Yuk senam bibir, cerita Sarasvati yang kocak dalam menghadapi majikannya yang lumpuh.
Terlahir kaya raya membuat Dewa bersikap arrogant dan dingin kepada siapa saja. Terutama mahluk yang bernama wanita. Namun, ketika melihat mantan pacarnya bermesraan di suatu pesta, ia menyeret dengan asal seorang gadis dan mengaku pada semua tamu undangan, mereka akan segera menikah.
Sartika Sarasvati, si gadis miskin yang tidak tahu apa-apa. Ia harus terlibat dengan bongkahan es tersebut gara-gara mengantar dompet pelangan yang tertinggal di cafe tempatnya bekerja. Ya, Tika hanya gadis pelayan di sebuah cafe. Tapi, malam ini semua mata tertuju pada gadis manis yang tangannya digengam oleh CEO Diamondland, perusahaan real estate nomor satu di Indonesia. Apa mereka akan menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BOHONG
Jerat Cinta Tuan Muda #11
Oleh Sept
Rate 18+
- Mencium Dewa -
Tika pikir mencari uang akan mudah mulai sekarang, ia pikir sudah berada di tambang emas yang bisa ia keruk kapan saja. Tika salah, karena ternyata mencari uang di mana-mana tetap susah.
Terlalu banyak tragedi di hari pertama ia kerja, dari sengitnya rekan kerja. Sampai mendapat majikan yang super duper menyebalkan. Ah, mungkin Tika memang diciptakan untuk hidup susah.
***
"Tuan!"
Tidak peduli pada barang yang ia pegang, ketika menatap kursi roda tanpa penghuni di tepi kolam, Tika sudah panik bukan main. Tanpa pikir panjang, ia langsung menceburkan diri ke dalam kolam.
Tika menyelam ke dalam kolam sedalam lebih dari lima meter tersebut. Ia merutuk, mengapa kolam ini begitu dalam? Untung saja ia sejak kecil suka main di kali alias sungai. Jelek-jelek begini ia bisa berenang.
"Tuan!" teriak Tika dalam hati. Dengan penglihatan buram, ia bisa melihat tubuh Dewa hampir menyentuh dasar kolam. Pasti pria itu baru saja menceburkan dirinya sendiri. "Ya Tuhan ... apa dia tidak punya iman? Apa dia sebegitu putus asa? Atau dia terpeleset?" pikir Tika sambil terus menyelam.
Dengan susah payah Tika menarik tubuh Dewa, karena terbiasa kerja kasar membuat fisik Tika tangguh. Dengan gigih gadis itu membawa Dewa ke permukaan.
Setelah berhasil membawa Dewa dari dalam sadar kolam, Tika menyeret tubuh Dewa. Ia menyeret tubuh pria itu ke tepi kolam. Memompa air dengan menekan perut Dewa. Beberapa kali ia mencoba, tapi tak ada hasil.
Karena sering melihat drama di TV, Tika lantas mencontoh. Bagaimana cara menyelamatkan orang yang habis tengelam. Awalnya ia ragu, tapi karena di sana tidak ada orang sama sekali. Akhirnya Tika menutup matanya.
Perlahan ia memberikan napas buatan pada pria yang pingsan tersebut. Sekali tidak ada respon, kali kedua pun sama saja. Tidak mau tambang emasnya meninggal sia-sia, Tika mengambil napas dalam-dalam kemudian kembali memberikan napas buatan.
Uhuk uhuk uhuk
Tika langsung mundur, ia terlihat ngos-ngosan.
"Tuan!"
Tika akan menyentuh tubuh Dewa. Namun, pria itu malah dengan kasar menangkis tangan Tika. Gadis yang baru saja membawa nyawanya kembali.
"Tuan tidak apa-apa?"
"Untuk apa kamu menyelamatkanku? Bisa tidak jangan ikut campur?" ujar Dewa dengan nada marah.
