Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2~ Nanti Jatuh Cinta
Bab 2
“Adel!”
Mendengar namanya dipanggil, Adel pun menoleh. Ternyata Mona. Kebetulan sekali ia ada perlu dengan rekan yang juga temannya. Sama-sama dalam proses magang kerja sebagai staf marketing.
Ada hal yang perlu dia konfirmasi dengan Mona. Kejadian malam yang ia lewati bersama Zahir. Seingatnya, saat di karaoke Mona yang memaksanya mencicip minuman. Bahkan menyodorkan gelas berisi cairan lakn4t dan memabukan itu.
Menarik tangan Mona lalu membawanya ke arah toilet menjauh dari antrian lift. Tidak mungkin membicarakan malam di mana ia kehilangan mahkotanya di tempat umum dan didengar oleh banyak orang.
“Ish, ini mau ngapain ke toilet. Nanti aja di atas, udah waktunya absen.”
“Ikut aku.”
Di ujung koridor, tepat di depan janitor beberapa meter dari toilet. Cukup jauh untuk mereka bicara, tanpa didengar orang lain. Kebetulan saat itu malam sabtu lalu weekend dan baru kali ini mereka bertemu lagi.
“Ponsel kamu nggak aktif,” seru Adel.
“Oh. Chargernya rusak. Lagian weekend, aku fokus selonjoran sambil nonton drakor.” Mona dengan acuh mengedikan bahu. “Kenapa sih, serius amat?”
Mona menatap heran dengan sikap Adel.
“Seharusnya kita nggak ikut ke karaoke dan kamu paksa aku minum.”
“Yaelah Del, cicipin doang.”
“Tapi aku mabuk.”
“Sama, aku juga rada oleng. Padahal minum hanya satu gelas doang,” sahut Mona tanpa rasa bersalah. “Terus kamu kemana, ninggalin aku. Mana senior kita mukanya pada mesum gitu.”
“Hah, ninggalin kamu?”
“Iya. Kamu tuh dipanggil Pak Zahir, terus keluar ruangan. Nggak lama beliau pamit lalu pergi dan kamu nggak balik lagi,” tutur Mona. Adel merespon dengan menggaruk kepalanya. Ia tidak mengingat momen tersebut.
“Kalian janjian atau gimana?” tanya Mona lagi. “Jangan bilang pergi bersama. Ya ampun, apa aku melewatkan sesuatu?”
“Bukan begitu. Aku ….” Adel berdecak. Ia ragu menceritakan apa yang terjadi malam itu atau tidak.
“Kenapa sih?”
Petugas cleaning service mendekat akan menuju janitor. Adel dan Mona pun bergeser.
“Kita ke atas aja, nanti ngobrol lagi,” ujar Adel sambil berlalu meninggalkan tempat mereka bicara dan kembali menuju lift.
“Penasaran deh. Ada apa sih?” Mona mensejajarkan langkah Adel. “Kamu sama Pak Zahir ketemu lagi di luar atau dia antar kamu pulang?”
Adel menggeleng pelan. Karena kenyataannya lebih dari sekedar bertemu dan diantar pulang. Ia sudah menyerahkan segalanya dan mempertaruhkan masa depannya pada pria itu.
“Sumpah Del, malam itu Pak Zahir keren banget. Waktu dia lepas jasnya terus nyanyi, udah mirip penyanyi papan atas. Sayangnya Cuma satu lagu, terus pergi. Tapi, aku curiga dia perginya bareng kamu,” bisik Mona karena mereka sudah berdiri mengantri lift terbuka dan membawa ke lantai tujuan.
“Kita bicarakan nanti,” sahut Adel. Ia setuju dengan pernyataan Mona. Zahir memang keren, bahkan momen dimana pria itu hanya menggunakan handuk dan otot tubuh serta dada bidang yang terekspos masih teringat jelas dalam pikirannya.
Akhirnya pintu lift terbuka, bersama dengan Mona dan karyawan lain memasuki kotak besi tersebut.
Adel mengingat kembali janji Zahir agar hubungan mereka lebih akrab dan semakin dekat juga akan bertanggung jawab. Wajahnya mendadak merona bahkan ia mengulum senyum. Meski belum ada perasaan cinta, tapi wanita mana yang tidak terlena dan terpesona dengan Zahir juga janjinya. Sangat manis.
“Kamu bayangin apa?” Mona berbisik sambil menyikut lengan Adel yang spontan langsung menggeleng cepat.
