancang sendiri, yang kini berubah menjadi medan pertempuran sesungguhnya.

Arion berlari menuju gudang, sementara Kyra terjatuh berlutut, menjerit kesakitan karena diserang oleh penekan psikis Danu. Apakah Arion akan tiba tepat waktu? Bisakah Kyra mengatasi alat baru Danu? Dan di mana Luna dan ancaman dari Ayah Kandung selama semua ini terjadi?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!