"Lalu apa aku harus melihatmu mati di depanku?" bantah Tika. Ia sakit hati, Dewa hanya bisa menyakiti. Hanya karena Dewa kaya dan lumpuh bukan berarti pria itu bisa bersikap kasar dan kejam padanya.
"Itu lebih baik!"
Tika tidak bisa berkata-kata, berdebat dengan manusia kepala batu tidak akan menemukan titik temu.
"Kalau begitu, terserah Tuan mau mati! Tapi tolong jangan di depanku!"
Dewa menatap wajah Tika dengan mata merahnya. Bukan karena marah, tapi karena iritasi setelah tengelam.
Dengan gusar, Dewa mencoba merangkak ke kursi roda miliknya. Tika yang tidak tahan, meski sedang kesal. Ia berjalan mengambil kursi tersebut.
"Tolong kerja samanya. Mari jangan saling menyusahkan!"
Wajah Dewa mengeras, inilah yang paling ia benci. Menjadi pribadi yang menyusahkan banyak orang. Hal yang paling ia benci, lumpuhnya kedua kaki.
***
Kamar Dewa.
"Tika, kenapa Tuan muda basah kuyub?" Mbak Mar terkejut melihat Dewa yang basah semua.
"Tidak apa-apa, tinggalkan kami!" perintah Dewa dengan dingin. Membuat Mbak Mar menundukkan kepala dan pergi.
Tika tak berani berkomentar. Ia lantas membawa Dewa menuju kamar mandi, dan langsung keluar menutup pintu. Membiarkan Dewa melepas pakaiannya sendiri.
Sayangnya Tika lupa memberikan handuk kering, entah lupa atau malah sengaja.
"Handuk!" teriak Dewa dari dalam.
Tika melengos, gadis itu kemudian menuju lemari dan mengambil handuk kering.
Tok tok tok
"Aku masuk, Tuan,"
Dewa tidak menyahut.
"Tuan!"
"Tutup matamu!" titah Dewa.
Dengan langkah berat, Tika melangkah menuju kamar mandi, yang bagai ruang tamu di rumah lamanya yang ada di kampung. Tapi bukan rumahnya sih, hanya rumah tetangga yang perlu ia rawat. Karena penghuninya ke luar negeri jadi TKW.
"Ini Tuan," Tika mengulurkan handuk dengan mata tertutup.
"Maju sedikit, aku tidak bisa meraihnya."
Karena berjalan sambil merem, membuat Tika malah terpeleset. Ada bekas shampoo yang belum disiram bersih oleh Dewa, membuat kamar mandi sebesar ruang tamu itu menjadi licin lantainya.
"Ehhh ...!"
Tika hampir terjerembab ke lantai. Untung ia langsung membuka mata dan meraih tangan Dewa. Alhasil ia mendarat sempurna di bawah kaki Dewa.
"Astaga!"
Tika langsung menutup mata seketika itu juga, ada pemandangan tak biasa yang mengotori matanya yang terbilang masih polos tersebut.
"Tika!" sentak Dewa, betapa malunya pria tersebut. Lebih tepatnya, dua insan itu dihujani rasa malu yang sangat luar biasa.
"Saya nggak lihat, Tuan!" tepis Tika sambil mendudukkan wajah. "Astaga! Mimpi apa aku semalam? Mengapa mendapat nasib sial bertubi-tubi?" batin Tika.
Melihat Tika yang masih menunduk, Dewa lantas merampas handuk yang masih ada pada Tika.
"Tutup matamu!"
"Iya, Tuan."
"Awas kamu, Tika!"
"Saya nggak lihat, Tuan. Nggak ada apa-apa juga di situ," Tika mencoba membela diri. Namun, hal itu malah membuat Dewa makin gusar, snewen dan uring-uringan. Betapa memalukannya hal gila ini. Tika dengan berani melihat senjatanya yang masih koma.
"Sial!" rutuk Dewa dengan rasa benci yang sudah campur aduk.
"Kamu saya pecat!"
Tika langsung mendongak, "Saya nggak lihat apa-apa, Tuan!"
"TIKAAA!" bersambung.