Keluar dari lift mereka menuju ke arah kiri di mana wilayah divisi marketing berada. Melewati area ruang kerja Zahir. Ada ruang tunggu dan meja sekretaris. Terlihat pintu ruang kerja terbuka dan sang sekretaris sudah sibuk di mejanya. Sepertinya Zahir belum datang.
Dada Adel mendadak sesak. Bukan karena kesal atau mengidap penyakit. Namun, perasaan yang seakan merambat naik dan memenuhi rongga dada dan berpusat dan jantung yang berdebar tidak bisa. Bahkan ada rasa menggelitik di perutnya, membayangkan ia dan Zahir menjadi pasangan yang saling mencinta atau ia sudah mulai jatuh cinta. Entahlah.
Baru saja tiba di kubikelnya, ada arahan di grup chat kalau pagi ini akan ada rapat. Adel tersenyum karena ia dan Zahir akan bertemu lagi dengan suasana yang berbeda. Bukan hanya sebagai atasan dan bawahan saja ada urusan lain antara mereka, urusan hati.
“Kamu kenapa sih, senyum-senyum gitu. Kayak orang jatuh cinta aja,” ujar Mona.
Adel berdehem dan langsung mengalihkan fokusnya. Meletakan tasnya lalu menghidupkan komputer. Mengenyahkan sementara bayang-bayang mengenai Zahir.
Fokus Adel, bukan saatnya memikirkan Pak Zahir, batinnya.
Nyatanya Mona malah menggeser kursinya lebih dekat.
“Kamu aneh, serius aneh. Pasti ada hubungan dengan malam itu. Sebenarnya kalian ada apa?”
“Kalian?” tanya Adel sambil menoleh.
“Iya, kamu dan Pak Zahir.”
“Ngaco kamu.” Adel langsung berdiri, berniat menuju pantry. Ia perlu air minum, untuk menuntaskan dahaganya. Namun, rasanya rancu. Entah serius dahaga membutuhkan air minum atau dahaga yang lain. Kasih sayang, mungkin.
Adel, hentikan. Mudah sekali kamu jatuh cinta, ucap Adel dalam hati.
Tiba di pantry, Adel mengambil gelas dan menyeduh teh dan mengaduknya untuk melarutkan gula. Ia menghela nafas. Ada rasa sesal dan malu yang masih tertinggal, karena ia harus memulai hubungannya bersama Zahir dengan cara yang salah.
“Mbak, tehnya tumpah.”
Adel terkejut dan tersadar dari lamunan. Ternyata ia mengaduk berlebihan dan air tehnya malah tumpah.
“Biar saya yang bersihkan, mbak Adel geser dulu. Nanti saya buatkan lagi.”
“Aduh, Mas Abi. Maaf ya, saya melamun.”
Abimanyu dengan wajah datar sigap menyeka meja yang basah dan membuatkan ulang teh manis untuk Adel.
“Sudah tugas saya mbak. Tadi saya siapkan ruang rapat dulu, jadi belum bisa bawakan minum.”
Abimanyu meletakan cangkir di hadapan Adel lalu saling tatap. Meski tugasnya sebagai OB, tapi Abimanyu menjadi idola juga di divisi marketing juga divisi lain. Tentu saja karena wajahnya yang tampan. Mungkin jika dipakaikan setelan mewah sudah mirip CEO dan tidak disangka kalau dia hanya seorang OB.
Bisa dibilang tim marketing memiliki dua orang idola, Zahir dan Abimanyu. Jika Zahir lebih supel, ramah dan terlihat penyayang. Membuat wanita ingin sekali menjadikan sandaran hidup. Abimanyu cenderung dingin dan acuh, berkesan misterius.
Adel mengernyitkan dahi menyadari kalau wajah Abimanyu tidak asing. Ada kemiripan dengan seseorang, tapi entah siapa.
“Mbak,” tegur Abimanyu. “Saya memang tampan, tapi jangan segitunya juga. Kelamaan menatap saya, nanti jatuh cinta.”
“Hah!”
\=\=\=\=\=\=\=
Lanjut ya ....
siap siap aja kalian berdua di tendang dari kantor ini...
hebat kamu Mona, totally teman lucknut
gak punya harga diri dan kehormatan kamu di depan anak mu
kalo perlu zahir nya ngk punya apa " dan tinggal di kontrakan biar kapok
sedia payung sebelum hujan